Rabu, 14 November 2007

Tanggung jawab badan usaha jalan tol atas tuntutan ganti rugi konsumen

Judul skripsi :
Tanggung jawab badan usaha jalan tol atas tuntutan ganti rugi konsumen

ABSTRAK

(A)(B) Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Atas Tuntutan Ganti rugi Konsumen ( Studi Kasus : PT. Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk). (C) vi + 92 hlm : 2007, lampiran (D) Kata Kunci : Ganti Rugi Konsumen (E) Memahami rasa keadilan hukum harus ditegakan dan untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab pemerintah mewujudkan komitmennya terhadap upaya melindungi kepentingan konsumen sebagaimana diamanatkan Undang – Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kehadiran Undang – Undang Perlindungan Konsumen yang melindungi kepentingan konsumen secara otomatis menjadi acuan bagi dunia usaha untuk menghormati hak-hak konsumen dalam rangka mempertahankan atau mengembangkan pasar. Dengan kata lain Undang - Undang Perlindungan Konsumen ini diharapkan dapat menempatkan posisi Dalam hal tanggung jawab badan usaha jalan tol terhadap konsumen akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumennya, baik pada saat sebelum menggunakan jalan tol maupun pada saat pasca menggunakan jalan tol itu sendiri. Kebertanggung jawaban pihak pelaku usaha atau pengelola jalan tol ada batasan yang harus diberikan. mengajukan ganti rugi kerugian kepada pengelola jalan tol apabila kecelakaan atau gangguan dalam memakai produk jasa jalan tol mengalami kerugian serta kesemuannya tersebut diakibatkan karena kesalahan pengelola jalan tol dapat dimintakan ganti rugi. Akan adanya ganti rugi tentu adanya kesalahan yang menyebabkan kerugian tersebut, tentulah tidak semua kerugian yang terjadi di jalan tol yang dikelola oleh pengelola jalan tol akan diganti oleh pengelola jalan tol atau posisi nya sebagai pelaku usaha di dalam permasalahan ganti rugi ini. (F) Daftar Pustaka 22 (1986 – 2006)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang Masalah
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang sangat pesat, telah mengakibatkan peningkatan pembangunan di segala bidang. Keadaan ini mendorong perlunya peningkatan infrastruktur transportasi untuk memindahkan suatu barang atau orang dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya dengan efisien. Sebagai jawaban nya adalah infrastruktur jalan tol yang didalamnya terdapat pengelola atau badan usaha jalan tol sebagai pelaku usaha yang bertanggung jawab dalam pengoprasianya, baik dalam tahap pra-transaksi , transaksi hingga pada tahap purna-transaksi kepada konsumen.Pada Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. A/RES/39/248 Tentang Pedoman Perlindungan Konsumen (guidelines for Consumer protection). Butir 3 e itu kebutuhan yang harus dipenuhi (legitimate needs) bagi konsumen, yaitu tersediannya penyelesaian ganti rugi yang efektif (availability of effective consumer redress).[1]Demi memenuhi rasa keadilan hukum harus ditegakan, dan untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab pemerintah mewujudkan komitmennya terhadap upaya melindungi kepentingan konsumen sebagaimana diamanatkan oleh Undang - Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kehadiran Undang - Undang Perlindungan Konsumen yang melindungi kepentingan konsumen secara otomatis dan menjadi acuan bagi dunia usaha untuk menghormati hak-hak konsumen dalam rangka mempertahankan atau mengembangkan pasar. Dengan kata lain Undang - Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini diharapkan dapat menempatkan posisi konsumen yang selama ini lemah, dan menjadikan pendidikan bagi konsumen yang tingkat kesadaran dan pendidikan hukum yang rendah atau tidak tahu sama sekali inilah menambah lemahnya posisi untuk mendapatkan perlindungan bagi konsumen, yang selama ini cenderung hanya sebagai objek ke posisi menjadi subjek dalam perekonomian kita, yang juga melemahkan posisi konsumen, selama ini, kalau merasa dirugikan sulit sekali mencari keadilan dan mencari keberpihakan dari instansi pemerintah.Berproses untuk mendapatkan ganti rugi di Indonseia, masih memerlukan keberanian dan keuletan konsumen untuk beragumentasi mendapatkan dan memperjuangkan hak nya[2] perlunya Undang Undang No 8 Tahun 1999 ini juga berguna untuk landasan bagi konsumen dan lembaga perlindungan konsumen untuk memberdayakan dan melindungi keperluan konsumen, serta membuat pelaku usaha lebih bertanggung jawab akan produk barang atau jasa yang dihasilkan Perjalanan perlindungan konsumen di Indonesia memang masih panjang dan berliku. Namun bagaimana pun juga pemberlakukan Undang - Undang perlindungan konsumen merupakan langkah awal yang amat progressive (berpikir sangat maju ) bagi pemberdayaan konsumen Indonesia dimasa yang akan datang. Apabila pelaku usaha kita telah secara konsisten melaksanakan Undang – Undang tentang Perlindungan Konsumen tersebut maka pada giliran nya konsumen Indonesia akan secara otomatis terlindungi.PT. Citra Marga Nusapala Persada Tbk. Sebagai badan usaha di bidang jalan tol Ir. Wiyoto Wiyono Msc, ruas jalan tol Cawang – Tanjung Priok – Pluit sebagai pelaku usaha atau badan usaha di bidang jalan tol telah menyediakan sarana komunikasi, sarana deteksi pengaman, atau pelayanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera ketampat kejadian, serta usaha pengamanan terhadap penyelenggaraan, kecalakaan, dan gangguan keamanan. Lebih dari itu badan usaha jalan tol ini juga harus melaksanakan tanggung jawab nya sebagai pelaku usaha, yang tersirat pada Undang - Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada bab IV tentang tanggung jawab pelaku usaha.Seperti hal nya diatas banyak pelaku usaha yang tidak memberikan pendidikan terhadap konsumen nya, sehingga banyak pula konsumen yang tidak tahu akan hak - haknya. Namun tidaklah selalu pelaku usaha yang perlu disalahkan akan hal pendidikan konsumen ini, tetapi kadang kala konsumen juga yang tidak memahami akan arti dari perlindungan konsumen serta Undang – Undang Perlindungan Konsumen itu sendiri tentang tanggung jawab pelaku usaha.Apabila konsumen dirugikan dalam mengkomsumsi barang dan jasa, sering kali mereka tidak tahu kemana mereka harus menyampaikan pengaduannya. Atau kalaupun mereka tahu dengan menghubungi produsen belum tentu memperoleh tanggapan yang memuaskan. Hal ini akhirnya menjadikan konsumen apatis. Untuk itu dalam buku Zoemrotin K. Susilo yang berjudul Penyambung Lidah Konsumen mengatakan lembaga konsumen melalui bidang pengaduan, memberikan pelayanan bantuan bagi konsumen yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan kasus pengaduan, disamping mengusahakan konsumen untuk memperoleh ganti rugi, lembaga konsumen juga akan meliputi hal yang paling mendasar, penyebab timbulnya kasus tersebut jika perlu diajukan dengan advokasi[3]Badan Usaha jalan tol akan memberikan ganti rugi kepada konsumen nya yang merasa dirugikan, tentu akan timbul beberapa tanda tanya, tata cara mengajukan ganti kerugian, apa bentuk dan sebab kerugian, serta proses ganti rugi itu sendiri lalu hambatan-hambatan apa yang di alami oleh konsumen pada waktu mengajukan ganti rugi kepada pelaku usaha. Sebagai pelaku usaha yang patuh terhadap Undang - Undang Perlindungan Konsumen tentunya akan bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang merugikan konsumen, dengan berbagai cara yang sudah diatur Undang - Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Bentuk ganti rugi dapat berupa[4]1. Pengembalian uang atau barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilai nya atau perawatan dan / atau pada umumnya ganti rugi ini dapat ditemui pada sektor jasa angkutan umum yang hak nya sebagai konsumen telah dilanggar, pada Undang - Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UULLAJ) membatsai kerugian hanya pada kerugian yang secara nyata dialami oleh konsumen, seperti biaya perawatan rumah sakit, kerusakan barang bawaan.2. Pemberian santunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 19 (2) Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Meskipun kerugian yang menyangkut jiwa dan keselamatan diatur dalam Undang Undang No 34 Tahun 1964 tentang dana sumbangan wajib kecelakaan lalu lintas. Keterbatasan besarnya kerugian menurut UULLAJ dapat dilakukan gugatan ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum (pasal 1365 jo 1367 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ). Kata “ dapat “ di atas menunjukan masih ada bentuk-bentuk ganti rugi lainya yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelaku usaha, seperti keuntungan yang akan diperoleh bila tidak terjadi kecelakaan, kehilangan pekerjaan atau penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang diderita dan sebagainya. Pada bagian lain Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan bahwa konsumen berhak mendapat ganti rugi maksimal Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) melalui penjatuhan sanksi administratif yang dijatuhkan Badan Penyelesaian Konsumen (BPSK) (pasal 52 butir m jo pasal 60 ayat (2) Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).Dalam skripsi ini penulis menitik beratkan pembahasan pada tanggung jawab badan usaha jalan tol atas tututan ganti rugi konsumen, studi kasus PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. Tema ini diambil dengan pemikiran bahwa konsumen sebagai pihak yang lemah dan kurang memahami Hukum Perlindungan Konsumen , sering kali dirugikan oleh pelaku usaha dalam hal ini badan usaha jalan tol yang menerima tuntutan dari konsumen.Begitu banyaknya kejadian kecelakaan yang mengakibatkan kerugian serta terjadi setiap saat di jalan tol, kendaraan pengguna jalan tol, atau dari badan usaha jalan tol itu sendiri, dan tanpa mau mengkoreksi lebih lanjut apa yang menjadi penyebab terjadinya masalah, dan yang lebih parahnya lagi menganggap itu adalah musibah belaka. Kesalahan konsumen