Selasa, 27 November 2007

PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI, NILAI TUKAR RUPIAH PER DOLAR AS DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR

Penelitian ini berjudul
“ Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dolar AS dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks Harga Saham Properti dan Real Estat di Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2005 ”,
dibawah bimbingan Bapak H.Sulaeman Rahman Nidar, SE., MBA dan Ibu Dian Masyita, SE., MT.Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan menguji hipotesis simultan melalui uij F dan hipotesis parsial melalui uji t untuk melihat adanya pengaruh. Selanjutnya, pendekatan kointegrasi dan Error Correction Mechanism (ECM) dilakukan untuk memperdalam hasil analisis regresi pada hubungan jangka panjang dan jangka pendek diantara variabel. Data yang digunakan diperoleh dari data laporan bulanan Bank Indonesia.Berdasarkan uji statistik dengan α = 5%, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham properti dan real estat di Bursa Efek Jakarta periode 2000-2005 dengan koefisien korelasi sebesar 69.06%. Sedangkan secara parsial, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham properti dan real estat. Dalam jangka panjang, secara signifikan ditemukan adanya hubungan kointegrasi pada semua variabel. Sementara dalam jangka pendek, secara signifikan ditemukan adanya ketidakseimbangan yang akan terkoreksi setiap bulannya.


1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam 5 tahun terakhir ini, perkembangan kredit properti di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini ternyata membawa angin segar bagi perkembangan bisnis properti di tanah air, serta memberikan peluang bisnis yang menarik atas perkembangan pasar properti tersebut.
Makin banyaknya produk KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang di luncurkan oleh Bank Swasta Nasional maupun Bank Pemerintah dengan berbagai kelebihan serta membanjirnya properti yang ditawarkan oleh pengembang menjadikan pasar properti lebih bergairah. Ini merupakan hal yang mengembirakan karena membuktikan bahwa pasar properti di Indonesia menunjukkan kebangkitannya.
Gambar 1.1
Perkembangan Kredit Properti Tahun 2001-2005
Sumber: Pusat Studi Properti Indonesia, Januari 2006
Salah satu faktor yang membuat makin bergairahnya pasar properti yang ada tidak lain karena adanya faktor kebutuhan investasi atas perumahan yang memang masih besar. Iklim investasi di bidang properti mulai terlihat bangkit kembali sejak tahun 2000, yaitu dimulai dari maraknya penjualan produk komersial berupa ruko dan kios. Selain itu juga banyak pengembang baru bermunculan yang memasarkan apartemen untuk kelas menengah dan atas, terutama di daerah kawasan sentral bisnis (Central Business District).
Pasar properti untuk perumahan, walaupun masih stagnan, sudah mengalami perbaikan, terutama untuk kelas rumah kecil. Hampir 80 persen dari jumlah rumah yang terjual di tahun 2002 adalah untuk rumah kecil atau ukuran lebih kecil dari Tipe 36 sehingga walaupun dalam jumlah unit penjualan rumah mengalami peningkatan, tetapi dalam nilai rupiah mengalami penurunan. .Tidak hanya investasi di sektor riil, investasi dalam bentuk saham properti juga mulai dipertimbangkan para investor. Meskipun pergerakannya masih lemah namun ada indikasi ke arah yang positif. Hal inilah yang membuat para investor mulai mencermati arah pergerakan harga saham ini. (sumber: Kompas 27 Mei 2003).
Namun, pergerakan yang dinilai ke arah positif ini masih sangatlah mungkin untuk kembali menurun karena investasi tidaklah lepas dari dua hal yaitu untung dan risiko. Seiring dengan bertambahnya waktu, kebutuhan investasi tentu makin bervariasi dan preferensi terhadap risiko akan berubah. Untuk itu, perlu ada perubahan strategi investasi.
. Investasi di sektor properti pada dasarnya bersifat jangka panjang dan akan cukup membuahkan hasil jika perekonomian sedang bertumbuh pesat. Kondisi perekonomian yang ada dapat menentukan tinggi rendahnya untung dan risiko yang didapat dari investasi. Hal yang paling mudah mencerminkan kondisi perekonomian adalah melihat faktor makroekonomi seperti suku bunga SBI, inflasi, GDP, kurs, jumlah uang beredar dan sebagainya.
Sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 fluktuasi mata uang rupiah tidak lagi ditentukan oleh otoritas moneter, tetapi sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar (supply-demand). Mata uang rupiah pun mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari semula Rp 2.500 per dolar AS sempat terjun bebas hingga ke level Rp 16.000 per dolar AS (sumber:Kompas, 02 Februari 2006).
Sektor usaha yang pertama kali terkena imbas gejolak mata uang pada tahun 1997 adalah bisnis properti. Pasalnya, hampir seluruh pendanaan proyek properti bersumber dan hanya mengandalkan pada dana perbankan. Jadi begitu likuiditas dana perbankan terganggu akibat gejolak mata uang rupiah, kelanjutan proyek-proyek properti pun langsung terhenti.
Setelah krisis ekonomi yang berkepanjangan, secara tak terduga pada tahun 2001 sektor ini sudah mulai bangkit kembali, terutama setelah aset-aset properti yang ada di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dapat dijual kembali. Meskipun sempat mengalami penurunan di tahun 2002 namun hingga tahun 2004 kegiatan pembangunan properti mengalami perkembangan yang signifikan di luar perkiraan sebelumnya.
Namun, pada semester kedua tahun 2005 lalu laju perkembangan pembangunan properti agak sedikit tertahan, terutama setelah beberapa kejadian penting yang menggoyang tidak hanya bisnis properti tetapi juga sektor lain. Hal ini dapat tercermin dari indeks saham properti yang justru menurun dari 70 (Januari 2005) menjadi 64 (Desember 2005). Artinya, secara rata-rata harga saham-saham di sektor properti justru mengalami kemerosotan. Berbagai sentimen negatif terus membelenggu sektor properti. Di sisi permintaan, bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melonjak menjadi sekitar 16%-18%; dari sebelumnya sekitar 12%-14% (sumber: KONTAN).
Sinyalemen ini awalnya dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia pada bulan Maret yang menembus level US $70 per barel hingga mengganggu Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Naiknya subsidi minyak yang harus dikeluarkan pemerintah membuat APBN mengalami defisit yang lebih besar. Kurs rupiah pun melemah, merosot melampaui batas psikologis Rp.10.090,00 per dolar AS. Biaya produksi nasional meningkat sehingga menaikan harga barang, Inflasi melambung hingga mencapai dua digit pada pertengahan bulan Oktober (17.89%) dan tertinggi pada bulan November sebesar 18.28 % (sumber:Investor, 11-24 Juli 2006).
Untuk meredam inflasi tersebut dan melemahnya nilai tukar, Pemerintah melalui Bank Indonesia menaikan suku bunga BI Rate beberapa kali sebelum lebaran sehingga mencapai 12,15% dan pada akhir tahun tercatat sebesar 12,75%. Kebijakan BI menaikan level BI Rate sebesar 125 bps (basis points) ternyata cukup mampu memberi pengaruh positif terhadap rupiah (sumber:Bank Indonesia). Penguatan nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi oleh faktor nominal interest rate differential yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara kawasan regional lainnya, yang mana hal ini telah mendorong peningkatan aliran dana ke dalam negeri.
Menjelang lebaran pada tahun 2005, tingginya kebutuhan likuiditas rupiah – jumlah uang kartal yang beredar pada akhir Oktober sebesar Rp.134.245.00 miliar – turut mempengaruhi perilaku pasar saham. Sektor indeks properti naik 1% menjadi 11.00% dari posisi sebelumnya 10.00 %. Sedangkan jumlah uang beredar M2 hanya mengalami kenaikan 1.33% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 3.10%. Sementara di sisi eksternal, tren penguatan nilai tukar sejumlah mata uang negara-negara regional Asia turut mendukung penguatan rupiah (sumber:Bank Indonesia).
Sejak adanya reshufle tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, kurs rupiah yang pada akhir Desember 2005 menguat ke level Rp 9.830 per dolar AS merupakan penguatan sekitar 2 persen dari kurs pada akhir November 2005, tetapi terhadap akhir tahun 2004 kurs rupiah tetap mengalami depresiasi sebesar 5,8 persen (sumber: Stabilitas Edisi 02 2005)..
Sementara itu di pasar saham, minimnya transaksi masih berlanjut paska libur lebaran. Perhatian investor masih tersita pada dampak kenaikan suku bunga yang cukup tinggi terhadap kinerja emiten dan kondisi makro ekonomi. Beberapa saham sektoral masih terlihat lesu kecuali sektor konsumsi yang justru menguat.
Tabel 1.1
Data Indeks Saham
Periode 11 November 2005

No
Nama
∆ % Perubahan
1
Indeks Harga Saham Gabungan
(5.27)
2
Indeks Sektor Keuangan
(6.46)
3
Indeks Sektor Pertanian
(0.23)
4
Indeks Sektor Industri Dasar
(3.21)
5
Indeks Sektor Properti
(3.92)
6
Indeks Sektor Konsumsi
3.20
7
Indeks Sektor Infrastruktur
(3.74)
8
Indeks Sektor Pertambangan
(9.36)
9
Indeks Sektor Aneka Industri
(6.68)
10
Indeks Sektor Perdagangan
(5.71)
Sumber: Majalah Stabilitas

Kinerja Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang sepanjang tahun 2005 merupakan terbaik ketiga setelah indeks utama bursa Korea dan Jepang, sampai menjelang akhir Desember lalu masih terus membaik Selama tahun 2005 IHSG di Bursa Efek Jakarta mencatat kenaikan 16,2 persen. Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS) terutama saham properti dan real estat mengalami pucaknya di poin 83,96 pada tingkat kurs Rp/US$ sebesar Rp. 9570,00 (sumber: Bursa Efek Jakarta)
Gambar 1.2
Kurva Kurs Rp/US$ dan Indeks Harga Saham Sektor
Properti dan Real Estat 2002-2005
Sumber: Jakarta Stock Exchange, data diolah kembali

Dari fenomena yang telah terjadi dapat dilihat bahwa faktor makroekonomi dapat mempengaruhi pergerakan indeks saham terutama indeks saham properti. Suatu penelitian di Singapura yang berjudul Dynamics of The Condominium Market in Singapore yang dilakukan oleh Tien Foo Sing menunjukkan bahwa peningkatan suku bunga kredit perumahan dan harga saham perumahan kondominium memiliki hubungan negatif. Peningkatan 1% suku bunga kredit akan menyebabkan penurunan harga saham kondominium sebesar 0,46%,.
Terutama pada sektor properti, saham-saham ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai kurva keseimbangan, yaitu dimana ekspektasi para investor sesuai dengan keadaan yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari penelitian di Korea yang berjudul Cointegration And Causality Between Macroeconomic Variables And Stock Market Returns yang dilakukan oleh Chung S Kwon dan Thai S Shin menjelaskan bahwa tes kointegrasi dan model koreksi kesalahan (error correction model) menggambarkan indeks harga saham terkointegrasi dengan sekumpulan variabel makroekonomi yaitu suku bunga, GDP, kurs, pajak, cadangan luar negeri, dan inflasi yang memberikan hubungan keseimbangan jangka panjang dengan tiap indeks harga saham.
Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis beberapa variabel makro yang menjadi pengaruh terhadap indeks harga saham properti dan real estat di Indonesia, untuk itu penulis mengambil judul : “PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI, NILAI TUKAR RUPIAH PER DOLAR AS DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR PROPERTI DAN REAL ESTAT DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODE 2000-2005 ”





1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka identifikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar secara simultan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estat di BEJ periode 2000-2005?
2. Apakah ada pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estat di BEJ periode 2000-2005?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, mengolah, menganalisis dan menginterpretasikannya, guna mengkaji pengaruh tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar terhadap sektor properti dan real estat di Bursa Efek Jakarta.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar secara simultan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estat di BEJ periode 2000-2005.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estat di BEJ periode 2000-2005.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
1. Bagi praktisi, khususnya dari pihak investor dan pialang properti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan dalam mengevaluasi dan menentukan pengambilan keputusan berinvestasi di bidang properti dan real estat.
2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapakan menambah referensi untuk penelitian sejenisnya dan memacu motivasi untuk melakukan penelitian sejenis.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Investasi
Definisi investasi menurut Fischer dan Jordan (1996 : 2), yaitu :
“ An investment is a commitment of funds made in the expectation of some positive rate of return” .
Sedangkan investasi menurut Sharpe dan Alexander (1995 : 1) adalah:
“Investment in its brodest sense, means the sacrifice of current dollars for future dollars. Two different attributes are generally involved: are time and risk. The sacrifice takes place in the present and its certain. The rewards comes later, if it all, and magnitude is generally uncertain.”
Pengerian investasi menurut Jogiyanto (2003 : 5), adalah sebagai berikut :
“Penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efesien selama periode waktu yang tertentu.”
Definisi diatas menyatakan bahwa investasi adalah komitmen atas dana yang ditanamkan dan diharapkan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang dari penanaman investasi tersebut, investasi meliputi proses yang berkenaan dengan bagaimana seharusnya investor membuat keputusan mengenai pemilihan sekuritas, seberapa ekstensi investasi sebaiknya dilakukan dan kapan sebaiknya investasi dilakukan..
Investasi merupakan penyaluran sumber dana yang ada sekarang dengan mengharapkan keuntungan dimasa yang akan datang dan tujuannya untuk
memperoleh penghasilan selama jangka waktu tertentu. Setiap investasi mempunyai tujuan yang sama yaitu suatu usaha untuk memperoleh pendapatan di masa yang akan datang dengan nilai yang lebih tinggi. Jalan untuk merencanakan dan melaksanakan investasi perlu dilakukan suatu rencana dan perhitungan yang matang karena didalam investasi adanya ketidakpstian sehingga dalam kegiatan investasi harus memutuskan berapa jumlah investasi yang ditanam dan dalam aset apa investasi tersebut dilakukan.
Dalam berinvestasi, investor perlu mengetahui jenis investasi yang dipilih agar imbal hasil yang didapat sesuai dengan apa yang diinginkan.
2.1.1.1 Jenis Investasi
Pada umumnya, bentuk investasi dikategorkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Investasi Riil
Investasi riil bentuk investasi yang ditanamkan investor ke dalam bentuk kekayaan riil atau bersifat berwujud seperti gedung, kendaraan, mesin, tanah dan sebagainya.
2. Investasi Finansial
Investasi finansial ialah kegiatan penanaman modal pada aset yang biasanya didokumentasikan dalam bentuk yang disahkan secara hukum. Contohnya seperti saham, obligasi dll, investasi finansial akan terjadi pada pasar uang maupun pasar modal.
Setelah memilih jenis investasi apa yang sesuai maka investor dapat melakasanakan tahapan-tahapan investasi. Untuk meminimalisasi risiko maka tahapan ini dilakukan secara berurutan.