adalah karena ketidakpahaman mengenai hukum perlindungan konsumen, seperti : 1. Harus mengadu kemana 2. Apa akan ada yang akan menganti kerugian 3. Apa yang menjadi syarat dan pra-syratnya 4. Hambatan – hambatan apa yang di alami oleh konsumen Faktor - faktor tersebut diatas yang membuat penulis tertarik untuk menelusuri kebenaran dan sering menjadi sebuah pertimbangan bagi konsumen yang akan mengadukan kejadian yang terjadi, Sedangkan sebenarnya apabila konsumen kritis dan paham akan perlindungan konsumen maka hal – hal tersebut diatas akan terpecahkan. Untuk itu penulis memberi judul : “Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Atas Tuntutan Ganti Rugi Konsumen (Studi Kasus PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk)’’. Judul skripsi yang penulis buat pernah penulis baca yaitu skripsi judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jalan Tol” Penulis Halim, A. Ridwan[5] dan skripsi judul “Tanggung Jawab Badan Hukum (PT) atas adanya perbuatan Melanggar Hukum” penulis Burhannudin Daulay[6] B. Pokok PermasalahanBerdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut1. Hak apa yang diperoleh konsumen bila terjadi kecelakaan dan gangguan keamanan pada saat menggunakan jasa jalan tol? 2. Apa hambatan – hambatan yang di alami konsumen pada saat mengajukan tuntutan ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum yang di lakukan oleh badan usaha jalan tol dan bagaimana solusi nya C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian Setiap melakukan kegiatan apapun pasti mempunyai tujuan dan kegunaan demikian pula didalam skripsi yang berjudul Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Atas Tuntutan Ganti Rugi Konnsumen (Studi Kasus PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk)’’. 1. Tujuan Penelitian. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah. 1.1. Untuk mengetahui bagaimana tindakan konsumen bila terjadi kerugian yang menimpanya pada saat mengkomsumsi jasa jalan tol dan pelayanan apa yang dapat diberikan bila terjadi kecelakaan dan gangguan keamanan.1.2. Untuk mengetahui bentuk kesalahan penyelenggara jalan tol yang manakah yang dapat dimintakan ganti rugi dan tata cara, syarat untuk memperoleh ganti rugi bila kesalahan terjadi akibat penyelenggara jalan tol.2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah 2.1. Untuk pengetahuan dan memperluas wawasan bagi penulis tentang adanya tanggung jawab badan usaha jalan tol terhadap ganti rugi kepada konsumen.2.2. Untuk ilmu pengetahuan secara umum mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen.2.3. Memberikan informasi terhadap konsumen jalan tol tentang adanya ganti rugi apabila konsumen dirugikan oleh pihak badan usaha jalan tol dan merupakan pemberdayaan hak - hak konsumen jalan tol untuk mendapat keamanan dan keselamatan yang sesuai.2.4. Untuk membekali diri konsumen jalan tol agar melakukan tuntutan bila dirugikan oleh pihak badan usaha jalan tol. D. Kerangka Teoretis dan Konseptual Kerangka TeoretisMenurut Az-Nasution, perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.[7] Menurut Gunawan Wijaya konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga nya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan.Jalan tol menurut Zumrotin K. Susilo merupakan jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar sejumlah uang tol[8] Kerugian menurut Nieuwenhuis adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain. Kerangka Konseptual Sehubungan dengan adanya tela’ah yang akan dilakukan dalam pembahasan skripsi ini, maka konsep dasar untuk mempermudah, menafsirkan data yang akan diperoleh penulis mengenai ‘ Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Atas Tuntutan Ganti Rugi Konsumen (Studi kasus PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk)’’ .Batasan pengertian konsep dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut :Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan[9] Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha hukum maupun badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi [10] Badan usaha di bidang jalan tol adalah badan hukum yang bergerak di bidang pengusahaan jalan tol[11]Badan hukum adalah suatu perkumpulan/organisasi yang oleh hukum di perlakukan seperti seorang manusia, yaitu sebagai pengemban hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dapat memiliki kekayaan,dan manggugat dan diguagat di muka Pengadilan.[12] Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol [13].Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pengguna jalan tol[14] Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya serta keseimbangan wilayah dengan memperhatikan keadilan,yang dapat dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan tol[15]Pengguna jalan tol adalah setiap orang yang menggunakan kendaraan bermotor dengan membayar tol[16]Pengoperasian jalan tol meliputi kegiatan pengumpulan tol, pengunaan, penutupan sementara, pengambilalihan dan pengoperasian setelah masa konsensi, serta usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan penyelenggara jalan tol[17]Tuntutan adalah permintaan dengan memaksa.[18]Ganti rugi adalah penggantian yang diberikan untuk menutup kerugian [19]Sedangkan tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19 sampai dengan pasal 28 Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dimaksudkan bahwa pelaku usaha sudah sewajarnya mempunyai itikad baik di dalam menjalankan usaha nya. Perwujudan adanya itikad yang baik tersebut tercermin pada kebersediaan pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi atas kesalahan yang terjadi dalam rangkaian kegiatan usaha. E. Metode Penelitian Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui kegiatan ilmiah seperti penelitian, dimana dalam penelitian tersebut akan mencari data - data bahan-bahan yang dapat digunakan untuk penelitian ilmiah secara sistematis,metodologis,dan konsisten dengan mengadakan analisa.1. Spesifikasi Penelitian Pada penelitian ini berbentuk deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala - gejala lainnya[20] penelitian ini dilakukan dengan maksud unutk mengetahui mengenai tanggung jawab badan usaha jalan tol atas tuntutan ganti rugi konsumen.2. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini adalah yuridis normatif artinya mengkaji dan menguji data berdasarkan data sekunder :3. Metode Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan dua tahap metode pengumpulan dataa. Penelitian Kepustakaan (Library Research)Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang didasarkan pada bahan-bahan pustaka dengan melakukan penelitian data sekunder yang mencakup - Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat meliputi peraturan perundang-undangan dan bahan hukum tertulis yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti- Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, laporan hasil penelitian, makalah seminar, internet, artikel surat kabar, majalah, dokumen-dokumen dan surat edaran yang berhubungan dengan topik penulisan- Bahan hukum tersier, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder melalui kamus-kamus, buku-buku perkuliahan, diktat dan catatan perkuliahan yang mendukung penulisanb. Penelitian lapangan (Field Research)Penelitian lapangan atau penelitian data primer dilakukan untuk memperoleh data yang konkrit mengenai permasalaham yang akan di bahas. Penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu1) Teknik Wawancara Pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.2) Teknik Observasi Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung dan mengadakan penelitian terhadap obyek penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan. 4. Metode Analisa Data Data yang diperoleh baik data sekunder maupun data primer, kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu pengujian tanpa menggunakan angka-angka perhitungan atau model-model matematis dan rumusan-rumusan statistik kemudian hasilnya disajikan secara deskriptif. F. Sistimatika PenulisanPenelitian skripsi ini disusun dalam suatu sistematika yang terdiri dari lima bab,yang masing-masing meliputi beberapa sub bab, yaitu sebagai berikut ; BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang mendasari skripsi ini, selain itu dikemukakan juga mengenai pokok permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teoritis, kerangka konseptual, dan metode penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN UMUM TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN

Pembahasan dalam bab ini berisikan tentang sejarah perkembangan hukum perlindungan kosumen di Indonesia, pengertian dan batasan hukum perjanjian terhadap konsumen dan ruang lingkup perlindungan konsumen yang didalamnya ada pengertian pelaku usaha dan perlindungan konsumen, dasar hukum konsumen dan pelaku usaha, ganti rugi, tanggung jawab pelaku usaha,hak – hak dan kewajiban pelaku usaha, risiko bagi pelaku usaha.BAB III : PENYELENGGARAAN USAHA JALAN TOL OLEH PT. CITRA MARGA NUSAPHALA PERSADA, Tbk Dalam bab ini penulis membahas yang berisikan latar belakang berdirimya PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk sebagai badan usaha di bidang jalan tol, struktur pegawai, sistem pengelolaan jalan tol, dan tanggung jawab sebagai badan usaha jalan tol terhadap konsumen dalam mengelola tol, Tanggung Jawab Atas Kerugian Konsumen Menurut KUHPerdata dan Menurut UUPK Pembuktian Kesalahan Menurut KUHPerdata dan UUPK BAB IV : ANALISIS TANGGUNG JAWAB BADAN USAHA JALAN TOL TERHADAP TUNTUTAN GANTI RUGI KONSUMEN
Pada pembahasan dalam bab ini meliputi tindakan yang dilakukan konsumen bila terjadi kerugian, bentuk kesalahan pihak badan usaha jalan tol, kesalahan pihak lain, proses dan tata cara pemberian ganti rugi yang mencakup pembuktian dan penanganan terhadap konsumen, pemberian ganti rugi, serta kasus posisi beserta analisa kasusunya.BAB V : PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran, penulis menyimpulkan hal-hal yang telah dikemukakan saran-saran yang diharpkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan sehubungan dengan topic permasalah yang dibahas. TANGGUNG JAWAB BADAN USAHA JALAN TOL ATAS TUNTUTAN GANTI RUGI KONSUMEN(Studi Kasus PT. Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk) SKRIPSIDiajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas danMemenuhi Syarat-syarat dalam Menempuh UjianSarjana Hukum Strata Satu (S-1) Disusun Oleh :Nama : ERRY DWI YUDHANo. DP : 02.33.001.033 FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS KRISNADWIPAYANAJAKARTA2007[1] Yusuf Shofie, Penyelesaian Konsumen menurut Undang - Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) teori dan praktek Penegeakan Hukum Cetakan ke-2 (Bandung: Citra Aditya Bakti 2001), hal 7[2] Zomrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen Cetakan ke-1 (Jakarta : Penerbit Swadaya, 1996), hal 13[3] Ibid, Hal 9[4] Yusuf Shofie,Op Cit, hal 76 [5] Halim A, Ridwan, Perlindugan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jalan Tol, Jakarta : Skripsi Unika Atma jaya, 2001[6] Burhannudin, Daulay, Tanggung Jawab Badan Hukum (PT) Atas Adanya Perbuatan Melanggar Hukum, Jakarta : Skripsi Universitas Tarumanagara, 1999[7] Nasution, AZ, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 [8] Zumrotin K. Susilo Op.cit hal 106[9] Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika 1999) hal 2-3 [10] Ibid, hal 3[11] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 295/PRT/2005 hal 2 [12] Kamus hukum (Jakarta : Pradana Paramita, 1986) hal 15 [13] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 15 tahun 2005 tentang jalan tol pasal 1[14] Ibid, pasal 1 ayat 3 [15] Ibid, pasal 2[16] Ibid, pasal 1 ayat 7[17] Ibid pasal 36[18] Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996),hal 1560[19] Ibid, hal 1182[20] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3. (Jakarta: UI-Press 1986), hal.10 BAB IITINJAUAN UMUM TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN A. Ruang Lingkup Perlindungan KonsumenPengertian Perlindungan Konsumen dan Pelaku UsahaSetiap hari kita selalu berperan sebagai konsumen barang maupun jasa. Hal ini kita lakukan sebagai ikhtiar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam mengkonsumsi barang atau jasa tentu kita pernah merasakan adanya kecurangan yang dilakukan oleh produsen. Ini kemudian membuat konsumen kecewa tidak puas dan merasa tertipu.Untuk itu perlu kiranya kita mengenali diri sebagai konsumen, baik dalam hubungan dengan produsen, maupun kekuatan dan kelemahan dibaliknya . Pengenalan itu di harapkan dapat memberi suatu daya dorong pada konsumen untuk mengetahui martabat, hak dan kewajibanya serta melaksanakan sacara penuh dan konsisten. Maka lahirlah Perlindungan Konsumen beserta Undang-Undang nya yaitu Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang wajib ditaati oleh konsumen dan pelaku usaha. Perlindungan konsumen dan Undang-Undang nya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan fisik, kepentingan sosial, ekonomi, dan kepentingan hukum konsumen. Untuk menjamin undang-undang perlindungan konsumen tersebut mengatur beberapa hal pokok yaitu mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, pembinaan dan pengawasan, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, klausula baku, penyelesaian sengketa dan sanksi atau pelanggaran, sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UUPK perlindungan konsumen mempunyai arti segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Bila perlindungan konsumen dikatakan sebagai suatu sistem, maka kita perlu mengkaji lebih mendalam adakah asas-asas hukum yang menjadi latar belakang sehingga perlu disebut sebagai suatu sistem. Dalam pasal 2 Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindugan Konsumen (UUPK) perlindungan konsumen menganut asas-asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.[21] Dari kelima asas perlindungan konsumen seperti tercantum pasal 2 UUPK tersebut, dikatakan bahwa perlindungan konsumen diibaratkan sebagai sekeping uang logam yang memiliki dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, akan berkenaan dengan konsumen, sedangkan sisi lain berkenaan dengan pelaku usaha, dan dua sisi itu tak dapat dipisahkan satu sama lainnya.[22]Enam tujuan perlindungan konsumen sebagai komitmen yang tercermin dalam kelima asas tersebut (Pasal 3 UUPK) adalah :a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.b. Meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa.c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang menganut unsur kepastian hukum yang keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen[23] Pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa dalam pengertian ini termasuk didalamnya pembuat, grosir, dan pengecer profisional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Sifat profisional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggungjawaban dari produsen.[24] Namun pelaku usaha dalam UUPK dan penjelasannya cukup luas, cakupan luas nya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat eropa terutama Negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai produsen adalah pembuat produk jadi (finished product), penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan maksud untuk diperjual-belikan, disewakan, disewagunakan (leasing) – atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan[25]Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat[26] 2. Dasar Hukum Konsumen dan Pelaku Usaha Hukum konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke- 4 yang berbunyi : “… Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia…” Umum nya sampai saat ini, orang yang bertumpu pada kata “segenap bangsa” sehingga ia diambil sebagai suatu asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa), dari kata “melindungi” menurut hemat penulis, di dalam nya terkandung pula asas perlindungan (hukum). Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu tentu nya bagi segenap bangsa tanpa kecuali.[27]Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan termuat dalam pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ketentuan tersebut berbunyi: “ Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”Sesungguhnya apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu oleh pihak-pihak lain, maka alat – alat Negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan/atau mencegah terjadinya gangguan tersebut.Penghidupan yang merupakan hak dari warga Negara dan hak semua orang. Ia merupakan hak dasar bagi rakyat secara menyeluruh.[28]Landasan hukum selanjutnya adalah ketetapan MPR tahun 1993 (TAP MPR 1993). Salah satu yang menarik dari Tap MPR 1993 ini adalah disusun nya dalam suatu nafas, dalam suatu baris kalimat tentang kaitan produsen dan konsumen susunan kalimatnya berbunyi :“… Meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen…”Dalam susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang kekhususan kepentingan produesn (dan semua pihak yang dipersamakan dengannya) dan kepentingan konsumen, arahan MPR ini ditinjau dari keterkaitan unsur – unsur masyarakat bangsa dan kepentingan- kepentingan mereka secara keseluruhan, setidaknya dua hal perlu mendapat perhatian, yaitu: [29].a. Ada nya kelompok-kelompok masyarakat yaitu masyarakat produsen dan masyarakat konsumen.b. Kepentingan masing - masing kelompok perlu dilindungi.Isitilah Konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada UUPK pasal 1 Ayat 2. Sebelum muncul UUPK- yang berlaku mulai tanggal 20 April 2000- praktis hanya sedikit yang pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia.Dalam garis-garis besar haluan Negara (ketetapan MPR No. II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan.Di antara ketentuan normatif itu terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (yang diberlakukan 5 maret 2000 satu tahun setelah di undangkan). Undang-Undang ini memuat suatu definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentinmgan orang lain[30]Kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumen nya masing masing termuat dalam:a. KUHPerdata, terutama Buku kedua, ketiga, keempat.b. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua.c. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antar penyedia barang atau penyelengara jasa tertentu dari konsumen.[31] Hak dan Kewajiban KonsumenPada dasarnya jika kita berbicara masalah hak dan kewajiban maka kita harus kembali kepada undang-undang. Hak- hak konsumen dalam praktek sehari-hari sering tidak diterapkan, baik karena ketidaktahuan atau keenganan memanfaatkan nya, dipihak lain masih banyak pelaku usaha yang sering bertindak semena – mena di balik ketidakberdayaan dan ketidaktahuan konsumen tersebut.[32] Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikat nya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya[33]Seiring dengan keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan konsumen,maka mulailah dipikirkan kepentingan-kepentingan apa dari konsumen yang perlu mendapat perlindungan, kepentingan itu sendiri dapat dirumuskan dalam bentuk hak.Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumenSecara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu[34]1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);3. Hak untuk memilih (the right to choose);4. Hak untuk di dengar (the right to be heard)Adapun hak-hak konsumen yang diatur dalam pasal 4 UUPK, konsumen memiliki hak dan mendapat jaminan dan pelindungan dari hukum ialah sebagai berikut :[35]Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.Hak atas infomasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur serta tidak diskriminatif;Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau pengantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mesti nya;Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnyaSesuai dengan pasal 4 UUPK mengenai hak konsumen, konsumen mempunyai hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil,kompensasi sampai ganti rugi[36]. Kewajiban KonsumenSelain memperoleh hak tersebut UUPK juga mengatur kewajiban sebagai konsumen sesuai dengan pasal 5 UUPK, sebagai balance, konsumen juga diwajibkan untuk:[37]Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan ;Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 4. Ganti RugiGanti rugi sering diperinci dalam tiga unsur : biaya, rugi dan bunga. Yang dimaksudkan dengan biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata–nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Yang dimaksudkan dengan istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Sedangkan yang dimaksudkan dengan istilah bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan (bahasa Belanda : winstderving), yang sudah di bayangkan atau di hitung oleh kreditur[38] Dalam setiap kasus, tidak selamanya ketiga unsur itu ada, tetapi ada kalanya hanya terdiri dari dua unsur saja.Hak atas ganti rugi ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang dan jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen baik yang berupa materi, maupin kerugian yang menyangkut diri (sakit,cacat,bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu.Konsumen yang menderita kerugian akibat produk yang cacat mendapat ganti rugi yang memadai, diberikan pilihan penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik yang diselesaikan secara damai (diluar pengadilan), maupun yang diselesaikan melaui pengadilan. Dalam Pasal 19 UUPK secara jelas diatur, pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa. Ganti rugi itu bersifat serta merta, dan diberi jangka waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi.[39]Secara umum tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori, yaitu : 1). Tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka terlebih dahulu produsen dan konsumen terikat dengan perjanjian. Dengan demikian (pihak ketiga bukan sebagai pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi.Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atau prestasi utama atau garansi dalam perjanjian, bentuk- bentuk wanprestasi itu dapat berupa:[40] a) Debitur tidak dapat memenuhi prestasi sama sekali b) Debitur terlambat dalam memnuhi prestasic) Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.Terjadinya wanprestasi pihak debitur dalam suatu perjanjian, membawa akibat yang tidak mengenakan bagi debitur karena harus :[41]1) Mengganti kerugian.2) Benda yang menjadi objek perikatan, sejak terjadinya wanprestasi menjadi tanggung gugat debitur.3) Jika perikatan itu timbul dari perikatan timbale balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.Sedangkan untuk menghindari kerugian bagi kreditur karena terjadinya wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut salah satu dari lima kemungkinan.a) Pembatalan (pemutusan) perjanjianb) Pemenuhan perjanjianc) Pembayaran ganti rugid) Pembatalan perjanjian e) Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugianDalam tanggung gugat berdasarkan adanya wanprestasi, kewjiban untuk membayar ganti kerugian tidak lain dari pada akibat penerapan klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang oleh kedua belah pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Dengan demikian, bukan Undang-undang yang menentukan apakah harus dibayar ganti kerugian atau berapa besar ganti kerugian yang harus dibayar, melainkan kedua belah pihak yang menentukan syarat-syarat nya serta besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, dan yang telah diprejanjikan tersebut, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.[42] 2). Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum Dalam buku Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen dikatakan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melannggar hukum tidak perlu di dahului dengan perjanjian antar produsen dan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh semua pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antar produsen dan konsumen. Dengan demikian, pihak ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian[43]Untuk mendapatkan ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur – unsur sebagai berikut : [44]a) Ada perbuatan melanggar hukum.b) Ada kerugian c) Ada hubungan kausalitas dan perbuatan melanggar hukum dan kerugiand) Ada kesalahan. Dasar dasar tersebut diatas lebih menekankan kepada penting nya pemberian hak kepada konsumen untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian, apabila ternyata tidak sesuai dengan yang diperjanjikan maupun tidak dalam kondisi sebagimana mestinya. Karena dalam transaksi perjanjian seorang konsumen jalan tol terjadi begitu cepat ketika di gerbang tol, Terlepas adanya unsur ketidaksengajaan dari pihak pelaku usaha yang mengakibatkan terjadinya cacat barang atau jasa yang tersembunyi, dan sekalipun telah yakin terhadap kejujuran pelaku usaha tersebut.Tetapi sama hal nya dengan produk barang yang ditawarkan kepada konsumen, untuk produk jasa pelaku usaha diwajibkan untuk memenuhi jaminan dan atau garansi, karena pemanfaatan nya tidak selamanya berkelanjutan serta tidak dimungkinkan adanya suku cadang dan fasilitas purna jual.[45] Hal tersebut diatas sama hal nya dengan Pasal 26 Undang Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:“Kewajiban memenuhi jaminan dan atau garansi yang disepakati dan/atau diperjanjikan bagi jasa yang diperdagangkan.Menurut Yusuf Shofie, dalam bukunya ytang berjudul 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakan hak Konsumen menanggapi pasal tersebut diatas tidak ada sanksi pidana, kecuali sanksi administratif sebagaimana dimaksud pasal 60 UUPK, yaitu : Penetapan Ganti rugi maksimal Rp 200 juta oleh Badan Penyelesaian Konsumen (BPSK).[46] B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pengertian Tanggung JawabTanggung jawab merupakan aspek pertama dari perlindungan konsumen, persoalan tentang tanggung jawab produsen atas kerugian sebagai akibat yang ditimbulkan oleh produknya, dan tanggung jawab identik dengan ganti rugi. Pada Bab IV pasal 19 - pasal 28 mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha di dalam menjalankan usaha nya, baik tanggung jawab publik maupun tanggung jawab privat. Dengan tingkat persoalan ini lazim disebut dengan tanggung jawab produk.menurut Agnes M. Tour didalam buku Jonus Sidabolok Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, “Tanggung jawab produk ialah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawa nya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut”[47] tanggung jawab juga diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata :”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut [48] Selain itu juga dijelaskan dalam pasal 1366 KUHPerdata juga ditegaskan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati. Dalam hal menyangkut produk-produk tertentu, ketentuan tentang tanggung jawab yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, sering kali dirasa belum mendapat melindungi kepentingan konsumen secara memadai, Disamping itu ternyata KUHPerdata membuka kemungkinan pengaturan lain secara khusus, yaitu dengan menggunakan Undang-Undang Perlindingan Konsumen.Produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat yang menunjang bagi pembangunan perekonomian nasional secara keseluruhan. Karena itu produsen dibebankan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban itu yaitu menerapkan norma norma hukum, kepatutan, dan menjunjung tinggi kebiasaan yang berlaku di kalangan dunia usaha.Pelaku usaha harus bekerja keras untuk menjadikan usahanya memberi kontribusi pada peningkatan pembangunan nasional secara keseluruhan[49]Kewajiban pelaku usaha untuk senantiasa beritikad baik dalam melakukan kegiatannya (pasal 7 angka 1 UUPK) berarti bahwa palaku usaha ikut bertanggung jawab untuk menciptakan iklim yang sehat dalam berusaha dalam menunjang pembangunan nasional. Jelas ini adalah tanggung jawab publik yang diemban oleh seorang pelaku usaha. Banyak ketentuan di dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen ini yang bermaksud mengarahkan pelaku usaha untuk berperilaku sedemikian rupa dalam rangka menyukseskan pembangunan ekonomi nasional khususnya di bidang usaha.Tanggung jawab pelaku usaha di atur dalam UUPK pasal 19 ayat 1 yang berbunyi [50]:Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.Yang dimaksud dengan pasal 19 UUPK ini adalah konsumen menderita kerugian berupa terjadinya kerusakan, pencemaran, atau kerugian financial dan kesehatan karena mengkonsumsi produk yang diperdagankan, produsen sebagai pelaku usaha wajib memberi penggantian kerugian, baik dalam bentuk pengembalian uang, penggantian uang, penggantian barang, perawatan maupun dengan pemberian santunan. Dengan demikian ketentuan ini tidak dimaksudkan supaya persoalan di selesaikan di pengadilan, tetapi merupakan kewajiban mutlak bagi pelaku usaha untuk memberi penggantian kepada konsumen, kewajiban yang harus dipenuhi seketika.Dalam mengenai tanggung jawab badan usaha jalan tol terhadap konsumen pengguna jalan tol terdapat pada pasal 87 PP no 15 tahun 2005 tentang jalan tol dimana pengguna jalan tol berhak menuntut ganti kerugian kepada badan usaha jalan tol atas kerugian yang merupakan akibat kesalahan dan badan usaha dalam pengusahaan jalan tol. Prinsip-prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:[51]1. Kesalahan (liability based on fault),2. Praduga selalu bertanggung jawab (presemption of liability)3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presemption of nonliability)4. Tanggung jawab mutlak (strick liability).5. Pembatasan tanggung jawb (limitation of liability)Uraian diatas menunjukan bahwa tanggung jawab pelaku usaha dan perlindungan konsumen merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tetapi hanya dapat dibedakan, dimana tanggung jawab pelaku usaha merupakan sebagian dari cakupan pengertian perlindungan konsumen. Hak-Hak dan Kewaiban Pelaku UsahaUntuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak Undang – Undang Perlindungan Konsumen telah memberikan peraturan mengenai hak-hak dan kewaiban-kewajiban pelaku usaha.Hak-hak pelaku usaha yang diatur dalam pasal 6 UUPK memiliki hak sebagai berikut:[52]a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik,c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumend. Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkane. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama[53] Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut pasal 7 UUPK adalah [54]:a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatifd. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlakue. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dari dan/atau diperdagangkan f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian,dan atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;g. memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan sesuai dengan perjanjianDengan demikian, pokok-pokok kewajiban produsen/pelaku usaha adalah beritikad baik dalam menjalankan usaha nya, memberikan informasi, memperlakukan konsumen dengan cara yang sama, menjamin produk nya, memberi kesempatan bagi konsumen untuk menguji, dan memberi kompensasi. Risiko Bagi Pelaku Usaha.Risiko timbul dari adanya ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah merupakan kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko, karena mengakibatkan keragu-raguan seorang mengenai kemampuan untuk meramalkan kemungkinan terhadap hasil –hasil yang akan terjadi di masa mendatang[55]Risiko ialah kewaijban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak[56]Persoalan risiko itu berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain berpokok pangkal pada kejadian yang dalam Hukum Perjanjian dinamakan : Keadaan memaksa. Persoalan risiko adalah buntut dari suatu keadaan memaksa, sebagaimana ganti rugi adalah buntut dari wanprestasi.Dalam bagian umum buku ke III KUHPerdata, sebenarnya kita hanya dapat menemukan satu pasal, yang sengaja mengatur soal risiko ini yaitu pasal 1237. yang berbunyi sebagai berikut : “Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu termasuk perikatan yang dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang” pernyataan tanggungan dalam pasal ini sama dengan “risiko” [57]Dalam bagian khusus, memang kita temukan beberapa pasal yang mengatur soal risiko tersebut, misalnya pasal 1460 (risiko dalam jual beli) dan pasal 1545 (risiko dalam tukar menukar) KUHPerdata. Pasal 1460 mengatakan : “Jika barang yang dijual itu berupa satu barang yang sudah ditentukan, maka barang itu sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli meskipun penyerahan belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya”Pasal 1545 menentukan :“Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah diberikan dalam tukar menukar itu”.Memang kedua pasal tersebut diatas, berlainan sekali. Pasal 1460 (jusl-beli) meletakan risiko pada pundak nya pembeli, yang merupakan kreditur barang yang dibelinya (kreditur karena ia berhak menuntut penyerahannya ). Pasal 1545 (tukar-menukar) meletakan risiko pada pundak masing-masing pemilik barang yang ditukarkan. Pemilik adalah debitur terhadap barang yang di pertukarkan dan musnah sebelum diserahkan[58].Mengenai risiko pelaku usaha, kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengkonsumsi produk yang cacat merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha karena itu pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen, namun konsumen tetap di bebankan beban pembuktian. Dalam hal ini konsumen hanya perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan pelaku usaha (produsen) dan kerugian yang dideritannya. C. Pengertian dan Batasan Hukum Perjanjian Terhadap KonsumenSuatu perjajian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana ada dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.Dengan demikian hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju melakukan sesuatu.[59]Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan itu paling banyak diterbitkan dari suatu perjanjian. Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita tenui landasannya pada ketentuan pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang”.Ketentuan itu dipertegas lagi dengan rumusan ketentua Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih” dengan demikian jelaslah bahwa perjanjian melairkan perikatan.[60]Rumusan yang diberikan tersebut hendak memperlihatkan kepada kita semua, bahwa suatu perjanjian adalah:[61]1. Suatu Perbuatan;2. antara sekurangnya dua orang (jadi dapat lebih dari dua orang)3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut Ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan, sumber-sumber lain ini tercangkup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Mengenai syarat sah nya suatu perjanjian dapat kita temukan dalam ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.2. Kecapakan untuk membuat suatu perikatan3. Suatu hal tertentu.4. Suatu sebab yang halal.Pasal 1320 KUHperdata dirimuskan dalam bentuk :[62]1. Kesepakatan yang bebas2. Dilakukan demi pihak yang demi hukum dimnggap cakap untuk bertindak3. Untuk melakukan suatu prestasi tertentu4. Prestasi tersebut haruslah prestasi yang diperkenankan oleh hukum, kepatutan kesusilaan, ketertiban umum dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas (atau biasa disebut suatu klausa yang halalUndang undang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara bebas untuk membuat dan melaksanakan perjanjian, selama keempat unsurr diatas terpenuhi. Pihak pihak dalam perjanjian adalah bebas menentukan aturan main yang mereka kehendaki dalam perjanjian tersebut, dan selanjutnya untuk melaksanakannya sesuai kesepakatan yang telah tercapai diantara mereka, selama dan sepanjang para pihak tidak melenggar mengenai ketentuan klausula yang halal. Pada dasarnya perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara dua pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum. Untuk melaksanakan suatu prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum serta kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas.Namun adakalanya “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam suatu negosiasi tidak seimbang, yang pada akhirnya melakukan suatu perjanjian yang “tidak selalu menguntungkan” salah satu pihak Dalam praktek dunia usaha juga menunjukan bahwa keuntungan kedudukan tersebut sering diterjemahkan dengan pembuatan perjanjian baku dan/atau kalusula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak yang “lebih doiminan” dari pihak lainnya. Dikatakan bersifat baku karena, baik perjanjian maupun klausula tersebut, tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar-tawar oleh pihak lainnya[63]. Take it or leave it tidak ada pilihan pada salah satu pihak dalam perjanjian ini, cenderung merugikan pihak yang dominan tersebut. Batasan mengenai perjanjian baku dan/atau klausula baku yang diberikan di antaranya Pasal 1 angka 10 UUPK :“Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh kinsumen”.[64]Dalam Undang Undang tentang perlindungan konsumen mengenai klausula baku ini di atur dalam bab V tentang ketentuan pencantuman klusula baku yang hanya terdiri dari satu pasal yaitu pasal 18 Pasal 18 Ayat (1), [65]Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau/jasa yang di tujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat dan/atau mencantumkan klasula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usahab. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumenc. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsurane. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumenf. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasag. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinyah. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang mengungkapkannya sulit dimengerti.(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang iniPenjelasanAyat (1) “Larangan ini dimaksud untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.Ketentuan pencatuman klausula baku sebagaimana diatur dalam Bab V Pasal 18 UUPK, dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan berkontrak. Pada prinsionya Pasal 18 UUPK tidaklah melarang penggunaan perjanjian baku (Standart Form Contract), baik untuk barang maupun jasa, asalkan larangan (verbod) dan suruhan/keharusan (gebod) yang dituangkan didalamnya tidak dilanggar. Ada kesan dimana beberapa pelaku usaha bahwa UUPK melarang perjanjian baku sehingga sangat menghambat aktivitas ekonomi mereka, padahal tidaklah demikian, UUPK hanya membatasi pengguanaan perjanjian baku yang menimbulkan ekses negatif bagi pihak lainnya (konsumen).[66] Sehubungan dengan ketentuan klausula baku, sebelum klien (konsumen) memperoleh jasa pelayanan hukum dari advokat/pengacara (pelaku usaha), ia harus menandatangani dokumen atau perjanjian yang sudah dilakukan – lazim disebut surat kuasa (khusus) yang menjembatani hubungan advokat/pengacara dengan kliennya.[67]Dalam bebagai kaitan hubungan hukum yang terjadi antara pengusaha dan konsumen. Salah satu diantaranya adalah hubungan hukum yang terjadi dengan menggunakan perjanjian dengan syarat-syarat baku. [21] Yusuf Shofie, 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen, (Jakarta: Lembaga Konsumen PIRAC 2003), hal 23.[22] Ibid, hal 23-24.[23] Ibid, hal 24-25.[24] Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan ke-1. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal 16. [25] Ahmasi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:. Raja Grafindo Persada, 2004), hal 8 – 9 [26] Ibid, hal 9[27] Nasution, AZ, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar (Jakarta, Diadit Media, 2006), hal 47[28] Ibid, hal 48[29] Ibid, hal 49[30] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,Cetakan ke-2 (Jakarta,PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal 2 [31] Nasution, AZ Op Cit, hal 53 [32] Imam Baehaqie Abdullah,dkk, Menggugat Hak Panduan Konsumen Bila Dirugikan,Cetakan ke-1. (Jakarta, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia,1990), hal 3.[33] Janus Sidabalok, Op Cit, hal, 35[34] Shidarta Op Cit, hal 19-20[35] Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Op Cit, hal 6[36] Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jskarta : Gramedia Pustaka Utama 2000) hal 30[37] Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Op Cit hal 7[38] Prof. Subekti, SH, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-6. (Jakarta : PT. Intermasa, 2005) hal 47[39] Shidarta, Op Cit, hal 155[40] Ahamdi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit, hal 128[41] Ibid, hal 128[42] Ibid, hal 129[43] Ibid, hal 129[44] Ibid, hal 136[45] Yusuf Shofie, 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen Op Cit, hal 78[46] Ibid, hal 77.[47] Janus Sidabalok, Op Cit, hal 12[48] R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita,1994) hal 288[49] Janus Sidabalok, Op Cit, hal 93[50] Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Op Ci, hal 17[51] Shidarta Op Cit, hal 72-73[52] Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Op Cit hal 7[53] Ahamdi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit, hal 50[54] Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Op Cit, hal 8[55] Soeisno Djojossoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi ( Jakarta : Salemba Empat, 2006), hal 2[56] Prof. Subekti,SH Op Cit, hal 59[57] Ibid, hal 59[58] Ibid, hal 60.[59] Ibid, hal 1. [60] Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal 2.[61] Ibid, hal 7[62] Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani Op Cit, hal 52[63] Ibid, hal 53 [64] Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Op Cit hal 4.[65] Ibid, hal 15.[66] Yusuf Shofie, 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen Op Cit, hal 70.[67] Ibid, hal 70

BAB III PENYELENGGARAAN USAHA JALAN TOL OLEH PT. CITRA MARGA NUSAPHALA PERSADA, Tbk

Pembangunan jalan tol di Indonesia yang dimulai sejak 1978 telah berjalan hampir seperempat abad lamanya. Namun lamanya masa pembangunan infrastruktur jalan bebas hambatan tersebut ternyata tidak sebanding dengan pertambahan panjang ruas jalannya. Dengan kata lain, pembangunan jalan tol di Indonesia berjalan sangat lambatBahkan, bila dibandingkan dengan negara lainnya di Asia seperti Cina, Jepang, dan Malaysia, kondisi jalan tol di tanah air sangat tertinggal. Hal itu diakui pula oleh Direktur Pengembangan Usaha dan Niaga PT Jasa Marga Frans S. Sunito saat acara Asia Toll Road Conference beberapa waktu lalu.[67] A. Latar Belakang PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk Sebagai Pengelola Jalan Tol. PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk atau disebut “Perseroan” adalah sebuah konsorsium yang terdiri atas beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang infrastruktur, khususnya dalam hal penyelenggaraan jalan tol dan bidang terkait lainnya. Perseroan yang didirikan pada tanggal 13 April 1987 di Jakarta, merupakan pionir sekaligus perusahaan swasta pertama yang berperan-serta dalam pembangunan jalan tol di Indonesia. Pendirian Perseroan membuka era baru kemitraan masyarakat dan swasta (public – private partnership) dalam bidang penyelenggaraan jalan tol dengan perannya membangun ruas jalan tol dalam kota Jakarta yang menghubungkan Cawang dan Tanjung Priok yang disebut North South Link (“NSL”) sebagai jalan tol pertama yang dibangun oleh Perseroan. Jalan tol ini merupakan jalan tol layang (elevated toll road) sepanjang 13,63 km ditambah at grade road sepanjang 5,4 km. Keberhasilan pelaksanaan pilot proyek tersebut mendorong Pemerintah pada tahun 1992 memberikan kepercayaan kepada Perseroan untuk membangun dan mengelola proyek jalan tol Tanjung Priok – Jembatan Tiga/Pluit yang disebut Harbour Road (“HBR”) sepanjang 13,93 km. Penyelesaian ruas jalan tol NSL dan HBR tersebut telah memungkinkan sistem jaringan jalan tol dalam kota dapat beroperasi secara terpadu, dan memberikan masa konsesi pengelolaan kepada Perseroan selama 30 tahun sampai dengan 1 Januari 2023. Pada tanggal 20 Juni 1996, Perseroan dan PT Jasa Marga diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengoperasian terpadu jalan tol lingkar dalam kota Jakarta, dengan porsi bagi hasil 75% untuk Perseroan dan 25% untuk Jasa Marga. Selanjutnya berdasarkan hasil kajian konsultan independen dan sebagai salah satu bentuk kooperatif Perseroan kepada pihak Pemerintah, maka pada tanggal 19 Maret 2003, Perseroan menyepakati perubahan porsi bagi hasil tersebut menjadi sebesar 55% untuk Perseroan dan 45% untuk Jasa Marga. Perubahan tersebut dituangkan dalam Perjanjian Kuasa Penyelenggaraan jalan tol dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2003. Sebagai wujud itikad baik Perseroan, dengan menunggu persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat tentang kenaikan tarif tol, Perseroan menyetujui pengunduran kenaikan tarif tersebut dengan pemberian kompensasi. Selama dua tahun lebih, Perseroan terus mengupayakan adanya penetapan pemerintah mengenai pemberian kompensasi terkait dengan adanya selisih waktu antara permberlakuan porsi bagi hasil (1 Januari 2003) dengan pemberlakuan kenaikan tarif tol (11 Juni 2003). Usaha ini akhirnya berhasil dengan ketetapan Pemerintah pada tanggal 25 Juli 2005 untuk memberikan perpanjangan konsesi dari semula 30 tahun menjadi 31 tahun 3 bulan atau sampai dengan 31 Maret 2025. Pada rencana lima tahun pertama 2001-2005, Perseroan telah membuktikan peranannya sebagai perusahaan solusi infrastruktur penyelenggara jalan tol utama di Indonesia melalui reposisi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Pada tahun 2006, Perseroan mengawali rencana lima tahunan kedua dengan visi pengembangan diversifikasi untuk menjadi perusahaan solusi infrastruktur yang menjadi pionir diversifikasi di Indonesia. Upaya sistematis secara bertahap tersebut dilaksanakan dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui peningkatan mobilitas orang, barang dan informasi.Sebelum krisis ekonomi, Indonesia memperoleh pertumbuhan ekonomi yang giat dan aktif terutama pada sektor industri dan sektor perdagangan. Sebaliknya, dengan percepatan pertumbuhan ekonomi itu, terjadi ketertinggalan pembangunan inftrastruktur jalan lalu-lintas yang memadai, tidak mampu mengatasi ledakan penduduk sehingga banyak sekali menimbulkan kemacetan lalu-lintas yang terjadi pada kawasan-kawasan utama jalan-jalan arteri. Aspek ini merupakan pertimbangan utama bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan dengan membangun jalan bebas hambatan (jalan tol) sebagai rute alternatif menuju jalan-jalan arteri. Semula pembangunan proyek jalan tol didanai oleh Pemerintah melalui gabungan dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan dana pinjaman lunak asing, dikembangkan dan dijalankan oleh Perusahaan Bisnis Milik Negara, PT. Jasa Marga (Persero). Pada 1990, pemerintah menetapkan UU No. 13/1990, Pasal 14, bahwa pembangunan jalan tol tidak perlu mengganggu Anggaran Negara, dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan pemerintah No 15/2005 tentang jalan tol. PT. Jasa Marga diberi wewenang untuk membentuk perusahaan-perusahaan patungan (joint venture) dengan para investor dari sektor-sektor swasta dalam pembangunan jalan tol. Bagian jalan tol yang pertama ditawarkan kepada sektor swasta yaitu jalan layang Cawang – Tanjung Priok atau dikenal sebagai the North South Link (NSL), bagian dari jaringan jalan tol infra kota Jakarta (JIUT: the Jakarta Infra Urban toll road) dan bagian penting dari jaringan dalam kota untuk mendukung kelancaran arus barang-barang ke dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok.NORTH SOUTH LINK Pada 13 April, 1987, konsorsium dan beberapa perusahaan memandang perlu potensi-potensi dan sumber-sumber daya nasional, ekonomi, sosial dan politik, membentuk PT. Citra Marga Nusaphala dengan bekerja sama dengan PT. Jasa Marga (Persero), yang diberi mandat untuk menjalani pembangunan itu, dengan membangun dan mengoperasikan proyek Cawang – Tanjung Priok (North South Link) melalui sistem dengan kelonggaran masa selama 22 tahun. Bangunan konstruksi yang pertama dijalankan pada 30 Juni 1987, yang menandai dimulainya pelaksanaan fisik dari proyek ini. Panjang jalan tol seluruhnya adalah 15,66 km yang mempunyai struktur khusus, 12 km diantaranya konstruksi jalan layang dibangun diatas Jakarta By Pass yang berlalu-lintas padat sekali mendukung 6 jalur jalan dengan lebar 25 meter. Untuk mengatasi tantangan teknologi serta tantangan keuangan dalam melaksanakan proyek ini, langkah-langkah yang diambil untuk mengoptimalkan asas solidaritas dengan bentuknya yang lebih terdepan dengan pembinaan sinergi dari berbagai perusahaan di dalam sebuah konsorsium. Dengan cara ini, pelbagai potensi nasional dapat akumulasi di dalam sebuah lembaga yang mendukung dan memperlengkapi satu sama lain semua potensi ini. Di dalam pembangunan proyek ini diterapkan program analisa nilai (perekayasaan teknik nilai) yang meliputi metode penganalisaan kembali untuk target penghematan baik dalam biaya maupun waktu tanpa perubahan-perubahan fungsi atau kekuatan konstruksi. Pada contoh ini, menerapkan teknologi “Dasar Perputaran Bebas Gangguan”, ‘biaya sosial’ yang tinggi dari kemacetan lalu-lintas di jalan dengan pembangunan jalan ini gangguan kemacetan diminimalisir. HARBOR