2.1.1.2 Proses Investasi
Langkah-langkah dalam melakukan proses Investasi :
Menentukan kebijakan investasi
Investor perlu menentukan tujauan investasi yang ingin dicapai dan berapa banyak investasi tersebut akan dilakukan.
Analisis sekuritas
Analisis terhadap satu atau sekelompok sekuritas dengan dua cara yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental.
Pembentukan portofolio
Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih dan proporsi dana yang akan diinvestasikan pada sekuritas-sekuritas tersebut.
Revisi portofolio
Tahap ini merupakan pengulangan dari tiga tahap sebelumnya, dengan maksud kalau perlu bila dirasakan portofolio tidak lagi optimal maka dilakukan perubahan terhadap portofolio yang telah dimiliki.
Evaluasi
Dalam tahap ini investor melakukan penelitian terhadap kinerja pottofolio, baik dari aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun risiko yang ditanggung.
Agar Investasi yang dilakukan dapat meraih keuntungan maka diperlukan strategi, yaitu :


1. Buying and Holding
Memilih secara hati-hati saham yang tepat, kemudian tunggu. Investor jenis ini tidak peduli terhadap perubahan lain dipasar.
2. Swing Trading
Mengikuti perubahan yang terjadi di pasar. Berinvestasi jika harga turun besar dan siap meraih profit saat pasar membaik.
3. Go Getting
Memilih saham yang sedang action, oleh karena itu harus mengikuti keadaan pasar.
4. Sleepers
Memilih saham undervalue. Nanti saat disadari investor telah lebih dulu untung.
5. Sector Selection
Pemilihan saham per sektor, tidak memperhatikan perusahaan secara individu.
6. Unit Trust
Memilih saham melalui reksadana.
Dua unsur yang melekat pada setiap kegiatan investasi adalah hasil (return) dan resiko (risk). Dua unsur ini memiliki hubungan secara positif, artinya semakin tinggi resiko semakin besar pula hasil yang akan diperoleh dan sebaliknya
2.1.1.3 Risiko Investasi
Menurut Frank J. Fabozzi (2003:5) :
“ Expected return is the difference between potential benefits and potential costs. Risk is the degree of uncertainty associated with these expected returns.”
Investor yang melakukan kegiatan investasi di pasar modal menghadapi dua resiko investasi yang perlu diperhatikan. Pertama adalah resiko spesifik yang merefleksikan resiko perusahaan (emiten), kedua adalah resiko pasar yang merefleksikan kondisi atau resiko di luar perusahaan. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Bodie, Kane, dan Marcus (1999: 202) yang menyatakan :
“The risk that remains even after extensive divesification is called market risk, risk that is atributable to marketwide risk resource. Such risk is also called systematic risk, or nondiversifiable risk. In contrast, the risk that can be eliminate by diversificaion is called unique risk, firm specific risk, nonsystematic risk, or diversifiable risk ”

Resiko tidak sistematik (unsystematic Risk) atau resiko spesifik merupakan resiko unik suatu perusahaan. Resiko pada perusahaan tersebut dapat diimbangi dengan keadaan baik di perusahaan lain yang dapat didiversifikasi dalam portofolio. Sebaliknya, resiko sistematik (systematic Risk) atau resiko pasar tidak dapat didiversifikasi dalam portofolio. Resiko ini berasal dari kejadian-kejadian di luar perusahaan yang termasuk kejadian ekonomi (inflasi, penurunan kurs, SBI, dan lain-lain) maupun nonekonomi (politik, gangguan keamanan, kerusuhan sosial, dan lain-lain).
Berkaitan dengan resiko sistematik (systematic Risk) dalam kegiatan investasi di pasar modal, Bodie, Kane, dan Marcus (1999: 794) menyatakan :
“investment advisors also need special expertise concerning political risk, by which we mean the possibility of the expropriation of assets, change in tax policy, the institusion of retrictions on the exchange of foreign currency for domestic currency, or other change in the business climate of a country”

2.1.2 Pasar Modal
Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar konkret maupun abstrak yang mempertemukan pihak pemilik dana atau investor dengan pengguna dana atau emiten (perusahaan yang go public). Investor individual atau institusional menggunakan instrumen pasar modal untuk keperluan investasi sehingga memperoleh penghasilan (return) dan emiten memperoleh tambahan dana untuk meningkatkan aktivitas usahanya.
Berdasarkan Kamus Perbankan, defenisi pasar modal adalah sebagai berikut :
“Pasar yang merupakan sarana bagi perusahaan dan pemerintah untuk memperoleh dana jangka panjang dengan cara menjual saham atau obligasi.”
Definisi pasar modal berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1995 tentang pasar modal pasal 1 ayat 13 sebagai berikut :
“Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
Adapun yang dimaksudkan penawaran umum menurut undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1995 pasal 1 ayat 15 adalah :
“Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.”

Sedangkan efek menurut undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1995 pasal 1 ayat 5 adalah :
“Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivetif dari efek.”
Peran Bursa Efek :
· Menyediakan semua sarana perdagangan efek (fasilitator)
· Membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa
· Mengupayakan likuiditas instrumen
· Menyebarluaskan informasi bursa
· Mencegah praktik-praktik yang dilarang di bursa (kolusi, pembentukan harga yang tidak wajar, insider trading, dsb)
· Menciptakan instrumen dan jasa baru
Dengan demikian, bursa ini mirip dengan pengertian pasar pada umumnya. Perbedaannya adalah yang diperdagangkan efek(surat berharga tanda kepemilikan) terhadap perusahaan yang listing atau terdaftar di pasar modal dan khusus melalui anggotanya dengan aturan yang ditetapkan untuk fairness suatu transaksi.
Di Indonesia sampai saat ini dikenal dua bursa saham, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Bursa Efek Jakarta, fokus pada perdagangan saham dan waran untuk industri skala menengah ke atas. Sedangkan Bursa Efek Surabaya lebih pada saham skala kecil dan menengah, produk derivatif dan obligasi. Saat ini BES sedang mempersiapkan jenis perdagangan baru yang dikenal dengan istilah future index, dengan LQ45 sebagai parameternya.
Bursa lain yang ada di Indonesia adalah Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Bursa ini fokus pada sistem perdagangan berjangka baik komoditas maupun kontrak berjangka finansial.
2.1.3 Saham
Saham atau stock merupakan sebuah sertifikat kepemilikan atas perusahaan. Kepemilikan ini periodenya tergantung kepada pemegang saham tersebut bisa dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tetapi umumnya kepemilikan saham untuk kepentingan jangka panjang.
Definisi saham menurut Fabozzi (2003 : 9) adalah :
“The ownership of a corporation, also referred to as stock or equity,
is represented as shares of stock.”
Bursa merupakan pasar dimana saham diperdagangkan. Di Indonesia terdapat dua bursa yang memperdagangkan saham yang sama yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Saham yang diperdagangkan adalah saham yang telah menjalani sebuah proses penawaran ke publik dengan beberapa pihak ikut berpartisipasi untuk terjadinya penawaran saham tersebut ke publik. Setelah mendapatkan penawaran ke publik, maka sahamnya harus dicatatkan di BEJ dan atau BES.
Dengan tercatatnya saham di BEJ dan BES maka pemegang saham dapat menjual atau membeli kembali saham tersebut. Untuk membeli dan menjual, investor harus menghubungi perusahaan sekuritas yaitu perusahaan khusus perantara perdagangan efek karena mereka yang mempunyai hak untuk membeli dan menjual saham di BEJ dan atau BES.

Keuntungan dari berinvestasi di saham :
a. Deviden
Pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan
b. Capital Gain
Selisih antara harga beli dan harga jual. Umumnya pemodal dengan orentasi jangka pendek mengejar capital gain.
2.1.3.1 Jenis Saham
Pengelompokkan saham berdasarkan kepemilikan :
a. Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa mencerminkan kepemilikan terhadap suatu perusahaan dengan beberapa keistimewaan seperti memiliki hak suara (vote) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mendapatkan dividen pada akhir tahun, memiliki prioritas klaim terendah terhadap pendapatan dan aset perusahaan apabila likuidasi. Apabila perusahaan mengeluarkan satu kelas saham, biasanya dalam bentuk saham biasa.
b. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen merupakan saham dengan keistimewaan seperti memiliki prioritas pertama terhadap dividend dan klaim aset setelah pelunasan kewajiban perusahaan apabila terjadi likuidasi. Saham preferen ada yang bersifat komulatif (cumulative preferred stock), jenis ini akan memberikan hak kepada pemiliknya atas pembagian dividen yang bersifat kumulatif dalam jumlah tertentu. Pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara dalam RUPS.
c. Saham Treasuri (Treasury Stock)
Saham treasuri merupakan saham perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar (outstanding), kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan yang dapat dijual kembali.
Sedangkan pengelompokkan saham berdasarkan kapitalisasi pasar adalah :
a. Saham berkapitalisasi besar (big market capitalization)
Saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar diatas Rp.1 trilyun. Saham ini memberikan sumbangan sekitar 75% sampai 80% dari seluruh kapitalisasi pasar dengan jumlah saham lebih kecil dari 40 saham.
b. Saham berkapitalisasi menengah (medium market capitalization)
Saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar Rp.100 milyar sampai dengan kurang dari Rp.1 milyar. Saham ini memberikan sumbangan sekitar 15% sampai 17% dari seluruh kapitalisasi pasar dengan jumlah saham lsebanyak 145 saham.
c. Saham berkapitalisasi kecil (small market capitalization)
Saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar kurang dari Rp.100 milyar. Saham ini memberikan sumbangan sekitar 3% dari seluruh kapitalisasi pasar dengan jumlah saham sebanyak 150 saham.
Kapitalisasi pasar maksudnya nilai dari saham yang bersangkutan yang dihitung atas hasil perkalian jumlah saham dengan harga pasar dari jumlah saham yang bersangkutan. Pengelompokkan saham berdasarkan kapitalisasi pasar tersebut tergantung dari bursa yang bersangkutan, karena besarnya kapitalisasi pasar berbeda untuk setiap bursa yang disebabkan mata uang yang berbeda dan faktor lainnya. Untuk contoh di atas adalah saham yang terdapat pada BEJ.
Berdasarkan pengelompokkan saham ini, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ dapat dinaikkan atau diturunkan oleh saham-saham berkapitalisasi besar. Saham-saham yang dapat menaikkan atau menurunkan IHSG tersebut dikenal juga dengan Index Mover Stocks dan umumnya sebanyak 5 saham sampai 10 saham.
Untuk mendukung keputusan jual-beli saham atau bahkan kapan sebaiknya keluar-masuk dari bursa, maka para investor dapat memperhatikan beberapa analisis
2.1.3.2 Analisis Saham
Analisis yang dapat dilakukan investor diantaranya :
1. Analisis Fundamental
Analisis fundamental adalah teknik yang mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dan menghitung nilai intrinsik suatu saham dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental.
Analisis ini lebih melihat kinerja dari suatu perusahaan. Bagaimana propspek dari industrinya, penjualan dan pendapatan operasional, pendapatan laba, dsb. Investor bisa melihatnya dari laporan keuangan yang secara rutin dikeluarkan. Dalam hal laporan keuangan, analisis akan mengetahui perkembangan dan kondisi perusahaan. Investor perlu menganalisis laporan keuangan perusahaan, karena kondisi keuangan perusahaan akan mempengaruhi kemampuannya untuk membagikan dividen.
Analisis dapat menghitung rasio-rasio keuangan yang berkaitan dengan liquiditas, rentabilitas, efisiensi maupun struktur modal. Dengan analisis tersebut dapat diketahui laba perusahaan yang dapat mempengaruhi nilai suatu saham. Pada analisis mengenai siklus industri digunakan untuk menentukan apakah perusahaan dalam posisi pertumbuhan awal, ekspansi, kejenuhan atau pertumbuhan akhir.
Sumber informasi dalam melakukan analisis fundamental adalah laporan keuangan yang menggambarkan aspek-aspek fundamental perusahaan. Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi dan laporan perubahan kekayaan perusahaan, walaupun dalam prakteknya sering diikut sertakan beberapa daftar yang bersifat untuk memperoleh kejelasan lebih lanjut. Misalnya laporan perubahan modal kerja, laporan arus kas maupun perhitungan harga pokok.
2. Analisis Teknikal
Analisis teknikal adalah analisis yang menggunakan data pasar dari saham
misalnya harga dan volume transaksi saham. untuk menentukan nilai saham dengan memerhatikan perubahan harga sekuritas, juga mendasarkan diri pada pola-pola pergerakan harga saham dari waktu ke waktu, dengan asumsi :
a. Nilai pasar barang dan jasa, ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran
b. Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional.
c. Harga-harga sekuritas secara individual dan nilai pasar secara keseluruhan cenderung bergerak mengikuti suatu trend selama jangka waktu yang relatif panjang.
d. Trend perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah, karena perubahan hubungan permintaan dan penawaran. Hubungan-hubungan tersebut akan bisa dideteksi dengan melihat diagram yang terjadi.
Analisis ini lebih menekankan kecenderungan harga suatu saham di masa yang akan datang dengan menggunakan pergerakan harga dan volume yang diperdagangkan di masa-masa yang lalu.
Tujuan dari analisis teknikal pada dasarnya untuk menentukan kapan akan membeli atau menjual saham dengan melihat indikator-indikator teknis maupun menggunakan analisa grafis. Beberapa indikator yang sering digunakan adalah moving average, new high and lows, volume perdagangan dan short-interest ratio. Penggunaan grafis sebagai media analisa diharapkan dapat turut mengidentifikasi berbagai pola seperti key reversals, head and shoulders, triple tops, ascending and descending triangles dan sebagainya.
Para analisis teknikal percaya bahwa investor akan bisa memperoleh abnormal return jika investor mampu mengakses informasi secara cepat, punya kemampuan analisis yang tinggi dan punya insting yang tajam atas apa yang akan terjadi terhadap harga pasar jika ada informasi baru, hal inilah yang menjadi keuntungan dalam analisis teknikal.
2.1.4 Indeks Saham
Dalam kegiatan investasi, bentuk informasi historis yang tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham dimasa lalu adalah suatu indeks harga saham dengan deskripsi harga-harga saham pada suatu waktu atau periode tertentu. Metodologi pencatatan dan penyajian informasi berdasarkan angka indeks dapat dikembangkan dengan berbagai variasi sesuai tujuannya.
Di pasar modal sebuah indeks diharapakan memiliki lima fungsi (Sumantoro, 1990):
1. Sebagai indikator trend pasar
2. Sebagai indikator tingkat keuntungan
3. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio
4. Memfasilitasi pembentukkan portafolio dengan strategi pasif
5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.
Ada beberapa macam pendekatan atau metode penghitungan yang digunakan untuk menghitung indeks, yaitu: (1) menghitung rata-rata (average method) harga saham yang masuk dalam anggota indeks, (2) menghitung geometric mean dari indeks individual saham yang masuk anggota indeks, (3) menghitung rata-rata tertimbang nilai pasar (weighted average method). Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek Jakarta.
Di BEJ terdapat lima jenis Indeks Harga Saham, yaitu :
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Pada tanggal 1 April 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan pertamakalinya sebagai indikator pergerakan harga saham. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Hari dasar perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut indeks ditetapkan 100 dengan jumlah saham tercatat 13 saham (emiten).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah gambaran secara keseluruhan harga-harga saham di suatu bursa pada waktu tertentu. IHSG merupakan salah satu indikator terbaik untuk menilai kepercayaan masyarakat terutama investor terhadap perekonomian suatu negara dan kinerja pasar modal khususnya. Indeks ini merupakan suatu indikator yang secara umum mencerminkan kecenderungan pergerakan harga saham dan sentimen pasar terhadap prospek dunia usaha di dalam negeri.
IHSG dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
dimana; NP : Nilai Pasar, yaitu kumulatif jumlah saham hari ini dikali
harga pasar hari ini (kapitalisasi pasar)
ND : Nilai Dasar, yaitu kumulatif jumlah saham pada hari dasar
dikali harga dasar pada hari dasar (10 Agustus 1982)
Pergerakan IHSG sangat dipengaruhi oleh saham-saham berkapitalisasi pasar yang besar. Karena hal ini maka Bursa Efek Jakarta memperkenalkan Indeks LQ45 yang terdiri dari saham-saham paling berpengaruh.
2. Indeks LQ45
Indeks LQ45 hanya terdiri dari 45 saham yang telah terpilih melalui berbagai kriteria pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Saham-saham pada indeks LQ45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut :
1. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir.
2. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir)
3. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan
4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler.
Saham-saham yang termasuk didalam LQ45 terus dipantau dan setiap 6 bulan akan diadakan review (awal Februari, dan Agustus). Apabila ada saham yang sudah tidak masuk kriteria maka akan diganti dengan saham lain yang memenuhi syarat. Pemilihan saham-saham LQ45 harus wajar, oleh karena itu BEJ mempunyai komite penasehat yang terdiri dari para ahli di BAPEPAM, Universitas, dan Profesional di bidang pasar modal.
3. Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS)
Indeks sektoral BEJ yang diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 ini adalah merupakan sub indeks IHSG. Saham-saham yang tercatat di BEJ dikelompokan kedalam 9 sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEJ (JASICA = Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Hari dasar perhitungan indeks sektoral ini adalah tanggal 28 Desember 1995 dengan nilai awal indeks 100.
Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor, yaitu:
a. Sektor-sektor pertanian (ekstraktif)
1) Pertanian
2) Pertambangan
b. Sektor-sektor sekunder (industri manufaktur)
3) Industri Dasar dan Kimia
4) Aneka Industri
5) Industri Barng Konsumsi
c. Sektor-Sektor Tersier (Jasa)
6) Properti dan Real Estate
7) Transpotasi dan Infrastruktur
8) Keuangan
9) Perdagangan, jasa dan investasi
4. Indeks Harga Saham Individual (IHSI)
Indeks harga saham individual menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham sampai tanggal tertentu. Pergerakan harga saham tersebut disajikan setiap hari berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu yang dapat mencerminkan suatu nilai untuk mengukur kinerja suatu saham. Harga dasar suatu saham adalah sebesar harga perdana, sehingga indeks saham individu pada awalnya sebesar 100%. IHSI pertama kali diperkenalkan pada tanggal 15 April 1983 dan mulai dicantumkan dalam daftar kurs efek harian sejak 18 April 1983
Jakarta Islamic Index (JII)
Jakarta Islamic Index (JII) merupakan produk yang dikeluarkan Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) dalam rangka pengembangan pasar modal syariah dengan tujuan menarik kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi secara syariah. JII terdiri dari 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai syariah Islam dengan penentuannya melibatkan pihak Dewan Pengawasan Syariah DIM. JII dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolak ukur (bencmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham yang berbasis syariah.
Saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah Islam seperti:
· Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
· Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
· Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
· Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
Setelah mengetahui imbal hasil yang bisa didapat dari saham-saham berbagai sektor, maka investor perlu mengamati risiko yang dapat mempengaruhi harga saham yaitu variabel makroekonomi diantaranya adalah tingkat suku bunga SBI, kurs, dan jumlah uang beredar..
2.1.5 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah sertifikat atas unjuk yang diterbitkan bank sentral (Bank Indonesia) dengan nilai nominal. Bagi bank Indonesia, SBI adalah sekuritas dalam rangka melaksanakan kebijakan moneter melalui operasi pasar terbuka (open market operation). Bila jumlah uang beredar ingin dikurangi, Bank Indonesia menjual SBI. Begitu sebaliknya. Agar minat membeli SBI semakin tinggi, Bank Indonesia dapat menaikkan tingkat suku bunga SBI atau sebaliknya. Mengingat risiko SBI sangat kecil (paling kecil), biasanya tingkat bunga SBI paling rendah diantara instrumen pasar uang lainnya. Karena itu bila Bank Indonesia menaikkan tingkat bunga SBI maka tingkat bunga tabungan juga akan naik, agar nasabah perbankan tidak memindahkan depositonya ke SBI (Manurung, 2004:92).
Tingkat suku bunga SBI adalah tolak ukur tingkat suku bunga nasional, muncul sebagai hasil lelang antara Bank Indonesia dengan para investor. Tingkat suku bunga SBI dipengaruhi secara langsung oleh inflasi. Ketika inflasi naik, maka otomatis tingkat suku bunga SBI pun akan naik untuk menjaga jumlah uang beredar dan kestabilan moneter.
. Tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia adalah hasil rata-rata tertimbang ( weighted average ) dan tingkat diskonto yang ditawarkan pasar pemilik SBI. Tingkat suku bunga SBI dijadikan patokan suku bunga perbankan dan merupakan acuan bagi tingkat pengembalian yang didapatkan investor apabila berinvestasi pada investasi yang bebas risiko.
Perhitungan SBI dapat dilakukan menggunakan persamaan:
SBI =
Dimana:
SBI : Tingkat Bunga SBI
Wi : Proporsi Penawaran Peserta Lelang Dalam Memenuhi Target
Lelang.
Di : Tingkat Diskonto
Perhitungan diskonto dilakukan atas dasar rumus diskonto murni ( true discount), yang mana pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. Rumus Perhitungan sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
360 + (Tingkat Diskonto x Jangka Waktu) Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Nilai Tunai =
Tujuan bagi investor baik bank maupun lembaga keuangan lainnya membeli SBI adalah sebagai akibat kelebihan dana yang tidak disalurkan untuk sementara waktu, namun jika pihak investor memerlukan dana kembali, maka dengan mudah SBI dapat diperjualbelikan kepada pihak Bank Indonesia atau pihak lainnya
2.1.5.1 Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham
Secara teoritis, tingkat suku bunga berpengaruh terhadap pasar modal seperti yang diungkapkan oleh Tandeillin (2001) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang meningkat dapat menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya berupa tabungan ataupun deposito. Penarikan investasi secara bersama-sama akan menurunkan angka indeks harga saham
Sementara penelitian lain menggunakan uji tes Granger-Sims pada data mingguan untuk periode 1980 – 1986, kausalitas ditemukan antara suku bunga denagn harga saham tetapi tidak sebaliknya di Amerika Serikat (Hashemzadeh dan Taylor, 1988). Cheung (1990), menggunakan data bulanan untuk periode 1984-1989 di Hong Kong, menemukan terjadinya hubungan satu arah secara acak antara harga saham dengan suku bunga (HIBOR) tanpa adanya kausalitas...
2.1.6 Kurs
Kurs adalah jumlah satuan / unit dari mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit / satuan jenis mata uang lainnya. Menurut Madura (2000) mengartikan kurs sebagai nilai atau harga dari mata uang suatu negara dalam satuan unit terhadap mata uang dari negara lain. Lain halnya dengan Shapiro (1999) dengan tegas kurs dijabarkan sebagai harga pasar yang akan menyamakan permintaan dan penawaran dalam pasar valuta asing.
Dengan kata lain, jika menghitung nilai tukar rupiah per dolar, maka dapat menggunakan persamaan :
R =
Dimana :
R = Nilai Tukar
Rp = Mata Uang Domestik ( Rupiah )
$ = Mata Uang Asing ( Dolar AS )
Ada beberapa definisi tentang kurs (nilai tukar). Suatu mata uang sebagaimana dikatakan oleh Samuelson (1995:668) yang mengatakan “The price of one unit of foreign currency in terms of domestic currency is determinated, and the price is called the foreign exchange rate.”
Sedangkan Shapiro (1999:33) mengatakan “exchange rate are market clearing price that equilibrium supplies and demand in foreign exchange market.”
Sementara Rodriguez (1984:91) mengatakan perihal kurs “A foreign exchange quotation is the price of a currency expressed in the terms of another currency.”
Terdapat 2 macam kurs, yaitu:
1. Kurs Nominal ( Nominal Exchange Rate )
Harga relatif dari mata uang dua negara. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs“ diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.


Kurs Riil ( Real Exchange Rate ),
Harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Terkadang kurs riil juga disebut dengan terms of trade. Jika kurs riil adalah tinggi, barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Sebaliknya jika kurs adalah rendah, barang-barang luar negeri relatif mahal dan barang-barang domestik relatif murah.
Terdapat pula beberapa jenis kurs atau nilai tukar di pasar valas, yaitu :
1. Kurs Spot ( Spot Rate )
Dalam mendefinisikan kurs spot, dikutip pendapat dari Madura (2000) yang menyatakan bahwa kurs spot merupakan nilai tukar berjalan suatu valuta.
Menuurut Rodriguez dan Carter dalam “International Fianancial Management”
“ The Exchange rate at which this currency is bought and sold in the spot exchange market is spot rate” (Rita M Rodriguez / E. Eugene Carter, 1984 : 89 )
Sedangkan Salvatore mendefinisikan sebagai “Kurs yang digunakan sebagai landasan transaksi spot” (Salvatore, diterjemahkan Drs. Haris Munandar, 1997 : 18)
2. Kurs Forward ( Forward Rate )
Menurut Rodriguez dan Carter :
“The Exchange rate at which this currency is bougt and sold in the forward exchange market is forward rate.”(Rita M Rodriguez / E. Eugene Carter, 1984 : 89 )
Sedangkan Salvatore mendefinisikan sebagai “kurs yang disepakati hari ini namun berlaku di beberapa waktu kemudian.” (Salvatore, diterjemahkan Drs. Haris Munandar, 1997 : 18)
Madura (2000) menjelaskan pendapatnya mengenai pengertian kurs forward sebagai nilai tukar suatu valuta dengan valuta lain pada suatu waktu di masa depan yang dikuotasikan oleh bank-bank.
2.1.6.1 Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Indeks Harga Saham
Suatu penelitian mengenai pengaruh nilai tukar terhadap harga saham di Hong Kong yang dilakukan oleh Henry M.K. Mok (1993) menemukan bahwa nilai tukar mempengaruhi harga saham, tetapi peningkatan harga saham juga dapat mempengaruhi hubungan positif terhadap nilai tukar. Hal ini berarti jika dolar Hong Kong mengalami depresiasi, harga saham menurun demikian juga sebaliknya.
Nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh utama terhadap perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor. Depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi yang akan berdampak kepada penurunan profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang mengandalkan ekspor juga sangat rentan terhadap nilai tukar, depresiasi nilai tukar justru akan berdampak terhadap naiknya profitabilitas, karena harga produksi menjadi lebih murah dalam pasar internasional.
Harga saham dapat terpengaruh oleh fluktuasi kurs melalui tindakan investor asing yang mana keputusan investasinya dipengaruhi oleh kondisi kurs. Investor asing akan tertarik untuk berinvestasi ketika kurs rupiah terhadap dolar AS melemah dan ada kecenderungan untuk naik.
Selain itu bergejolaknya kurs mata uang akan mendorong investor untuk tidak menginvestasikan dananya di pasar modal melainkan investor akan menginvestasikan uangnya pada transaksi valas.
Terdapat kemungkinan jika terjadi perubahan harga mata uang asing dalam satuan mata uang domestik. Perubahan ini dimanfaatkan oleh para pemodal untuuk lebih berkonsentrasi pada transaksi di valas. Jika bisa mendatangkan keuntungan yang menarik akan mengakibatkan kegiatan transaksi di lantai bursa menjadi berkurang, karena mereka menganggap lebih menguntungkan berspekulasi pada gejolak kurs mata uang asing tersebut dan mengakibatkan indeks harga saham menjadi turun, sebaliknya jika kurs valuta asing stabil maka yang mereka lakukan pada kurs yang stabil kurang menguntungkan, sehingga mereka tetap melakukan perdagangan dengan tenang dan indeks menjadi stabil.
Menurut Dimitrova (2005), dalam jurnal yang berjudul “The Relationship between Exchange Rates and Stock Prices: Studied in a Multivariate Model”, Disebutkan :
“This study developed the hypothesis that there is a link between the foreign exchange and stock markets. I asserted this link is positive when stock prices are the lead variable and likely negative when exchange rates are the lead variable. I found some support for these propositions in past literature. I developed a multivariate simultaneous equation model that allowed to study the relationship in the context of a theoretically sound, structural macroeconomic framework.”

ia juga menyebutkan bahwa :

“The empirical results were somewhat weak. I find support for the hypothesis that a depreciation of the currency may depress the stock market”
Selain itu menurut Suad Husnan :

“Bagi Investor asing perubahan kurs valas merupakan risiko tersendiri yang harus diperhatikan karena diperkirakan bahwa standar deviasi tingkat keuntungan yang diperoleh investor asing akan cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan investor domestik. Dapat saja suatu investasi dianggap memberikan keuntungan negatif.penyebabnya adalah merosotnya nilai rupiah dibandingkan dengan nilai uangnya.” (Suad Husnan, 2001: 149)

Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa nilai tukar dapat mempengaruhi harga saham karena berfluktuasinya nilai tukar merupakan resiko tersendiri bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di pasar modal, terutama bagi investor asing, dimana investor asing harus mengkalkuasikan kembali pengembalian yang ia peroleh dari investasi yang dilakukan ke dalam mata uang asalnya.
2.1.7 Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar dapat didefinisikan dalam beberapa arti yaitu pertama, dalam arti sempit (narrow money). Jumlah uang beredar (M1) didefinisikan sebagai jumlah seluruh uang kartal yang dipegang anggota masyarakat (the non-bank public) dan uang giral yaitu saldo rekening bank yang dimiliki oleh perorangan pada bank-bank umum dan dapat dipakai sewaktu-waktu. Dalam kepustakaan ekonomi moneter rumusan dari M1 ini adalah :
M1 = K + D
Dimana: M1 = uang beredar dlm arti sempit
K = uang kartal
D = uang giral
M1 ini dapat dipakai sebagai alat pembayaran setiap saat dan tidak terikat oleh waktu sehingga M1 lebih dikenal sebagai uang beredar.
Kedua, dalam arti luas (broad money). Jumlah uang beredar (M2) didefinisikan sebagai penjumlahan dari uang beredar dalam arti sempit dengan uang kuasi. Uang kuasi ini terdiri dari deposito berjangka, tabungan penduduk pada bank umum baik dalam rupiah maupun valuta asing. Jadi M2 adalah M1 ditambah uang kuasi (quasy money). Dan M2 ini sering pula dikenal sebagai likuiditas perekonomian. Rumusan dari M2 ini adalah :
M2 = M1 + T
Dimana :
T = saldo deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat pada bank.
M1 = uang beredar dlm arti sempit
Namun dalam keadaan tertentu narrow money mungkin tidak berkembang sejalan broad money, seperti misalnya pada awal tahun 70-an di Indonesia. Pada waktu itu broad money meningkat lebih cepat daripada narrow money karena kenaikan yang mencolok dari deposito berjangka di bank-bank. Salah satu sebabnya adalah adanya aliran uang masuk dari luar negeri karena tingkat bunga deposito di Indonesia sangat tinggi. Perubahan kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang bisa pula mempengaruhi perkembangan masing-masing konsep uang beredar secara berbeda.
Ada lagi pengertian yang lain, yaitu M3. Adalah M2 ditambah dengan deposito berjangka dengan jumlah besar. Pasar uang antar bank berjangka, surat berharga, pasar uang yang dikuasai oleh lembaga (institution only money market kutual funds). Jumlah uang beredar yang dimaksud dalam penelititan ini adalah uang beredar dalam arti luas atau M2.
2.1.7.1 Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks Harga Saham
Penelitian yang dilakukan oleh. Hafer (1986) menggunakan jumlah uang beredar mingguan untuk menguji baik terantisipasi atau tidak terantisipasi pertumbuhan jumlah uang beredar. Hafer menemukan bahwa perubahan keuangan yang terantisipasi tidak memiliki dampak terhadap harga saham, sementara perubahan positif keuangan yang tidak terantisipasi memiliki dampak yang signifikan.
Sementara Reilly (1989), mengemukakan bahwa perubahan jumlah uang beredar negara akan menyebabkan perubahan terhadap harga saham. Hal ini berarti perubahan harga saham akan merespon gangguan moneter dengan adanya lag(kelambanan). Rogalski dan Vinso menemukan {1963-1974} tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar terintegrasi ke dalam return ekuitas sebagaimana yang terdapat dalam teori portofolio moneter. Jumlah uang beredar mempengaruhi harga saham dan terdapat kausalitas keduanya..
Beberapa penelitian lain yang dilakukan di Amerika Serikat salah satunya menyimpulkan bahwa pada data bulanan, perubahan jumlah uang beredar tidak memiliki hubungan dengan performansi indeks harga. Meskipun mencapai kuarter pertama tidak terlihat adanya suatu. korelasi. Tetapi ketika peneliti memfokuskan kepada data 12 bulanan, ia menemukan adanya korelasi yang secara statistic signifikan antara tidak hanya M2 tetapi juga M3 terhadap return pasar saham selama 12 bulan tersebut. Terdapat korelasi berlawanan yang kuat antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan return pasar saham.
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam melakukan investasi para investor tidak begitu saja menanamkan modalnya kepada asset tertentu, malinkan harus dengan pertimbangan dan analisis-analisis tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Suad Husnan (2001:48)
“Analsis tehadap satu atau kelompok sekuritas. Caranya melalui dua metode yaitu melalui analiss teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal melakukan analisis berdasarkan tren harga sekuritas masa lalu melalu grafik atau media lain. Sedangkan analisis fundamental melakukan analisi sekuritas berdasarkan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi perusahaan, ataupun sektor usaha tersebut.”