ROAD Berdasarkan atas keberhasilan penyelesaian North South Link pada 1990, pemerintah menawarkan perusahaan itu untuk membangun segmen terakhir yang bisa diintegrasikan dengan jalan tol dalam kota, yaitu kawasan Pelabuhan Tanjung Priok – Jembatan Tiga (Jalan Pelabuhan/Harbor Road), panjangnya 13.13 km yang terdiri dari 10.33 jalan layang dan 1.2 km jalan raya tingkat dasar. Disamping termasuk Jakarta Intra Urban Tollways (JIUT) dan sistem jalan tol Jawa Barat, jalan tol khusus ini menyediakan akses langsung ke Bandara Soekarno-Hatta sehingga meningkatkan arus barang-barang dan orang-orang yang menuju lokasi-lokasi strategis. Pemerintah memberi pemanis untuk pembangunan Harbor Road dalam bentuk perpanjangan periode konsesi 22 tahun sampai 30 tahun yang dimulai pada 1994. Harbor Road dilakukan dalam dua segmen, dan dibuka bagi umum pada September 1995 dan Juni 1996. Oleh karena selesainya Harbor Road pertumbuhan pusat-pusat bisnis dan industri di sekitar kawasan itu mengalami percepatan dengan dibukanya berbagai fasilitas dalam bentuk mall, industri-industri perumahan, kumpulan para profesional diantaranya menjadikan kawasan itu lokasi real estate yang terbaik. Berdasarkan atas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 330/KPTS/M/2005 tanggal 25 Juli 2005, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang hak-hak konsesi Perusahaan itu, semula dari 30 tahun berubah menjadi 31 tahun 3 bulan, dari 1 Januari 1994 sampai 31 Maret 2025. Perpanjangan hak konsesi diberikan oleh karena perbedaan (selisih) antara tanggal pemberlakuan tarif tol baru (11 Juni 2003) dan pembagian pendapatan yang baru (1 Januari 2003). METRO MANILA SKYWAY TOLLROAD Pada 1996, Perusahaan itu diikutsertakan pada pembangunan jalan tol di Philipina melalui kepemilikan saham sebesar 20% pada Citra Metro Manila Tollways Corporation (CMMTC), sebuah konsorsium satu-satunya yang menetapkan untuk membuat dan memegang konsesi atas Metro Manila Skyway (MMS) selama 30 tahun. Citra Marga juga dilibatkan didalam pelaksanaan sistem pengelolaan proyek pada segi operasional proyek tersebut dengan sasaran utamanya untuk memantau dan memperhitungkan keefektifan prinsip-prinsip, kemampuan, aspek teknik dan peralatan untuk aktivitas proyek itu. Jalan tol yang panjangnya 13.45 km telah sepenuhnya beroperasi sejak 15 Desember 1999, dan telah terpilih sebagai sebuah ilustrasi bagi jalan-jalan tol lain di Manila, karena sistem manajemen dan metode konstruksinya yang efektif.Konsorsium dibawah Citra Metro Manila Tollway Corporation (CMMTC), menunjukkan kerjasama model antara sektor umum dan perusahaan swasta serta antara dua negara yang berkembang di Asia Tenggara. Disamping itu, CMNP sangat banyak menarik kepentingan dari pengalaman keikutsertaan dalam ruang lingkup dan prestise proyek.SURABAYA EASTERN RING ROAD Pada 20 Maret 1996, Citra Marga memenangkan tender internasional untuk membangun, mengkonstruksi dan mengoperasikan jalan tol Timur Surabaya tepatnya tol Jalan Lingkar Timur Surabaya. Bersama dengan PT. Jasa Marga, Citra Marga membentuk perusahaan patungan, PT. Citra Margatama Surabaya (CMS), dengan kepemilikan saham sebesar 85% untuk Citra Marga dan 15% untuk Jasa Marga. Adanya krisis ekonomi yang patut disayangkan menghentikan pembangunan untuk sementara waktu pada akhir 1997, walaupun demikian tidak selamanya dihapus oleh pemerintah. Pada 2000 dilakukan peninjauan guna menemukan validitas dan kejelasan dari proyek tersebut dengan variabel-variabel pendanaan baru dengan memberikan pengembalian atas penanaman modal (return on investiment) yang lebih substansial bagi perusahaan. Setelah diadakan pertimbangan seksama, kedua pemegang saham, yaitu PT. Citra Marga dan PT. Jasa Marga, memutuskan untuk melanjutkan proyek dengan berkonsentrasi pada Tahap Pertama, dimulai dari Downtown Waru ke Bandara Internasional Juanda yang baru direnovasi dengan panjang seluruhnya 12 km.[68] PeriodeMotif PertumbuhanVisi Pertumbuhan2001 – 2005Penentuan posisi ulang bagi pertumbuhan yang berkesinambunganUpaya pemecahan masalah infrastruktur terkait jalan toll primier Indonesia. 2006 – 2010DiversifikasiUpaya diversifikasi pemecahan infrastruktur premier Indonesia.2011 – 2015Pertumbuhan dinamisUpaya pemecahan masalah infrastruktur utama Indonesia2016 – 2020Ekspansi wilayah Upaya pemecahan masalah infrastruktur utama Asean 2021 – 2025Pelaku global Upaya pemecahan masalah infrastruktur utama Asia Pasifik. MISI“Kami berada dalam bidang usaha yang memberikan pemecahan masalah infrastruktur yang memungkinkan atau meningkatkan keberlangsungan pembangunan ekonomi melalui mobilitas masyarakat, barang-barang, dan informasi”. Lingkup produk Misi Perusahaan semakin luas sehingga tidak lagi membatasi diri pada bidang usaha jalan toll, akan tetapi juga infrastruktur lainnya seperti telekomunikasi, transportasi, properti, jalan, pipa saluran, listrik, air, minyak, gas dan lain-lain.[69] Pemegang SahamDewanKomisarisPresidenDirekturKomitePemeriksaanSekretaris Perusahaan AuditorInternalDirektur Operasi & Divisi Bidang UsahaDirektur Keuangan Direktur Urusan Umum dan SDMDirekturAsosiasiDirekturAsosiasiDivisi PengelolaanPemungutan Toll Divisi PengelolaanLalu-lintas Divisi Maintenans Divisi Pengembangan Bidang Usaha Divisi Keuangan Perusahaan Divisi Akuntansi Divisi Teknologi Informasi Divisi UrusanUmum Divisi Sumber daya manusia Divisi Pengelolaan Asset & Lingkungan B. Sistem Pengelolaan Jalan TolCMNP adalah pengelola ruas jalan tol Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit (Jalan Tol CMNP).Sistem pengoperasian Jalan Tol CMNP dilaksanakan secara terpada bersama-sama dengan PT Jasa Marga untuk ruas Cawang-Grogol selanjutnya disebut Jalan Tol Dalam Kota Jakarta.Sedangkan sistem pengumpulan tol dilaksanakan secara terbuka, dalam arti uang tol dibayar dimuka pada saat memasuki gerbang tol. Oleh karena system pengoperasian dilaksanakan secara terpadu dengan Jasa Marga, maka oleh dan diantara CMNP dan Jasa Marga telah ditandatangani Perjanjian Pengumpulan Tol Terpadu (PPTT) dan Kerjasama Operasional (KSO)[70]. C. Tanggung Jawab Badan Usaha Jalan Tol Terhadap KonsumenMemelihara jalan tol, termasuk memberikan pelayanan yang baik kepada pengguna jalan tol (konsumen). Tanggung jawab lainnya, lihat dalam UU dan PP dimaksud. Selain itu dalam memelihara jalan tol, CMNP berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Standar Pelayanan Minimum.Selain tanggung jawab tersebut, CMNP juga mempunyai tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibilty) dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Sepanjang tahun 2006 Perseroan telah melakukan upaya-upaya perbaikan maupun penambahan sarana, guna memenuhi kriteria pengukuran yang dipersyaratkan dalam SPM, diantaranya :a. Bidang Pemeliharaan : - Perbaikan jalan (overlay) = 101.096,39 m2- Perbaikan marka jalan = 3.695,48 m2- Perbaikan expansion joint = 5.721,97 m’- Perkuatan struktur spun pile = 2.022 m’- Selimut kolom beton di kali Ancol = 5 buah kolom- Penambahan gardu tandem = 2 buah gardu di gerbang tol Podomoro- Penambahan canopy gerbang = 5 gerbang tol - Penghijauan dan penamanan hutan kota = 2.000 pohon- Pemasangan screen light berupa tanaman hias di median tol = 500 buah- Modifikasi drainase elevated = 13 span - Rehabilitasi jaringan listrik utama dan distribusi = 261 kali- Penggantian lampu dan cover PJU = 530 buah- Perbaikan dan penambahan pagar jalan tol = 676.5 meter- Perbaikan rambu Guide Sign = 25 buah- Perbaikan rambu Standard = 76 buah b. Bidang Pengumpulan Tol : Pemasangan CCTV gerbang tol di 8 lokasi (Tj.Priok 1, Cempaka Putih, Kemayoran, Ancol Barat, Tj.Priok 2, Podomoro, Rawamangun dan Kebon Nanas) Pemasangan alat transaksi otomatis CST (Contactless Smartcard Terminal) di seluruh gerbang tol untuk transaksi prabayar.Pemanfaatan 2 buah gardu tandem di gerbang Podomoroc. Bidang Pelayanan Lalu Lintas : Pemasangan VMS (variable message sign) sebanyak 4 lokasi di tahun 2006 sehingga jumlah keseluruhan menjadi 7 lokasi gerbang tol (Pedati, Jatinegara, Rawamangun, Cempaka Putih, Podomoro, Tj.Priok 1 dan Ancol Timur).Peremajaan kendaraan PJR di tahun 2006 sebanyak 8 unit, kendaraan patroli sebanyak 3 unit dan kendaraan derek sebanyak 7 unit (6 unit derek kecil kapasitas 3 ton dan 1 unit derek besar kapasitas 7 ton).Peremajaan kendaraan Ambulance 2 unit dan 1 unit kendaraan resque serta pengadaan 2 unit moving roller kapasitas 20 ton.Pemasangan dan pengoperasian CCTV (Closed Circuit Television) sebanyak 8 lokasi yaitu di sekitar lokasi Cawang Interchange, Rawamangun, Cempaka Putih, Podomoro, Tanjung. Priok 1, Ancol Timur, Ancol Barat dan Kemayoran.Semua hal yang telah dilakukan oleh Perseroan sebagaimana dijelaskan di atas, tidak semata untuk memenuhi kewajiban SPM, akan tetapi telah menjadi komitmen Perseroan dalam rangka mempertahankan tingkat kenyamanan dan keamanan berkendara serta mempertahankan keandalan struktur jalan tol, agar pengguna jalan tol dapat memperoleh pelayanan terbaik. Hasil dari upaya tersebut tercermin pada data tingkat kecelakaan yang turun di tahun 2006 sebesar 4.43% dari 19,40 pada tahun 2005 menjadi 18,54. Sedangkan tingkat fatalitas turun 33.33% menjadi 0.18 dari 0.27 pada tahun 2005. Tingkat Kecelakan Tingkat Fatalitas Atas prestasi Perseroan dari sisi operasional selama tahun 2006 tersebut di atas, Badan Pengatur Jalan Tol ( BPJT ) dalam suratnya tertanggal 17 Februari 2006 menyatakan bahwa Perseroan telah memenuhi program SPM secara 100%, dan memperoleh piagam penghargaan pada tanggal 8 September 2006 sebagai ruas jalan tol terbaik untuk semester I tahun 2006. Untuk selanjutnya pada semester II tahun 2006 yang telah dilaporkan pada bulan Januari 2007, Perseroan akan berusaha untuk mempertahankan status tersebut dengan terus meningkatkan performance dan tingkat pelayanan jalan tol.Disamping hal tersebut diatas saat ini Perseroan juga