Analisis dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh return dan risiko yang optimum. Watson dan Brigham mengemukakan
“Investment risk that is related to the probability of actually earning less than the expected return the greater the chance of low or negative returns.”.
(Watson & Brigham, 1993:143)
Berkaitan dengan investasi di pasar modal maka risiko adalah kemungkinan kegagalan memperoleh deviden dan capital loss. Ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhi risiko investasi, baik yang berasal dari internal perusahaan (emiten) ataupun eksternal perusahaan.
Risiko yang berasal dari internal perusahaan hanya akan mempengaruhi satu atau sedikit perusahaan biasanya berkaitan dengan kinerja perusahaan yang bersangkutan dan disebut sebagai unique risk atau unsystematic risk. Unique risk ini dapat diminimalisir dengan cara diversivikasi yaitu penyebaran investasi ke dalam sekuritas yang beragam. Sedangkan risiko yang berasal dari luar perusahaan dan mempengaruhi semua ataupun banyak perusahaan, biasa disebut systematic risk. Systematic risk ini berkaitan dengan banyak hal diantaranya adalah faktor-faktor makroekonomi, dan faktor-faktor eksternal lainnya seperti kondisi politik, kebijakan pemerintah, hukum, dan lain-lain.
Pergerakan harga saham di pasar modal Bursa Efek Jakarta (BEJ) dapat dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) yang merupakan rata- rata tertimbang dari harga seluruh saham perusahaan pada bursa saham. IHSG merupakan ringkasan dari dampak simultan atas berbagai macam faktor yang berpengaruh, terutama fenomena-fenomena ekonomi, bahkan dewasa ini indeks harga sahan dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai landasan statistik atas kondisi pasar terakhir. Dengan mengkaji perilaku IHSG, seorang investor akan memperoleh gambaran mengenai kinerja berbagai saham.
Pergerakan harga saham IHSG tersebut akan mepengaruhi Indeks Harga Saham yang dalam hal ini adalah Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS), karena pada dasarnya angka indeks harga saham sektoral didapat dari harga saham yang telah disusun berdasarkan klasifikasi jenis usaha yang dijalankan perusahaan-perusahaan dan dihitung sedemikian rupa sehingga menjadi trend. Salah satu sektor yang diteliti adalah sektor properti dan real estat.
Penelitian yang dilakukan selama dua belas tahun dari tahun 1988-200 oleh Tien Foo Sing (2001), dalam jurnal yang berjudul “Dynamics of the Condominium Market in Singapore”, disebutkan :

“Government, financial institutions, firms, households, and developers are five key players in the real estate market. The roles of government are mainly regulatory and supervisory in nature. The government ensures that the development planning and control mechanisms are properly implemented and enforced. It also sets and manages macro-economic policies to enable efficient operations of the economic activities.”

Berikut ini adalah struktur yang digambarkan oleh Tien :
Gambar 2.1
Condominium Housing Market in Singapore
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa Pemerintah melalui kebijakannya makroekonominya berpengaruh terhadap perusahaan, pengembang, rumah tangga dan institusi keuangan. Kebijakan tersebut dapat berimbas kepada pasar modal sektor properti melalui institusi keuangan dan perusahaan. Juga secara tidak langsung dapat melalui pengembang dan rumah tangga.
Kesimpulan yang diambil dari penelitian tersebut adalah model dinamis mengambarkan adanya pengaruh variabel makroekonomi yang membentuk interaksi keseimbangan pasar terhadap perusahaan, pengembang, rumah tangga dan institusi keuangan. Variabel makroekonomi yang terdapat pada penelitian tersebut adalah GDP, jumlah uang beredar, pajak, suku bunga, kurs, cadangan luar negeri dan inflasi.
Sedangkan penelitian yang akan diuji ini hanya terfokus pada beberapa faktor makroekonomi, diantaranya adalah tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar.
Variabel kurs rupiah terhadap dolar AS diyakini mempengaruhi kinerja perusahaan apalagi perusahaan yang dalam operasinya banyak menggunakan dolar, menggunakan bahan baku impor, dan memiliki utang dalam mata uang dolar. Harga saham akan bergerak seiring dari kinerja perusahaan berkaitan dengan nilai tukar rupiah per dolar AS. Depresiasi nilai tukar dapat menurunkan pasar modal. Seperti yang dikemukakan oleh Dimitrova (2005), dalam jurnal yang berjudul “The Relationship between Exchange Rates and Stock Prices: Studied in a Multivariate Model”, disebutkan :
“The empirical results were somewhat weak. I find support for the hypothesis that a depreciation of the currency may depress the stock market”
Dengan melemahnya Rupiah maka tingkat suku bunga SBI akan dinaikkan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi beredarnya jumlah Rupiah agar nilainya tidak terus menurun. Tingkat SBI yang semakin tinggi akan diikuti oleh bank-bank baik pemerintah maupun swasta untuk menaikkan tingkat suku bunga pinjaman. Sektor properti sangat tergantung pada suku bunga pinjaman. Perusahaan yang tergabung di sektor properti dan real estat akan sulit untuk mengembalikan tingkat pinjaman sehingga kinerja perusahaan tersendat dan akibatnya investor enggan untuk menanamkan modalnya di sektor properti dan harga saham perusahaan akan menurun.
Sementara peranan jumlah uang beredar juga menentukan perubahan harga saham seperti yang dikemukakan oleh Reilly (1989)
“… that the money supply can be used as an indicator of stock price
changes.”
Henry MK. Mok (1993) – menggunakan pendekatan ARIMA – menemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan yang terjadi antara harga saham, suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar terhadap harga saham. Tetapi kesimpulan dari studi ini masih meninggalkan perdebatan. Studi mengenai harga saham dan jumlah uang beredar diantaranya Rogalski and Vinso (1977), menggunakan data bulanan selama periode 1963-1974, Hashemzadeh dan Taylor (1988), menggunakan data mingguan selama periode 1981-1986, menemukan kausalitas bi-directional antara jumlah uang beredar dan return harga saham. Di lain pihak, Ho's (1993) menggunakan data bulanan selama periode 1975-1979 menyimpulkan kausalitas unidirectional dari M2 terhadap harga saham di Hong Kong.
Namun, untuk saham-saham sektor properti karakteristiknya agak berbeda sebab saham-saham ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai kurva keseimbangan seperti yang dijelaskan dalam model dinamis,. Untuk itu perlu digunakan suatu metode yang dapat menjelaskan hubungannya dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari penelitian di Korea yang berjudul Cointegration And Causality Between Macroeconomic Variables And Stock Market Returns yang dilakukan oleh Chung S Kwon dan Thai S Shin menjelaskan bahwa tes kointegrasi dan model koreksi kesalahan (error correction model) menggambarkan indeks harga saham terkointegrasi dengan suku bunga harian, nilai tukar dan GDP yang memberikan hubungan keseimbangan jangka panjang dengan indeks harga saham
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah fenomena perubahan tingkat suku bunga SBI, nilai tukar dan jumlah uang beredar berpengaruh terhadap indeks sektor properti dan real estat di Bursa Efek Jakarta.
Dari kerangka pemikiran yang telah diuraikan, dapat digambarkan dalam bagan kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:

___ Faktor yang diteliti
---- Faktor yang tidak diteliti
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pemikiran


2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan hipotesis-hipotesis yang akan dianalisis, sehingga diharapkan dapat memberi jawaban terhadap indentifikasi masalah.
Hipotesis yang yang ingin dibuktikan melalui penelitian ini diformulasikan dengan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1), apabila Hipotesis nol ditolak maka otomatis hipotesis alternatif tidak ditolak. Adapun Hipotesis itu adalah sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh tingkat suku bunga SBI, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan jumlah uang beredar yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Jakarta periode 2000-2005
2. Terdapat pengaruh tingkat suku bunga SBI yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Jakarta periode 2000-2005.
3. Terdapat pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Jakarta periode 2000-2005.
4. Terdapat pengaruh jumlah uang beredar yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti di Bursa Efek Jakarta periode 2000-2005.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Yang Digunakan
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif dan verifikatif, deskriptif yaitu penelitian yang dimulai dari mengumpulkan, menginventariskan, mengolah data hingga menyajikan hasil yang disertai dengan intrepertasi sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan yang diteliti. Sedang disebut verifikatif karena penelitian ini juga dilakukan untuk menguji hipotesis.
3.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel indeks harga sektor properti dinyatakan sebagai variabel Y. Sedangkan tingkat suku bunga dinyatakan sebagai variabel X1, nilai tukar rupiah terhadap dolar sebagai variabel X2 dan jumlah uang beredar dinyatakan sebagai variabel X3. Variabel X merupakan variabel independent yang mempengaruhi variabel Y, sedangkan variabel Y merupakan variabel dependent yang dipengaruhi oleh variabel X.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
No
Variabel Pokok
Konsep Variabel
Indikator
Skala
1.
Indeks Harga Sektor Properti dan Real Estat
(Y)
Besarnya indeks harga sektor properti dan real estat
rasio
2.
Tingkat Suku Bunga SBI
(X1)
Besarnya tingkat suku bunga SBI
rasio
3.
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
(X2)
Besarnya nilai tukar satuan unit mata uang dolar AS dihitung dengan mata uang rupiah
Rupiah/USD
rasio
4
Jumlah Uang Beredar
(X3)
Banyaknya jumlah uang beredar per bulan
M2 = M1 + T
rasio

3.3 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder, dimana data sekunder ini, yang didapat dari media cetak maupun media elektronik yaitu website instansi. Sumber-sumber datanya, yaitu :
1. Data Indeks Harga Saham Sektoral diperoleh dari PT Bursa Efek Jakarta.
2. Data tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan jumlah uang beredar didapat dari perpustakaan Bank Indonesia.
3. Sumber-sumber lain yang diperoleh melalui majalah, makalah dan jurnal penelitian yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik-teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data berupa :
1. Studi Kepustakaan, berupa kegiatan mempelajari dan mengkaji sejumlah literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel, majalah maupun media lainnya, yang mengandung informasi terkait dengan masalah yang diteliti. Hal ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi yang bersifat teoritis pada penelitian ini sebagai landasan teori.
2. Pengumpulan Data Sekunder, berupa kegiatan untuk mengumpulkan data melalui observasi langsung berupa kunjungan langsung ke PT Bursa Efek Jakarta dan media publikasi lainnya.

3.5 Teknik Pengolahan Data
Merupakan pendekatan kuantitatif dengan penekanan pada hal-hal yang berhubungan dengan angka dan rumus tertentu. Untuk mempermudah, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan Eviews 4.1.
3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
Analisis dilakukan pada fungsi matematis antara variabel-variabel yang diduga mempengaruhi indeks harga dengan menggunakan model kointegrasi dan model dinamis Error Correction Mechanism (ECM).
3.6.1 Model Ekonometrika
Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model persamaan tunggal (linear equation model). Model persamaan ekonometrika adalah sabagai berikut:
dimana:
Ln : indeks harga sektor properti dan real estat pada periode t
Ln : suku bunga SBI pada periode t
Ln : nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode t
Ln : jumlah uang beredar pada periode t
: koefisien regresi
: residual pada periode t
Penelitian yang menggunakan data time series akan menghadapi masalah yang tidak dihadapi oleh penelitian yang menggunakan data Cross-section: (1) antar variabel time series dapat mempengaruhi lainnya dengan lag waktu; dan (2) Apabila variabel-variabel adalah nonstasioner, masalah spurious regression dapat terjadi.
Pengujian keberadaan spurious regression dapat dilakukan dengan dengan pengujian stasionaritas data melalui uji akar-akar unit (unit roots test). Apabila variabel yang diamati stasioner pada derajat yang sama, maka dapat dilakukan regresi kointegrasi guna menguji residual apakah stasioner/tidak dan langkah ini dikenal sebagai uji kointegrasi.
3.6.2 Analisis Kointegrasi (Gujarati, 2003:822-824)
Analisis kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan pada persamaan 3.1, yaitu dengan cara menguji stasionaritas error term-nya. Dalam penelitian ini, metode estimasi hubungan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode Johansen. Persamaan yang digunakan adalah:
ΔUt = ρUt-1 + ut ………………………………............……………...... 3.2
Hipotesis untuk pengujian kointegrasi adalah:
Ho : ρ = 0, variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi
H1 : ρ ≠ 0, variabel-variabel dalam model terkointegrasi
Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak stasioner dapat terjadi kointegrasi jangka panjang antara tiap variabel yang diuji. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah Pertama :
Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan model Ordinary Least Square (OLS) dari X terhadapY dan peroleh nilai residualnya.
Yt = α0 + α1 Xt1 + α2 Xt2 + ut
Langkah Kedua :
Lakukan uji stasioneritas (Unit Root Test) pada residual menggunakan ADF critical value.
Apabila hipotesis Unit Root ditolak maka disimpulkan bahwa Y dan X terkointegrasi dan apabila hipotesis unit root tidak ditolak, maka kointegrasi tidak terjadi.
3.6.3 Model Dinamis ECM (Error Correction Mechanism) (Gujarati, 2003:824-830)
Adanya keseimbangan dalam jangka panjang dalam suatu model estimasi tidak selalu mencerminkan adanya keseimbangan dalam jangka pendek. Karena dalam jangka pendek, pergerakan dari setiap variabel mungkin saja akan menyimpang dari keseimbangan jangka panjangnya yang diakibatkan oleh faktor ekonomi ataupun faktor non ekonomi. Oleh karenanya sebelum melakukan estimasi ECM, harus dipastikan Y dan X terkointegrasi.
Apabila hubungan variabel terkointegrasi, yang berarti di dalam jangka panjang akan tercapai kondisi keseimbangan, maka error (deviasi) jangka pendek tersebut akan terkoreksi untuk kembali pada keseimbangan jangka panjangnya. Proses koreksi ini secara ekonometrika disebut sebagai mekanisme koreksi kesalahan/ error correction mechanisms (ECM), yang dapat diuraikan dalam langkah sebagai berikut:
Persamaan 3.1 diestimasi menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Kemudian diperoleh nilai residual (ut), selanjutnya dihitung nilai ut-1 yang akan digunakan sebagai explanatory variable ECTt-1 pada persamaan ECM menurut persamaan:
dimana:
LnIDXt : indeks harga sektor properti dan real estate pada periode t
LnIRt : suku bunga SBI pada periode t
LnERt : nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode t
LnMSt : jumlah uang beredar pada periode t
ECTt-1 : koreksi kesalahan pada periode t-1 (lag satu tahun)
vt : residual pada periode t
Pengujian-pengujian statistik dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian yaitu uji parsial (t-statistik), uji keseluruhan model (F-statistik), uji koefisien determinasi (R2), uji stasionaritas dengan menggunakan metode ADF (Augmented Dickey Fuller) test, uji kointegrasi dengan Johansen.
3.6.4 Metode Pengujian
3.6.4.1 Uji Stasioneritas (Gujarati, 2003:814-816)
Uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat stasioner, karena ternyata data tidak stasioner berarti terdapat ketidakstabilan model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan autokorelasi pada model ekonometrik.
Pengujian stasioner tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Misalnya model time series memiliki bentuk seperti :
(1) Yt = b1 Yt-1 + e 1t (tanpa intercept)
(2) Yt = a2 + b1 Yt-1 + e 1t (dengan intercept)
(3) Yt = a3 + b1 Yt-1 + c3t + e 1t (dengan intercept dan trend waktu)
H0: b1= 0 (terdapat unit root, Variabel Y tidak stasioner)
H1: b1≠ 0 (tidak terdapat unit root, Variabel Y stasioner)
Dengan menggunakan tabel Dickey Fuller yang sesuai dengan model time series (2) , null hypothesis yang menyatakan adanya sifat stasioner dalam model (2) akan ditolak apabila nilai t-statistik yang diperoleh berkaitan dengan koefisien regresi model ini lebih kecil dari tabel dickey-fuller pada tingkat signifikansi tertentu. Apabila model (3) dimodifikasi dengan bentuk first difference, maka disebut augmented dickey-fuller (ADF) test. Tes statistik ADF memiliki asimtot distribusi yang sama dengan statistik DF, sehingga critical value DF tetap digunakan.
3.6.4.2 Uji Koefisien Determinasi (R2) (Gujarati, 2003:81-87)
Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukkan seberapa besar variabel tidak bebas dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.
Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < 0 =" β1" 2 =" β3" 4 =" 0" keyakinan =" α" df =" (k-1)"> FTabel , artinya setiap variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya
H0 : diterima bila FHitung FTabel, artinya setiap variabel bebas secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya
.
Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan H0
F tabel (α,k,df = n-k-1)
Gambar 3.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji F)



3.6.4.4 Uji t-statistik (Gujarati, 2003: 129-133)
Uji t- statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel –variabel independen terhadap variabel dependennya. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis:
H0 : βi = 0, variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas
H1 : βi ≠ 0, variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya
Dengan menguji dua arah dalam signifikansi 1-(α/2), dan derajat kebebasan (degree of freedom, df ) = n – k (n = jumlah observasi dan k = jumlah parameter termasuk konstanta), maka hasil pengujian akan menunjukkan :
H0 : ditolak bila t Hitung > t Tabel atau –t Hitung < -t Tabel H0 : diterima bila -t Tabel < dl =" Batas" du =" Batas" du =" Batas" dl =" Batas" i =" nilai" lnsbi =" tingkat" lnkurs =" nilai" lnm2 =" jumlah" name="_Toc174431162">BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
Penelitian ini mengenai pengaruh tingkat suku bunga SBI, nilai tukar Rupiah per Dolar AS, dan jumlah uang beredar terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estat (selanjutnya disebut indeks properti) di Bursa Efek Jakarta. Objek dan pengambilan data dilakukan di Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kointegrasi dan Error Correction Mechanism (ECM).
Penggunaan pendekatan kointegrasi dimaksudkan untuk melihat hubungan kesimbangan jangka panjang (long-term relationship) antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Sedangkan penggunaan pendekatan model dinamis ECM dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel bebas terhadap perubahan variabel tak bebasnya dalam jangka pendek (short-term relationship). Selain itu akan dilakukan pula pengujian-pengujian terhadap masalah yang biasa timbul dalam regresi linear.
Penelitian ini menggunakan data time series berupa data bulanan selama enam tahun. Penelitian dengan menggunakan data time series akan menghadapi masalah yang tidak dihadapi oleh penelitian yang menggunakan data Cross-section: (1) antar variabel time series dapat mempengaruhi lainnya dengan lag waktu; dan (2) Apabila variabel-variabel adalah nonstasioner, masalah spurious regression dapat terjadi.

Spurious regression adalah estimasi regresi yang memiliki R2 yang tinggi, namun tidak terdapat hubungan yang berarti diantara keduanya.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Data Penelitian

Tahun
Bulan
Indeks Harga Saham Properti dan Real Estate
Nilai Tukar Rupiah per Dolar As
Jumlah Uang Beredar
(jutaan)
Tingkat Suku Bunga SBI
2000
Jan
50.95
Rp.
7,425
Rp.
650,597
11.48%
Feb
54.91
Rp.
7,505
Rp.
653,334
11.13%
Mar
50.62
Rp.
7,590
Rp.
656,451
11.03%
Apr
46.07
Rp.
7,945
Rp.
665,651
11.00%
Mei
41.64
Rp.
8,620
Rp.
683,477
11.08%
Jun
38.06
Rp.
8,735
Rp.
684,335
11.74%
Jul
37.66
Rp.
9,003
Rp.
689,935
13.53%
Ags
38.51
Rp.
8,290
Rp.
685,602
13.53%
Sept
35.80
Rp.
8,780
Rp.
686,453
13.62%
Okt
31.53
Rp.
9,395
Rp.
707,447
13.74%
Nov
29.52
Rp.
9,530
Rp.
720,261
14.15%
Des
28.46
Rp.
9,595
Rp.
747,028
14.53%
2001
Jan
26.96
Rp.
9,450
Rp.
738,731
14.81%
Feb
26.17
Rp.
9,835
Rp.
755,898
14.79%
Mar
25.28
Rp.
10,400
Rp.
766,812
15.16%
Apr
23.53
Rp.
11,675
Rp.
792,227
15.91%
Mei
22.80
Rp.
11,058
Rp.
788,320
16.30%
Jun
23.25
Rp.
11,440
Rp.
796,440
16.52%
Jul
25.22
Rp.
9,525
Rp.
771,135
16.98%
Ags
28.67
Rp.
8,865
Rp.
774,037
17.43%
Sept
29.33
Rp.
9,675
Rp.
783,104
17.65%
Okt
26.59
Rp.
10,435
Rp.
808,514
17.58%
Nov
24.90
Rp.
10,430
Rp.
821,621
17.59%
Des
25.05
Rp.
10,400
Rp.
844,053
17.60%
2002
Jan
25.76
Rp.
10,320
Rp.
838,022
17.15%
Feb
26.75
Rp.
10,189
Rp.
837,160
16.90%
Mar
29.69
Rp.
9,655
Rp.
831,411
16.82%
Apr
32.96
Rp.
9,316
Rp.
828,278
16.67%
Mei
33.22
Rp.
8,785
Rp.
833,084
15.92%
Jun
32.91
Rp.
8,730
Rp.
838,635
15.15%
Jul
31.67
Rp.
9,108
Rp.
852,718
14.81%
Ags
29.09
Rp.
8,867
Rp.
856,835
14.64%
Sept
26.95
Rp.
9,015
Rp.
859,706
13.64%
Okt
24.79
Rp.
9,233
Rp.
863,010
13.07%
Nov
23
Rp.
8,976
Rp.
870,046
13.08%
Des
22.81
Rp.
8,940
Rp.
883,908
13.00%
2003
Jan
23.35
Rp.
8,876
Rp.
873,683
12.80%
Feb
22.9
Rp.
8,905
Rp.
881,215
12.50%
Mar
22.51
Rp.
8,908
Rp.
877,776
11.58%
Apr
23.18
Rp.
8,675
Rp.
882,808
11.20%
Mei
25.84
Rp.
8,279
Rp.
893,029
10.71%
Jun
29.94
Rp.
8,285
Rp.
894,554
9.90%
Jul
32.13
Rp.
8,505
Rp.
901,389
9.18%
Ags
34.17
Rp.
8,535
Rp.
905,498
9.00%
Sept
40.24
Rp.
8,389
Rp.
911,224
8.74%
Okt
45.78
Rp.
8,495
Rp.
926,325
8.53%
Nov
45.01
Rp.
8,537
Rp.
944,647
8.47%
Des
43.22
Rp.
8,465
Rp.
955,692
8.39%
2004
Jan
44.91
Rp.
8,441
Rp.
947,277
8.05%
Feb
46.99
Rp.
8,447
Rp.
935,745
7.64%
Mar
46.18
Rp.
8,587
Rp.
935,156
7.42%
Apr
47.33
Rp.
8,661
Rp.
930,831
7.34%
Mei
47.72
Rp.
9,210
Rp.
952,961
7.32%
Jun
44.26
Rp.
9,415
Rp.
976,166
7.34%
Jul
47.51
Rp.
9,168
Rp.
975,091
7.37%
Ags
53.92
Rp.
9,328
Rp.
980,223
7.37%
Sept
57.67
Rp.
9,170
Rp.
986,808
7.39%
Okt
60.33
Rp.
9,090
Rp.
995,935
7.41%
Nov
62.69
Rp.
9,018
Rp.
1,003,380
7.42%
Des
65.89
Rp.
9,290
Rp.
1,033,527
7.43%
2005
Jan
69.63
Rp.
9,165
Rp.
1,015,874
7.42%
Feb
73.57
Rp.
9,260
Rp.
1,012,144
7.43%
Mar
81.07
Rp.
9,480
Rp.
1,020,693
7.44%
Apr
83.96
Rp.
9,570
Rp.
1,044,253
7.62%
Mei
79.49
Rp.
9,495
Rp.
1,046,192
7.88%
Jun
78.14
Rp.
9,713
Rp.
1,073,746
8.10%
Jul
78.45
Rp.
9,819
Rp.
1,088,376
8.48%
Ags
75.23
Rp.
10,240
Rp.
1,115,874
8.64%
Sept
67.52
Rp.
10,310
Rp.
1,150,451
10.00%
Okt
62.2
Rp.
10,090
Rp.
1,165,741
11.00%
Nov
60.61
Rp.
10,035
Rp.
1,168,267
12.25%
Des
61.66
Rp.
9,830
Rp.
1,203,215
12.75%
Sumber : Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta (data diolah kembali)

4.1.1 Uji Model Regresi Linear
Seringkali dalam estimasi model regresi linier, hasil estimasi menunjukkan signifikansi hubungan yang baik, namun ada kalanya dalam suatu model muncul masalah-masalah yang tidak dapat dideteksi secara langsung melalui hasil perhitungan regresi linier biasa. Masalah–masalah yang timbul biasanya ditandai dengan indikasi tidak memenuhi syarat suatu persamaan linear yaitu asumsi-asumsi dalam Classical Linier Regression Model. Oleh karena itu diperlukan beberapa metode khusus dalam mengidentifikasi timbulnya masalah-masalah regresi linier dalam model regresi ini.
4.1.1.1 Multikolinearitas
Pendeteksian multikolineritas dilakukan dengan menggunakan matriks koefisien korelasi antar variabel bebasnya (Gujarati,2003:359). Nilai Koefisien korelasi yang besarnya lebih dari 0,8 menunjukkan adanya multikolinieritas yang serius.
Tabel 4.2
Matriks Multikolinearitas


LNKURS
LNM2
LNSBI
LNKURS
1.000000
0.270816
0.348530
LNM2
0.270816
1.000000
-0.576848
LNSBI
0.348530
-0.576848
1.000000
Sumber: pengolahan data menggunakan Eviews 4.1
Berdasarkan nilai korelasi antar variabel bebas, terlihat bahwa tidak terdapat nilai korelasi yang melebihi 0.8. Korelasi kurs dengan m2 sebesar 0.271, m2 dengan SBI sebesar -0,576 sedangkan SBI dengan kurs sebesar 0.348
Selain melalui matriks, pendeteksian multikolinieritas juga dapat diukur melalui pengujian nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Uji Tolerance dan VIF
Coefficientsa
Model

Collinearity Statistics


Tolerance
VIF
1
(Constant)



KURS
0.511282
1.955869

M2
0.420777
2.376554

SBI
0.371228
2.693763
a Dependent Variable: IHSS

Sumber: pengolahan data menggunakan SPSS 13.0

Hasil nilai tolerance menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 90%. Hasil perhitungan nilai variance inflation factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak terdapat nilai VIF lebih dari 10. Dari hasil yang diperoleh diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas.
4.1.1.2 Masalah Autokorelasi
Untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah ini dalam suatu model, terdapat metode yang biasa digunakan yaitu Durbin Watson Test
Uji Durbin Watson
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin Watson statistik (DW-stat) dari hasil regresi dengan DW-tabel yang ada. Dengan memasukkan nilai dan kriteria dalam uji batas wilayah maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:

Gambar 4.1
Do not reject H0 or H0* or both
Reject H0 evidence of positive autocorrelationPengujian D-W Statistik Model OLS
Reject H0* evidence of negatif autocorrelation
0
1,525
1,703
2,297
2,475
4
2
1,882
Zone of Indecision
Zone of Indecision





Tabel 4.4
Pengujian D-WSstatistik Model OLS
Kategori
Nilai
K
3
N
72
D-W Stat
1,882
D-W tabel pada α = 5%

batas bawah (dL)
1,525
batas atas (dU)
1,703
4-dL
2,475
4-dU
2,297
Hasil
Tidak terdapat Autokorelasi
K= jumlah variabel dalam persamaan tanpa konstanta
N= jumlah observasi
Sumber: Hasil perhitungan

Berdasarkan uji diatas, terlihat bahwa nilai D-W stat sebesar 1,882 memenuhi kritteria penolakan adanya masalah autokorelasi didalam model penelitian, dikarenakan :
dU < name="_Toc174431166">4.1.1.3 Uji Heterokedastisitas
Uji ini dilakukan untuk melihat apakah varians antar variabel konstan setiap waktunya atau tidak. Data yang digunakan haruslah data yang memiliki varians konstan atau dengan kata lain tidak terdapat masalah heterokedastisitas
Tabel 4.5
Uji Heterokedastisitas

Dependent Variable: ABRES
Method: Least Squares
Date: 01/12/07 Time: 17:56
Sample: 2000:01 2005:12
Included observations: 72
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNKURS
-0.108422
0.060214
-1.100600
0.0762
LNM2
-0.047540
0.039921
-1.190827
0.2379
LNSBI
0.011190
0.020459
0.546930
0.5862
C
-0.311233
0.487895
-0.637910
0.5257

Uji Heterokedastisitas yang digunakan didalam penelitian ini adalah metode Glejser dengan melakukan regresi residual terhadap nilai logaritma natural dari variabel bebas. Glejser menyarankan untuk melakukan regresi nilai absolut residual dengan variabel independennya (Widarjono,2005:151-152). Hasil regresi di atas menunjukan bahwa variabel independen logaritma natural kurs, m2 dan SBI tidak signifikan mempengaruhi residual kuadrat dilihat dari kecilnya nilai statistik t hitung. Nilai t hitung uji dua sisi pada = 5%, dengan df sebesar 68 adalah 1,671. Dengan demikian model penelitian tidak mengandung masalah heterokedastisitas.
Setelah melakukan pengujian terhadap model regresi dan diyakini tidak ada masalah yang muncul selanjutnya dilakukan estimasi model regresi dengan OLS.
4.2 Estimasi dan Hasil Perhitungan Regresi Model OLS
Estimasi yang dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Tabel 4.6
Hasil Perhitungan Regresi Model OLS
Dependent Variable: LNIHSP
Method: Least Squares
Date: 01/12/07 Time: 17:46
Sample: 2000:01 2005:12
Included observations: 72
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNKURS
-0.268357
0.476527
-0.563150
0.5752
LNM2
0.365100
0.315933
1.155625
0.2519
LNSBI
-0.905909
0.161913
-5.595027
0.0000
C
-1.596550
3.861130
-0.413493
0.6805
R-squared
0.690633
Mean dependent var
3.652450
Adjusted R-squared
0.672573
S.D. dependent var
0.403447
S.E. of regression
0.263765
Akaike info criterion
0.226438
Sum squared resid
4.730901
Schwarz criterion
0.352919
Log likelihood
-4.151755
F-statistic
63.50340
Durbin-Watson stat
1.882263
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber: pengolahan data mengunakan Eviews 4.1
Keterangan:
LNIHSP : indeks harga saham property dan real estat
LNM2 : jumlah uang beredar
LNSBI : suku bunga SBI
C : konstanta

Estimation Command:
=====================
LS LNIHSP LNKURS LNM2 LNSBI C

Estimation Equation:
=====================
LNIHSP = C(1)*LNKURS + C(2)*LNM2 + C(3)*LNSBI + C(4)

Substituted Coefficients:
=====================
LNIHSP = -0.2683565877*LNKURS + 0.3650996524*LNM2 - 0.9059094486*LNSBI –
t-stat 0.563150 1.155625 -5.595027

1.596550451
t-stat -0.413493

Dari tablel 4.6 hasil perhitungan regresi modle OLS di atas kita dapat menjelaskan hubungan antara tiap-tiap variabel bebas dengan variabel tak bebas, yaitu sebagai berikut:
· Koefisien Intersep (konstanta)
Koefisien nilai intersep menunjukkan bahwa tanpa adanya perubahan pada variabel - variabel bebas, maka nilai indeks properti untuk satu periode mendatang akan mengalami perubahan sebesar -1.596550 unit satuan. Nilai negatif menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara variabel-variabel bebas dengan variabel ekspektasi dalam jangka panjang. Apabila penentuan ekspektasi indeks properti tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas, maka arah pergerakan indeks properti untuk satu periode mendatang diperkirakan akan mengalami kenaikan.
Koefisien Variabel Kurs
Nilai koefisien sebesar -0.268357 dapat diartikan bahwa variabel Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS memiliki hubungan yang negatif dengan variabel indeks properti, hasil regresi menunjukkan bahwa pada setiap perubahan 1 unit satuan dari Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS yang tidak diikuti perubahan variabel lainnya menyebabkan perubahan yang berupa penurunan pada nilai ekspektasi indeks properti sebesar 0.268357 unit satuan.
Koefisien Variabel Jumlah Uang Beredar (M2)
Nilai koefisien sebesar 0.365100 dapat diartikan bahwa variabel M2 memiliki hubungan yang positif dengan variabel indeks properti, hasil regresi menunjukkan bahwa pada setiap perubahan 1 unit satuan dari indeks properti yang tidak diikuti perubahan variabel lainnya menyebabkan perubahan yang berupa kenaikan pada nilai ekspektasi indeks properti sebesar 0.365100 unit satuan.
Koefisien Variabel SBI
Nilai koefisien sebesar -0.905909 dapat diartikan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI memiliki hubungan yang negatif dengan variabel indeks properti, hasil regresi menunjukkan bahwa pada setiap perubahan 1 unit satuan dari Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS yang tidak diikuti perubahan variabel lainnya menyebabkan perubahan yang berupa penurunan pada nilai ekspektasi indeks properti saham sebesar -0.905909 unit satuan.
Berdasarkan pada keterangan di atas maka penelitian dapat dilanjutkan dengan mengevaluasi hasil regresi dan pengujian hipotesis yang diperlukan.

4.2.1 Pengujian Statistik Hasil Regresi Model OLS
4.2.1.1 Uji Keseluruhan (F-statistik)
F-statistik digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari pengaruh secara bersama-sama dalam menjelaskan variasi variabel tak bebasnya. Tabel 4.7 akan menujukkan besarnya batas kritis uji F-statistik.
Tabel 4.7
Nilai Batas Kritis Uji-F
N2
N1
α


0,05
68
3
2,76
Keterangan: N1= df numerator
N2= df numerator α = tingkat keyakinan
Sumber: Gujarati 2003: 966



Tabel 4.8
Hasil Estimasi Uji F-Statistik Model OLS
F-statistik
Ho
63.50340
Ditolak
Sumber: Data diolah

Dari hasil estimasi pada rabel 4.8 diketahui bahwa persamaan tersebut memiliki nilai F-statistik sebesar 63.50340 sehingga bila dibandingkan dengan tabel 4.8 pada tingkat keyakinan 95 % ternyata secara bersama-sama variabel bebasnya mempengaruhi variasi dari variabel tak bebasnya
4.2.1.2 Pengujian Parsial (t-statistik)
Untuk menguji apakah variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel tak bebasnya digunakan uji t. Tabel 4.9 di bawah ini menunjukkan nilai batas kritis untuk pengujian t-statistik 5 %.
Tabel 4.9
Nilai Batas Kritis Uji-t

DF
n
α


0,05
69
72
1,671
Keterangan: df=n-k,
k= banyaknya koefisien termasuk konstanta
n= banyaknya observasi
α= tingkat keyakinan
Sumber:Gujarati 2003: 961

Tabel 4.10
Hasil Estimasi t-Statistik Model OLS
Variabel
t-statistik
Intercept
-1.596550
LnKurs
-0.563150
LnM2
1.155625
LnSBI
-5.595027
Sumber: Hasil perhitungan
Dari hasil estimasi pada rabel 4.9 dapat dijelaskan pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya dengan penjelasan sebagai berikut :
Variabel Kurs

Pengujian secara parsial (Uji hipotesis negatif satu sisi):
Ho: B1 ≥ 0
(Variabel kurs tidak berpengaruh negatif secara signifikan terhadap indeks sektor properti dan real estat periode Januari 2000-Desember 2005)
Ha : B1 <> -1,671 maka Ho tidak ditolak artinya tidak terdapat pengaruh negatif terhadap indeks properti dan real estat.
Variabel M2
Pengujian secara parsial (Uji hipotesis positif satu sisi)
Ho: B1 ≤ 0
(Variabel M2 tidak berpengaruh positif secara signifikan terhadap indeks sektor properti dan real estat periode Januari 2000-Desember 2005)

Ha : B1 > 0
(Variabel M2 berpengaruh positif secara signifikan terhadap indeks sektor properti dan real estat periode Januari 2000-Desember 2005)
Ketentuan penerimaan dan penolakan hipotesis untuk uji pihak kanan (positif):
Uji pihak kiri: Jika t-hitung ≤ t-tabel (α,n-k-1), maka Ho tidak ditolak.
Jika t-hitung > t-tabel (α,n-k-1), maka Ho ditolak.
Dari hasil uji t-statistik yang dilakukan, pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa nilai variabel M2 adalah 1.155625 < name="_Toc174431173">4.2.1.3 Penaksiran Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini melihat nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan yang diregres. Berdasarkan tabel 4.6, nilai R2 dalam persamaan regresi model penelitian ini adalah sebesar 0.690633. Artinya 69,06 % perubahan indeks sektor properti dan real estat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model, yaitu suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dolar AS dan jumlah uang beredar. Sedangkan sisanya sebesar 30.94 % dijelaskan oleh variabel lain yang ada di luar model. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara perubahan indeks properti dengan perubahan faktor-faktor yang diasumsikan mempengaruhinya selama periode penelitian.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian akar-akar unit (unit root test) yaitu untuk melihat kesamaan stasioneritas data pada tingkat diferensi yang sama. Uji stasioneritas diperlukan sebelum menguji kointegrasi karena kointegrasi hanya bisa dilakukan apabila semua variabel yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama.

4.3 Uji Stasionaritas Data ( Uji Akar-Akar Unit)
Dalam pengujian ini, untuk mengetahui adanya unit root dengan formal test, dilakukan pengujian Augmented Dickey-Fuller (ADF test). Berdasarkan hasil uji akar unit dengan berpatokan pada nilai batas kritis dan hasil hipotesis dengan kenaikan tingkatan pengujian bertahap maka dapat diambil hasil kesimpulan uji akar unit.
Tabel 4.11
Uji Stasioneritas pada First Difference

Variabel Kurs :
Null Hypothesis: D(LNKURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)



t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-7.285136
0.0000
Test critical values:
1% level

-3.527045


5% level

-2.903566


10% level

-2.589227


Variabel M2:
Null Hypothesis: D(LNM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)



t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-7.653951
0.0000
Test critical values:
1% level

-3.527045


5% level

-2.903566


10% level

-2.589227


Variabel SBI:
Null Hypothesis: D(LNSBI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)



t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-3.753402
0.0056
Test critical values:
1% level

-3.527045


5% level

-2.903566


10% level

-2.589227

Sumber: Hasil perhitungan

Kesimpulan hasil uji root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey Fuller.
Untuk kasus ini perhitungan uji root test adalah:
Jika t-hitung ≥ t-tabel , maka Ho tidak ditolak.
Jika t-hitung < name="_Toc174431176">4.4 Uji Kointegrasi
Setelah seluruh variabel stasioner maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat hubungan kesimbangan jangka panjang sehingga dapat diketahui hubungan tersebut bukan hanya sekedar trend. Hasil dari uji kointegrasi dalam model penelitian ini adalah sebagai berikut:




Tabel 4.13
Uji Kointegrasi

Date: 01/12/07 Time: 19:27
Sample(adjusted): 2000:04 2005:12
Included observations: 69 after adjusting endpoints
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: LNIHSP LNKURS LNM2 LNSBI
Lags interval (in first differences): 1 to 6





Unrestricted Cointegration Rank Test
Hypothesized

Trace
5 Percent
1 Percent
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Critical Value
None **
0.366771
73.06514
47.21
54.46
At most 1 **
0.325201
43.36516
29.68
35.65
At most 2 *
0.190262
17.79800
15.41
20.04
At most 3 *
0.060842
4.080138
3.76
6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level
Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 1% level

Hypothesized

Max-Eigen
5 Percent
1 Percent
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Critical Value
None *
0.366771
29.69998
27.07
32.24
At most 1 **
0.325201
25.56716
20.97
25.52
At most 2
0.190262
13.71786
14.07
18.63
At most 3 *
0.060842
4.080138
3.76
6.65
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 1% level

Metode yang digunakan untuk uji kointegrasi pada penelitian ini adalah uji kointegrasi Johansen dimana ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likehood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar daripada nilai kritis LR maka kita menerima adanya kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya. Johansen menyediakan uji statistik LR alternatif yang dikenal maximum eigenvalue statistic yang dapat dihitung dari nilai trace statistic (trace test). Ketentuannya apabila nilai trace statistic > dari nilai kritisnya maka ada kointegrasi pada sejumlah variabel.
Melihat pada tabel dapat dilihat bahwa semua nilai trace statistic lebih besar dari nilai kritisnya maka variabel-vaeriabel tersebut terkointegrasi pada = 5% tetapi hanya dua persamaan yang terkointegrasi pada = 1%.
Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan kurva hubungan jangka panjang hasil kointegrasi pada model tersebut.
Gambar 4.2
Kurva Hubungan Jangka Panjang Kointegrasi
Sumber : pengolahan data menggunakan Megastat
4.5 Uji Error Correction Mechanism (ECM)
Jika semua variabel dalam penelitian ini terkointegrasi maka ada hubungan atau keseimbangan jangka panjang antara semua variabel tersebut. Dalam jangka pendek mungkin saja ada ketidakseimbangan (disequilibrium).
Model ECM ini digunakan untuk mengetahui bagaimana ketidakseimbangan jangka pendek yang digambarkan dengan variabel first difference-nya dikoreksi atau disesuaikan untuk mencapai keseimbangan jangka panjangnya yang digambarkan dengan variabel koreksi kesalahan (error correction term) dimana koreksi kesalahan merupakan ukuran tingkat kecepatan penyesuaian model model jangka pendek terhadap model jangka panjang


Tabel 4.14
Regresi Jangka Pendek ECM
Dependent Variable: D(LNIHSP)
Method: Least Squares
Date: 01/29/07 Time: 03:29
Sample(adjusted): 2000:02 2005:12
Included observations: 71 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.010357
0.008713
1.188608
0.2389
D(LNSBI)
-0.568942
0.177493
-3.205427
0.0021
D(LNKURS)
0.533955
0.206314
2.588063
0.0119
D(LNM2)
-0.549839
0.678680
-0.810159
0.4208
ECT
-0.071297
0.024374
-2.925187
0.0047
R-squared
0.347030
Mean dependent var
0.002687
Adjusted R-squared
0.307456
S.D. dependent var
0.069650
S.E. of regression
0.057962
Akaike info criterion
-2.790235
Sum squared resid
0.221734
Schwarz criterion
-2.630892
Log likelihood
104.0534
F-statistic
8.769140
Durbin-Watson stat
1.301199
Prob(F-statistic)
0.000010

Adapun standar pelaporan persamaan regresi adalah sebagai berikut:

Estimation Command:
=====================
LS D(LNIHSP) C D(LNSBI) D(LNKURS) D(LNM2) ECT

Estimation Equation:
=====================
D(LNIHSP) = C(1) + C(2)*D(LNSBI) + C(3)*D(LNKURS) + C(4)*D(LNM2) + C(5)*ECT

Substituted Coefficients:
=====================
D(LNIHSP) = 0.01035683756 - 0.5689423959*D(LNSBI) + 0.5339548806*D(LNKURS) –
t stat 1.188608 -3.205427 2.588063

0.5498385682*D(LNM2) - 0.07129725532*ECT
t stat -0.810159 -2.925187


Tabel 4.15
Nilai Batas Kritis ECM
DF
n
α


0,05
68
71*
1,671
Keterangan: df=n-k,
k= banyaknya koefisien termasuk konstanta
n= banyaknya observasi
α= tingkat keyakinan
*= berkurang 1 karena ECT-1
Sumber:Gujarati 2003: 961
Tabel 4.16
Hasil Pengujian First Difference t-Statistik ECM
Variabel
t-statistik
ECT
-2.925187
D LnSBI
-3.205427
D LnKurs
2.588063
D LnM2
-0.810159
Sumber: Hasil perhitungan
Nilai ECT merupakan parameter dari koreksi kesalahan (error correction term) yaitu ukuran tingkat kecepatan penyesuaian model jangka pendek terhadap model jangka panjang. Berdasarkan tabel 4.14, dapat dilihat nilai koefisien ECT sebesar -0.071297 menjelaskan bahwa sekitar 7,13% dari ketidaksesuaian antara variabel-variabel tersebut di atas terhadap indeks properti dengan nilai jangka panjangnya atau equilibriumnya akan dikoreksi dalam waktu satu bulan. Sedangkan sisanya sebesar 92.82% sudah sesuai dengan keseimbangan jangka panjangnya. Signifikansi variabel ECT juga mengindikasikan kestabilan sistem jangka panjang terhadap jangka pendeknya.
Untuk pengujiannya digunakan uji t dua sisi karena belum diketahui dengan pasti pada setiap model ECM apakah koefisiennya negatif atau positif. Untuk model pada penelitian ini yang dijelaskan pada table 4.14 ditemukan koefisien negatif sebesar -0.071297 dengan t-hitung sebesar -1,671 pada α = 0,05 (table 4.15).
Uji hipotesis 2 sisi:
Ho : B1 = 0, ..................Ho tidak ditolak
(model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah tidak valid)

Ha : B1 0,..................Ho ditolak
(model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid)
Keputusan menolak atau menerima Ho adalah sebagai berikut:
Jika nilai t-kritis<> t-kritis, maka Ho ditolak.
Nilai -1,671< -0.071297 berarti model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Sementara untuk melihat hubungan tiap variable bebas terhadap variable tak bebasnya, berdasarkan table 4.14 dapat dijelaskan sebagai berikut: Variabel SBI memiliki koefisien -0.5689423959, dengan demikian variabel ini mempunyai hubungan negatif sebesar 0.5689423959 satuan terhadap indeks properti pada jangka pendek dimana variabel lainnya dianggap konstan. Hasil ini signifikan sesuai dengan hasil pengujian first difference t-stat. Variabel kurs memiliki koefisien 0.5339548806, dengan demikian variabel ini mempunyai hubungan positif sebesar 0.5339548806 satuan terhadap indeks. Hasil ini berbeda dengan regresi jangka panjang dimana kurs memberikan hubungan positif terhadap indeks properti. Hasil ini signifikan sesuai dengan hasil pengujian first difference t-stat. Sedangkan variable m2 memiliki koefisien -0.5498385682, dengan demikian variabel ini mempunyai hubungan negatif sebesar 0.5498385682 satuan untuk indeks properti pada jangka pendek dimana variabel lainnya dianggap konstan. Namun, hasil ini tidak signifikan sesuai dengan hasil pengujian first difference t-stat. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan kurva hubungan jangka pendek hasil ECM pada model tersebut. Gambar 4.3 Kurva Hubungan Jangka Pendek ECM Sumber: Hasil perhitungan Megastat 4.6 Pembahasan Setelah analisis maupun uji hipotesis dilakukan maka dapat diketahui apakah variabel eksogenus yang meliputi suku bunga SBI, nilai tukar Rupiah per Dolar AS dan jumlah uang beredar (M2) memiliki pengaruh terhadap variabel endogenus yaitu Indeks Harga Saham Sektor Properti dan Real Estat serta dapat juga diketahui hubungannya dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. 4.6.1 Pembahasan Uji Keseluruhan Secara simultan tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar menjelaskan bahwa secara bersamaan berpengaruh terhadap indeks properti dan real estat Hasil tersebut sesuai dengan hipotesa penelitian yang mengatakan bahwa ketiga variabel bebas bersamaan berpengaruh terhadap indeks properti. Hasil ini senada dengan penelitian Tien Foo Sing pada tahun 2001 yang melakukan penelitian hubungan variabel makroekonomi pada pasar properti dengan menambahkan beberapa variabel makroekonomi lainnya. Meskipun jika dilihat dari uji parsial hanya varibel SBI saja yang mampu menjelaskan adanya pengaruh sementara variable kurs dan jumlah uang beredar tidak mampu menjelaskan adanya pengaruh, namun ketika secara bersamaan semua variable ini mampu menjelaskan adanya pengaruh terhadap indeks properti. Hal ini mengindikasikan bahwa variable SBI sangat dominan pengaruhnya terhadap indeks properti sehingga dapat mendorong kedua variable tersebut juga ikut berpengaruh. Tetapi berdasarkan uji multikolinieritas bahwa secara ststistik tidak terdapat hubungan diantara ketiganya sehingga tidak menunjukkan adanya hubungan linear atau hubungan yang pasti diantara variabel penjelas. Disamping itu, dari hasil uji penaksiran koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa tingkat derajat keeratan antara varibel bebas dengan tak bebasnya tidak tinggi hanya 69.06% (tabel 4.6). Mengacu pada Gujarati bahwa gejala multikolinieritas muncul pada derajat keeratan yang tinggi melebihi 80%. 4.6.2 Pembahasan Uji Parsial 4.6.2.1 Variabel Tingkat Suku Bunga SBI Pada variabel suku bunga SBI, nilai koefisien sebesar -0.905909 (table 4.6) dapat diartikan bahwa variable ini memiliki hubungan yang negatif dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks properti. Hasil regresi menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan dalam perubahan tingkat suku bunga SBI sebesar 1%, yang tidak diikuti oleh perubahan variabel lainnya (cateris paribus), menyebabkan kenaikan pada indeks properti sebesar 0,905909 % pada tingkat kepercayaan 95%. Menurunnya tingkat suku bunga SBI dari waktu ke waktu membuat suku bunga kredit ikut mengalami penyesuaian sehingga suku bunga kredit juga akan mengalami penurunan. Suku bunga pinjaman mulai mengalami penurunan pada pertengahan 2003 setelah mengalami tingkat tertinggi di penghujung 2001. Suku bunga pinjaman yang rendah atau boleh dikatakan stabil akan mempermudah bagi investor dalam membuat keputusan untuk melakukan investasi di sektor properti dan real estat. Pada tahun 2003-2005 tingkat suku bunga SBI bergerak cukup stabil di rentang 7%-12% (sumber:Bank Indonesia) karena ditunjang pula stabilitas politik dan keamanan yang mulai kondusif. Masyarakat menganggap bahwa saat itu dikatakan waktu yang tepat untuk mengalihkan investasinya kepada sektor properti baik real property maupun stock property. Kenaikan daya beli masyarakat pada properti secara perlahan akan mendorong pertumbuhan sektor properti. Perusahaan yang listing di BEJ tentunya akan mendapat keuntungan dari hasil penjualan properti yang kemudian membagikan dividennya kepada para pemegang saham dan sehingga tingkat kepercayaan investor meningkat pada sektor ini. Arah koefisien yang negatif ini juga didukung oleh hasil studi empiris yang dilakukan oleh David Harper (2004) bahwa ada hubungan berlawanan antara suku bunga dengan Reat Estate Investment Trust (REITs) di Amerika. 4.6.2.2 Variabel Nilai Tukar Rupiah per Dolar AS Pada variabel kurs, nilai koefisien sebesar -0.268357 (table 4.6) dapat diartikan bahwa variable ini memiliki hubungan yang negatif namun secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks properti. Hasil regresi menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai nominal rupiah terhadap dolar AS (terjadi pelemahan nilai kurs rupiah terhadap dolar AS) sebesar 1%, yang tidak diikuti oleh perubahan variabel lainnya (cateris paribus), menyebabkan penurunan pada indeks properti sebesar 0.268357 % pada tingkat kepercayaan 95%. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (kenaikan nilai rupiah secara nominal) akan menyebabkan penurunan pada indeks harga. Hasil ini sesuai dengan penelitian Dimitrova (2005) bahwa perubahan nilai tukar dari mata uang berpengaruh terhadap harga saham, dimana depresiasi dari nilai tukar harga saham tersebut akan memicu penurunan dari indeks harga saham. Nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh utama terhadap perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor. Depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi yang akan berdampak kepada penurunan profitabilitas perusahaan. Namun, pada penelitian ini nilai kurs tidak dapat menjelaskan pengaruhnya terdapat indeks properti meskipun para developer properti diyakini banyak menggunakan mata uang dolar AS dalam menjalankan bisnisnya. Hasil penelitian yang diuraikan oleh Bing Sun (2004) yang melakukan studi komparatif antara property residential dengan property stock menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi keduanya adalah lemah. Perubahan yang dialami property residential akibat dari perubahan kurs belum tentu dialami juga oleh property stock. 4.6.2.3 Variabel Jumlah Uang Beredar Sedangkan pada variabel jumlah uang beredar, nilai koefisien sebesar 0.365100 (table 4.6) dapat diartikan bahwa variable ini memiliki hubungan yang positif namun secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks properti. Hasil regresi menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan dalam perubahan jumlah uang beredar sebesar 1%, yang tidak diikuti oleh perubahan variabel lainnya (cateris paribus), menyebabkan penurunan pada indeks properti sebesar 0.365100 % pada tingkat kepercayaan 95%. Tidak signifikannya pengaruh jumlah uang beredar menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap indeks sektor property (Isnowaty,2002). Kebijakan moneter Indonesia sampai saat ini pada dasarnya masih menggunakan paradigma lama yang mengandalkan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. Kebijakan ini dilakukan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar dalam jangka panjang agar efektif dalam menarik investor untuk berinvestasi di instrumen saham Tetapi, pada sektor properti kebijakan ini ternyata tidak memiliki pengaruh yang berarti.. Hal ini bertentangan dengan penelitian Reilly (1989), mengemukakan bahwa perubahan jumlah uang beredar negara akan menyebabkan perubahan terhadap harga saham Sedangkan pada penelitian yang dilakukan tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan terhadap indeks properti akibat perubahan dalam jumlah uang beredar. Hal ini senada dengan penelitian Rogalski dan Vinso {1963-1974} menemukan tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar terintegrasi ke dalam return ekuitas sebagaimana yang terdapat dalam teori portofolio moneter. Perubahan tidak muncul dari jumlah uang beredar terhadap harga saham tetapi berawal dari harga saham terhadap jumlah uang beredar dan kemudian kembali lagi kepada harga saham. 4.6.3 Pembahasan Kointegrasi Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kointegrasi yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya dalam jangka panjang. Yang dimaksud jangka panjang dalam pendekatan kointegrasi adalah jangka waktu dimana hubungannya tidak bersifat seketika, melainkan membutuhkan selang waktu, dan merupakan suatu kondisi dimana masing-masing variabel memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian secara penuh terhadap perubahan-perubahan yang timbul (atau tidak ada kecenderungan untuk naik atau turun, dan variabel tersebut berada dalam kondisi optimumnya). Pendekatan kointegrasi juga merupakan pendekatan yang biasa digunakan untuk menganalisis apakah trend dari nilai variabel tak bebas bergerak dengan arah yang sama dengan trend variabel bebasnya, sehingga tecapai keseimbangan jangka panjang atau justru sebaliknya. Hasil kointegrasi mampu menerangkan adanya hubungan jangka panjang dari variabel tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar terhadap indeks properti. Kesimpulan akhir berdasarkan hasil nilai trace yang lebih tinggi dari nilai kritis pada tabel 4.13 adalah hal tersebut memperlihatkan bahwa model regresi pada penelitian ini tidak akan menghasilkan regresi yang lancung atau dengan kata lain hasil koefisien determinasi menjelaskan hubungan ketiga variabel tersebut bukan karena data time series yang menunjukan trend saja. Banyaknya lag (kelambanan) menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan indeks properti untuk mencapai keseimbangan. Dari tabel 4.6 nilai lag menunjukkan angka 6 menjelaskan bahwa untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh para investor dibutuhkan rentang waktu 6 bulan. Sehingga investor tidak dapat atau sulit melakukan trik short-selling dimana dibutuhkan saham yang menunjukkan keseimbangan pada jangka pendek(sumber:www.investopedia.com). Namun, dalam jangka panjang terdapat kemungkinan bahwa harga saham dapat menguat. 4.6.4 Pembahasan ECM Analisis model dinamis ECM mengambarkan hubungan perubahan berbagai variabel independen terhadap perubahan variabel dependennya dalam jangka pendek. Model ini digunakan untuk mengetahui bagaimana ketidakseimbangan jangka pendek yang digambarkan dengan variabel first difference-nya dikoreksi atau disesuaikan untuk mencapai keseimbangan jangka panjangnya yang digambarkan dengan variabel koreksi kesalahan (error correction term) dimana koreksi kesalahan merupakan ukuran tingkat kecepatan penyesuaian model model jangka pendek terhadap model jangka panjang Hasil ECM menunjukan adanya disequilibrium jangka pendek sehingga untuk lebih memperdalam hasil regresi dan kointegrasi maka diperlukan adanya model penyesuaian (adjustment). Didapatkan setiap bulannya indeks properti yang dipengaruhi oleh suku bunga SBI, kurs rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar akan terkoreksi sebesar -7,1297% (tabel 4.14) sampai hubungan keempatnya menjadi seimbang. Berdasarkan tabel 4.14 dapat dijelaskan sebagai berikut, pada variabel first difference tingkat suku bunga SBI nilai koefisien sebesar -0.568942 dapat diartikan bahwa dalam jangka pendek variabel ini memiliki hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan mempengaruhi variabel first difference indeks harga saham properti. Hasil regresi menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan sebesar 1 % dari variabel first difference tingkat suku bunga SBI, cateris paribus, menyebabkan penurunan pada variabel first difference indeks harga saham properti rata-rata sebesar 0.568942% pada tingkat keyakinan 95%. Hasil regresi yang menunjukkan hubungan negatif dan signifikan dalam jangka pendek ternyata memiliki kesesuaian dengan nilai pada jangka panjangnya yang juga memiliki hubungan yang negatif dan signifikan. Variable first difference jumlah uang beredar memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks properti. Hasil ini berbeda dengan perhitungan kointegrasi dimana variable ini memiliki hubungan yang positif. Berkurangnya jumlah uang beredar akan membawa indeks properti ke arah positif atau mengalami peningkatan. Tetapi hasil ini tidak signifikan sesuai dengan tabel nilai uji kritis. Baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek variable ini tidak menjelaskan hubungannya di kedua rentang periode tersebut. Sedangkan variable first difference kurs rupiah per dolar AS memiliki hubungan yang positif. Hasil ini berbeda dengan perhitungan kointegrasi yang menjelaskan adanya hubungan negatif. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena dalam jangka panjang hubungan kurs dengan indeks properti bersifat negatif. Berikut ini adalah grafik ECM – Kointegrasi yang menjelaskan koreksi kurva jangka pendek variabel suku bunga SBI,kurs dan jumlah uang beredar terhadap indeks properti untuk keseimbangan jangka panjangnya. Gambar 4.4 Kurva Keseimbangan ECM – Kointegrasi Sumber: Pengolahan data menggunakan Megastat Ketidakseimbangan dalam jangka pendek mengindikasikan bahwa indeks akan mengalami penyesuaian yaitu berupa penurunan untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Untuk itu para investor perlu menggunakan strategi buy on weakness yaitu membeli pada saat indeks melemah. Investor tidak perlu terburu-buru membeli saham properti meskipun harga saham mulai beranjak naik sebab adanya kemungkinan terjadi koreksi perdagangan pada jangka waktu satu bulan. Artinya dalam selang waktu kurang dari satu bulan indeks harga properti akan mengalami penurunan. Hal ini berdasarkan perhitungan ECM yang menandakan hubungan negatif seperti yang telah diuraikan di atas. Bab V
Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis kuantitatif dan pebahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya dengan menggunakan data-data yang diperoleh serta metode OLS dengan pendekatan regresi, kointegrasi dan ECM, maka dari hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar secara simultan dan signifikan berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti dan real estat, hal ini diperoleh dengan uji hipotesis menggunakan uji F dengan tingkat signifikansi 5%. Besarnya tingkat kontribusi tersebut sebesar 69,06%, artinya sebesar 69,06% indeks harga saham sektor properti dan real estat mampu dijelaskan oleh tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar, sedangkan sisanya sebesar 30,94% dijelaskan oleh faktor lain.
2. Tingkat suku bunga SBI secara parsial dan signifikan berpengaruh secara berlawanan atau negatif terhadap indeks harga saham sektor properti dan real estat, hal ini diperoleh dengan uji hipotesis secara menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil ini sesuai dengan hipotesa penelitan yang berasumsi adanya pengaruh negatif.
3. Nilai tukar rupiah per dolar AS secara parsial dan signifikan tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti dan real estat, hal ini diperoleh dengan uji hipotesis secara menggunakan uji t dengan
tingkat signifikansi 5%. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesa penelitan yang berasumsi adanya pengaruh negatif.
4. Jumlah uang beredar secara parsial dan signifikan tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti dan real estat, hal ini diperoleh dengan uji hipotesis secara menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesa penelitan yang berasumsi adanya pengaruh positif.
5. Secara uji keseluruhan variabel kurs dan jumlah uang beredar secara bersamaan dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap indeks properti meskipun ketika diuji secara parsial tidak ditemukan adanya pengaruh. Hal ini disebabkan oleh variable SBI sangat dominan pengaruhnya terhadap indeks properti sehingga mendorong kedua variable tersebut ikut mempengaruhi indeks. Tetapi, berdasarkan uji multikolinieritas bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan diantara ketiganya sehingga tidak menunjukkan adanya hubungan linier.
6. Dalam jangka panjang, terjadi kointegrasi antara tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar dengan indeks harga saham sektor properti dan real estat. Hal ini dapat dilihat dari uji kointegrasi Johansen pada tingkat signifikansi 5% dengan jumlah kelambanan (lag) sebesar 6. Artinya waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan sekitar 6 bulan lamanya.
7. Dalam jangka pendek, terkointegrasinya variabel-variabel penelitian mengisyaratkan adanya mekanisme koreksi kesalahan/error correction mechanism (ECM) pada tingkat signifikansi 5% yang akan melakukan penyesuaian terhadap ketidakseimbangan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sekitar 7,13 % dari ketidaksesuaian antara tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar terhadap indeks harga saham sektor properti dan real estat dengan nilai jangka panjangnya atau equilibriumnya akan dikoreksi dalam waktu satu periode. Variabel tingkat suku bunga SBI memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan indeks properti, sementara variabel kurs memiliki hubungan positif yang signifikan dengan indeks properti. Sedangkan variabel jumlah uang beredar memiliki hubungan negatif dengan indeks properti tetapi tidak signifikan.
5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
Bagi investor, dalam berinvestasi di pasar saham khususnya sektor properti dan real estat sebaiknya mempertimbangkan tingkat suku bunga SBI. Nilai tukar rupiah per dolar AS dan jumlah uang beredar sebaiknya tidak dijadikan sebagai penentu dalam berinvestasi karena tidak ditemukan adanya pengaruh pada sektor ini.
Bagi peneliti lain, disarankan juga untuk memilih periode dan rentang waktu yang lebih panjang seperti data penelitian harian atau mingguan dan menambah waktu observasi penelitian sehingga didapatkan tingkat akurasi penelitan yang lebih baik, selain itu juga bisa megikutsertakan variabel lain yang dianggap berpengaruh.


DAFTAR PUSTAKA

Bodie, Kane, and Marcus, Alan J, 1999, Investment, McGraw Hill, New York.
Enders, Walter, 2004, Applied Econometric Time Series, Second Edition, John Wiley and Sons, Inc.
Fabozzi, Frank J. and Peterson , Pamela P., 2003, Financial Management And Analysis Second Edition, John Wiley & Sons, Inc.
Firdaus, Muhammad, 2004, Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.
Fischer, Donald .E, and Jordan, Ronald J, 1996, Security Analysis and Portofolio Management, 9th Edition Prentice Hall, Inc Englewood.
Ghozali, Imam, 2002, Aplikasi Analisis Multivariate SPSS, Edisi Kedua, Undip,Semarang.
Gujarati, Damodar N., 2003, Basic Econometrics, International Edition, McGraw-Hill, New York.
Gunawan, Tjahja, Belajar dari Ambruknya Bisnis Properti Tahun 1997, Kamis 02 Februari 2006, Kompas.
Hulbert, Mark, Money, The Markets and The Facts, Wednesday September 28 2005, MarketWatch.com.
Husnan, Suad, 2001, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UMP AMP YPKN, Yogyakarta.
Jogiyanto, H.M., 2003, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE,Yogyakarta.
Kasmir, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, edisi 6, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Laporan Ekonomi Bulanan, 2006 , Edisi Januari, Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama Kadin Indonesia dan JETRO, JETRO Expert:Yojiro Ogawa.
Madura, Jeff, Alih Bahasa : Emil Salim, S.E., 2000, Manajemen Keuangan Internasional, Erlangga, Jakarta.
Manurung, Mandala & Rahardja, Pratama, 2004, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, BP-FEUI, Jakarta.
Rodriguez, Rita.M & Carter, Eugene, 1984, International Financial Management.
Salvatore, Dominick, Alih Bahasa : Drs. Haris Munandar M.A. 1997, Ekonomi Internasional Edisi Kelima, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D, 1995, Economics 15th Edition, McGraw Hill’s Book Co., Singapore.
Shapiro, Allan C, 1999, The Foundation of Multinational Financial Management, Allen Bacon, New York.
Sharpe, Willam F, & Gordon J, Alexander, & Jeffery V, Barley, 1995, Investment 5th Edition, Prentice Hall Inc., New Jersey.
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia – Bank Indonesia, berbagai edisi.
Sumantoro, 1990, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sumodiningrat, Gunawan, 2004, Ekonometrika Pengantar, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Vogelvang, Ben, 2005, Theory and Applications with Eviews, Prentice Hall, England.
Watson, J Fred., and Brigham, Eugene F., 1993, Essentials of Mangerial Finance, The Dryen Press Harcourt Brace College Publishing.
Widarjono, Agus, 2005, Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekonosia, Jakarta
Jurnal :
Brooks, C., Tsolacos, S., and Lee, Stephen (2000), The Cyclical Relations between Traded Property Stock Prices and Aggregate Time-Series, Journal of Property Investment & Finance, Vol.18, Iss. 6, p540, Bradford.
Dimitrova, Desislava (2005), The Relationship between Exchange Rates and Stock Prices: Studied in a Multivariate Model, Issues in Political Economy, August, Vol.14, The College of Wooster.
Engle, R.F., and Granger, C.W.J., (1987), Co-Integration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing, Journal of Econometrica, March, Vol.55, Iss.2, p251-276.
Kwon, Chung S., and Shin, T.S., (1999), Cointegration and Causality between Macroeconomic Variables and Stock Market Returns, Global Finance Journal, Spring/Summer 1999.Vol.10, Iss. 1; p71, Greenwich.
Mok, Henry M K., (1993), Causality of Interest Rate, Exchange Rate and Stock Prices at Stock Market Open and Close in Hong Kong, Asia Pacific Journal of Management, October, Vol.10, Iss.2, p123, 21 pgs, Singapore.
Santosa, Budi (2005), The Prospect of Property Credit 2005, Economic Review Journal, Maret, No.199.
Sing, Tien Foo (2001), Dynamics of The Condominium Market in Singapore, International Real Estate Review, Vol.4, Iss.1, p135-158.
Sun, Bing, Liu , Hongyu and Zheng, Siqi (2004), A Comparative Study on The Investment Value of Residential Property and Stocks, International Journal of Strategic Property Management, Vol.8, Iss.2, p63, Academic Research Library.
Ulfa, Almizan (2003), Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah: Analisis Stabilitas Exchange Rates Indonesia pasca Krisis 1997, Jurnal Keuangan dan Moneter, Desember, Vol.6, No.2.
Wong, Wing-Keung, Agarwal, Aman and Du, Jun (2004), Financial Integration for India Stock Market : A Fractional Co-integration Approach, Finance India, December,Vol.18, Iss. 4, p1581-1604, ABI/INFORM Global.

Situs :
http://www.bi.go.id/
http://www.e-bursa.com
http://www.investopedia.com/
http://.www.jsx.co.id/
http://www.kompas.co.id/
http://www.marketwatch.com
http://www.properti.net/
http://www.tempointeraktif.com/

Media Cetak :
Koran Kompas, 17 Mei 2004.
Koran Kompas, 26 Januari 2006.
Majalah Investor, Edisi 11-24 Juli 2006.
Majalah Property and Bank, Edisi 014 2006.
Majalah Stabilitas, Edisi 02 2005.











LAMPIRAN



Tahun
Bulan
Indeks
Kurs Rp/US$
Jumlah Uang Beredar
SBI
2000
Jan
50.95
Rp 7,425.00
Rp 650,597.00
billions
11.48%

Feb
54.91
Rp 7,505.00
Rp 653,334.00
billions
11.13%

Mar
50.62
Rp 7,590.00
Rp 656,451.00
billions
11.03%

Apr
46.07
Rp 7,945.00
Rp 665,651.00
billions
11.00%

Mei
41.64
Rp 8,620.00
Rp 683,477.00
billions
11.08%

Jun
38.06
Rp 8,735.00
Rp 684,335.00
billions
11.74%

Jul
37.66
Rp 9,003.00
Rp 689,935.00
billions
13.53%

Ags
38.51
Rp 8,290.00
Rp 685,602.00
billions
13.53%

Sept
35.80
Rp 8,780.00
Rp 686,453.00
billions
13.62%

Okt
31.53
Rp 9,395.00
Rp 707,447.00
billions
13.74%

Nov
29.52
Rp 9,530.00
Rp 720,261.00
billions
14.15%

Des
28.46
Rp 9,595.00
Rp 747,028.00
billions
14.53%
2001
Jan
26.96
Rp 9,450.00
Rp 738,731.00
billions
14.81%

Feb
26.17
Rp 9,835.00
Rp 755,898.00
billions
14.79%

Mar
25.28
Rp 10,400.00
Rp 766,812.00
billions
15.16%

Apr
23.53
Rp 11,675.00
Rp 792,227.00
billions
15.91%

Mei
22.80
Rp 11,058.00
Rp 788,320.00
billions
16.30%

Jun
23.25
Rp 11,440.00
Rp 796,440.00
billions
16.52%

Jul
25.22
Rp 9,525.00
Rp 771,135.00
billions
16.98%

Ags
28.67
Rp 8,865.00
Rp 774,037.00
billions
17.43%

Sept
29.33
Rp 9,675.00
Rp 783,104.00
billions
17.65%

Okt
26.59
Rp 10,435.00
Rp 808,514.00
billions
17.58%

Nov
24.90
Rp 10,430.00
Rp 821,621.00
billions
17.59%

Des
25.05
Rp 10,400.00
Rp 844,053.00
billions
17.60%
2002
Jan
25.76
Rp 10,320.00
Rp 838,022.00
billions
17.15%

Feb
26.75
Rp 10,189.00
Rp 837,160.00
billions
16.90%

Mar
29.69
Rp 9,655.00
Rp 831,411.00
billions
16.82%

Apr
32.96
Rp 9,316.00
Rp 828,278.00
billions
16.67%

Mei
33.22
Rp 8,785.00
Rp 833,084.00
billions
15.92%

Jun
32.91
Rp 8,730.00
Rp 838,635.00
billions
15.15%

Jul
31.67
Rp 9,108.00
Rp 852,718.00
billions
14.81%

Ags
29.09
Rp 8,867.00
Rp 856,835.00
billions
14.64%

Sept
26.95
Rp 9,015.00
Rp 859,706.00
billions
13.64%

Okt
24.79
Rp 9,233.00
Rp 863,010.00
billions
13.07%

Nov
23
Rp 8,976.00
Rp 870,046.00
billions
13.08%

Des
22.81
Rp 8,940.00
Rp 883,908.00
billions
13.00%
2003
Jan
23.35
Rp 8,876.00
Rp 873,683.00
billions
12.80%

Feb
22.9
Rp 8,905.00
Rp 881,215.00
billions
12.50%

Mar
22.51
Rp 8,908.00
Rp 877,776.00
billions
11.58%

Apr
23.18
Rp 8,675.00
Rp 882,808.00
billions
11.20%

Mei
25.84
Rp 8,279.00
Rp 893,029.00
billions
10.71%

Jun
29.94
Rp 8,285.00
Rp 894,554.00
billions
9.90%

Jul
32.13
Rp 8,505.00
Rp 901,389.00
billions
9.18%

Ags
34.17
Rp 8,535.00
Rp 905,498.00
billions
9.00%

Sept
40.24
Rp 8,389.00
Rp 911,224.00
billions
8.74%

Okt
45.78
Rp 8,495.00
Rp 926,325.00
billions
8.53%

Nov
45.01
Rp 8,537.00
Rp 944,647.00
billions
8.47%

Des
43.22
Rp 8,465.00
Rp 955,692.00
billions
8.39%
2004
Jan
44.91
Rp 8,441.00
Rp 947,277.00
billions
8.05%

Feb
46.99
Rp 8,447.00
Rp 935,745.00
billions
7.64%

Mar
46.18
Rp 8,587.00
Rp 935,156.00
billions
7.42%

Apr
47.33
Rp 8,661.00
Rp 930,831.00
billions
7.34%

Mei
47.72
Rp 9,210.00
Rp 952,961.00
billions
7.32%

Jun
44.26
Rp 9,415.00
Rp 976,166.00
billions
7.34%

Jul
47.51
Rp 9,168.00
Rp 975,091.00
billions
7.37%

Ags
53.92
Rp 9,328.00
Rp 980,223.00
billions
7.37%

Sept
57.67
Rp 9,170.00
Rp 986,808.00
billions
7.39%

Okt
60.33
Rp 9,090.00
Rp 995,935.00
billions
7.41%

Nov
62.69
Rp 9,018.00
Rp 100,338.00
billions
7.42%

Des
65.89
Rp 9,290.00
Rp 1,033,527.00
billions
7.43%
2005
Jan
69.63
Rp 9,165.00
Rp 1,015,874.00
billions
7.42%

Feb
73.57
Rp 9,260.00
Rp 1,012,144.00
billions
7.43%

Mar
81.07
Rp 9,480.00
Rp 1,020,693.00
billions
7.44%

Apr
83.96
Rp 9,570.00
Rp 1,044,253.00
billions
7.62%

Mei
79.49
Rp 9,495.00
Rp 1,046,192.00
billions
7.88%

Jun
78.14
Rp 9,713.00
Rp 1,073,746.00
billions
8.10%

Jul
78.45
Rp 9,819.00
Rp 1,088,376.00
billions
8.48%

Ags
75.23
Rp 10,240.00
Rp 1,115,874.00
billions
8.64%

Sept
67.52
Rp 10,310.00
Rp 1,150,451.00
billions
10.00%

Okt
62.2
Rp 10,090.00
Rp 1,165,741.00
billions
11.00%

Nov
60.61
Rp 10,035.00
Rp 1,168,267.00
billions
12.25%

Des
61.66
Rp 9,830.00
Rp 1,203,215.00
billions
12.75%
Sumber : Kurs, SBI dan JUB – Bank Indonesia
Indeks – Bursa Efek Jakarta