terus berusaha untuk mewujudkan misi dan visi Perseroan yaitu CITRA MARGA PRIMA 2025 serta dengan adanya rencana dari BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) untuk menerapkan Standarisasi Sistem Transaksi Elektronik Jalan Tol pada tahun 2010, maka dengan dukungan perkembangan Teknologi Transaksi Tol sebagai tahap awal Perseroan telah menerapkan penggunaan SmartCard (kartu pintar yang dilengkapi dengan chip) dengan system contactless sebagai pengganti kartu dinas model magnit stripe. Penerapan selanjutnya dalam pengembangan transaksi tol, prepaid smartcard akan diterapkan sebagai alat bayar yang direncanakan mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2007. Adapun keunggulan dari penggunaan smartcard adalah dapat mempercepat transaksi dan mengurangi transaksi tunai di gardu sehingga memudahkan dalam pengendalian hasil pendapatan tol serta meningkatkan keakurasian transaksi tol. Selain itu penggunaan smartcard sebagai prepaid card akan menambah kualitas pelayanan transaksi di gardu tol kepada pengguna jalan tol (mengurangi antrian di gerbang tol karena transaksi kurang dari 3 detik). D. Tanggung Jawab Atas Kerugian Konsumen Menurut UUPK.Banyak pelaku usaha yang lari dari tanggung jawab, apalagi mengenai tentang ganti rugi atau mengganti kerugian yang dialami oleh konsumennya. Karena bila mengganti kerugian atas kerugian dari konsumen akan menambah pengeluaran dari pelaku usaha, untunglah ada Undang - Undang Perlindungan Konsumen yang spesialisnya (Undang – Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen).Tanggung jawab dalam Undang – Undang Perlindungan Konsumen ada pasal – pasal yang mengaturnya, seperti apa yang tercantum pada Bab IV tentang tanggung jawab pelaku usaha, khusunya mengenai ganti rugi yaitu pasal 19 ayat (1) :“pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencermaran, dan / atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan / jasa yang dihsilkan atau diperdagangkan “[71] Memperhatikan subtansi dari pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi kerusakan, pencemaran dan kerugian konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka adanya prosuk barang dan atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggung jawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami oleh konsumen[72]Di sisi kerugian yang diderita oleh konsumen dapat berupa kerugian yang disebabkan oleh ketidaksesuaian barang yang dipergunakan, antara lain:a. Kemanfaatan yang seharusnya diperoleh dari barang tersebut.b. Informasi yang dinyatakan dalam label atau keterangan lainnya.c. Mutu yang seharusnya.d. Contoh yang diperlihatkan atau disediakan.e. Jaminan yang harus dipenuhi, termasuk persediaan suku cadang.f. Pembuktian Kesalahan Menurut UUPK. F. Pembuktian Kesalahan Menurut UUPKMenurut Pasal 28 Undang – Undang Perlindungan Konsumen :“Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 22, dan pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha” [73]Beban pembuktian menyangkut ada tidaknya kesalahan dalam kasus pidana (Undang –Undang Perlindungan konsumen pasal 22), dibebankan pada pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian terhadap pelanggaran Undang –Undang Perlindungan Konsumen pasal 19 (4), 20 dan pasal 21. Sementara itu, dalam pasal 28 (kesalahan menyangkut pelanggaran Pasal 19,22 dan Pasal 23), pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan tersebut juga menjadi beban pelaku usaha.Berhasil tidaknya pelaku usaha membuktikan bersalah tidaknya atas kerugian konsumen, sangat menentukan bebas tidaknya pelaku usaha dari tanggung gugat untuk membayar kerugian terhadap konsumen. Ini berarti bahwa prinsip tanggung gugat yang dianut dalam UUPK adalah prinsip tanggung gugat berdasrakan kesalaha, dengan beban pembuktian terbalik.Berdasrakan prinsip tersebut, kedua belah pihak terlindungi, karena prinsip tersebut memberikan beban kepada masing-masing pihak secara proporsional, yaitu konsumen hanya membuktikan adanay kerugian, yang dialami karena mengkonsumsi produk tertentu yang diperoleh dari pelaku usaha, sedangkan pembiktian tentang ada tidaknya kesalahan pihak pelaku usaha yang menyebabkan kerugian konsumen dibebankan kepada pelaku usaha.[67] Elsya Refianti, Rantai birokrasi hambat investasi jalan tol, http://www.bisnis.com Jumat, 11 Oktober 2002. Hal 1[68] www.cmnp@citra.co.id[69] www.cmnp.co.id[70]Peneliti, Wawancara dengan Kasie Bagian Hukum PT.Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk,(Jakarta : PT. Citra Marga Nusaphala Persada,Tbk, 6 juni 2007)[71] Undang Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Op Cit, hal 14.71 Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Op Cit, hal 126 [73] Ibid hal 313-314

BAB IVANALISIS TANGGUNG JAWAB BADAN USAHA JALAN TOLTERHADAP TUNTUTAN GANTI RUGI KONSUMEN A. Tindakan Yang dilakukan Konsumen Bila Terjadi Kerugian.Jakarta adalah kota pertama di Indonesia yang mengenal jalan tol. Lebih dari 25 tahun yang lalu jalan tol yang menghubungkan Jakarta dan Bogor dioperasikan. Pengoperasian jalan tol Jagorawi ini menawarkan kemudahan pergerakan dari arah timur dan selatan Jakarta. Akibatnya, tak bisa dielakkan terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian dan hutan kota menjadi kawasan pemukiman dan industri. Pergeseran wilayah pemukiman ke arah timur dan selatan Jakarta kini terlihat dari besarnya distribusi perjalanan dari arah tersebut ke pusat kota. Pembangunan sistem transportasi yang sangat bias terhadap kepentingan pengguna kendaraan pribadi menjadi pemicu maraknya pembangunan jalan tol pada era tahun 1980 hingga tahun 1990-an sebelum Indonesia dilanda krisis ekonomi berkepanjangan. Tingginya tingkat ketergantungan pada kendaraan pribadi membuat bisnis pengelolaan jalan tol jadi sangat bagus. Hal ini terlihat dari munculnya beberapa perusahaan pengelola jalan tol swasta yang mempunyai hubungan erat dengan penguasa kala itu.[75] Sesuai dengan tujuan nya jalan tol merupakan jalan bebas hambatan, kendaraan dapat melaju kencang tanpa hambatan lainnya. Namun sejauh mana pengelola jalan tol dapat menjamin kemanan pengemudi bila kondisi mutu jalan kurang baik, keterampilan pengemudi yang ugal-ugalan, kendaraan yang laik dan tidak laik jalan, serta perangkat peraturan dengan sanksi bagi pelanggarnya. Baik sadar maupun tidak sadar akan jika timbul permasalahan atau mengalami suatu musibah pada saat di jalan tol tentunya akan terbayang siapa yang akan menolong nantinya bila permasalahan itu tidak dapat diatasi sendiri[76].Apa yang menjadi tanggung jawab pengelola jalan tol Ir. Wiyoto Wiyono. Msc ruas Cawang – Tanjung Priok – Pluit sepanjang 25 km sebagai salah satu pengelola swasta dalam pengelolaan jalan tol di Jakarta yang sudah go-public yang memiliki masa konsensi yang cukup lama adalah hal yang sangat wajar, apabila sebagai pelaku usaha yang bertanggung jawab mengganti kerugian konsumen nya yang merasa dirugikan akibat dari kesalahan pelaku usaha, khususnya pada hal materinya saja atau secara perdata. Dengan tingkat pendidikan hukum para konsumennya yang beragam dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi serta dengan sifat konsumen yang kritis atau tidak peduli akan sesuatu hal yang terjadi dan menimpa kepada konsumen itu sendiri maka akan terjadi permasalahan, baik antara konsumen dengan konsumen atau konsumen dengan pelaku usaha.Bagaimana tidak, bila salah satu konsumen mengalami musibah dan gangguan keamanan dan tentunya konsumen tersebut tidak akan ada yang membantu menolongnya, akan tetapi bila menjadi konsumen pengguna jalan tol akan menuntut dengan pelayanan apa yang dapat digunakan bila hal tersebut terjadi. Diharapkan dari pengelola jalan tol, bila mengakibatkan kerugian pada konsumen yang perlu dilakukan oleh konsumen adalah:1. Memposisikan kendaraan dan diri pribadi atau penumpang bila ada, pada tempat yang lebih aman, sehingga tidak terjadi kejadian yang baru.2. Mengamakan barang bukti yang ada bila hal tersebut terjadi akibat kesalahan dari pihak pengelola jalan tol3. Tidak menerima tawaran bantuan manapun yang tidak jelas institusinya.4. Menunggu petugas pelayanan jalan tol yang telah disediakan.Badan usaha jalan tol jauh sebelum kejadian diatas menimpa konsumenya telah menginformasikan melalui rambu-rambu himbauan yang telah dipasang dimana ditempat yang mudah dilihat sepanjang jalan tol itu sendiri, yang berisikan kurang lebih dari keseluruhan rambu-rambu tersebut adalah bila gangguan, informasi, atau untuk pelayanan tol serta pengaduan menghubungi nomor telepon (021) 6518350 atau email : pelayanan@citra.co.id hal tersebut untuk mengantisipasi kejadian diatas yang dialami konsumen pengguna jalan tol.Dalam hal tanggung jawab pengelola jalan tol terhadap konsumen akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumennya, baik pada saat sebelum menggunakan jalan tol maupun pada saat pasca menggunakan jalan tol itu sendiri. Kebertanggung jawaban pihak pelaku usaha atau pengelola jalan tol ada batasan yang harus diberikan. PT. Citra Marga Nushapala Persada Tbk. telah memberikan satu definisi inti, Klaim yaitu mengajukan ganti rugi kerugian kepada pengelola jalan tol apabila kecelakaan atau gangguan dalam memakai produk jasa jalan tol mengalami kerugian serta kesemuannya tersebut diakibatkan karena kesalahan pengelola jalan tol[77] Upaya yang harus dilakukan di luar Pengadilan atau non litigasi pada saat konsumen dirugikan oleh pihak pengelola jalan tol ada 3 cara yaitu :[78]1. Konsiliasi2. Mediasi, dan3. ArbitraseDengan adanya pihak pengelola jalan tol yang sampai mengganti kerugian konsumen, atau dasar penyelesaian dengan cara rekonsiliasi, yaitu menyatakan secara tidak langsung para pihak-pihak yang bersengketa yang dahulunya berkawan atau berkongsi, kini berselisih atau bertengkar, pandangan-pandangan yang berbeda coraknya diantara para pihak harus dipertemukan dengan teliti, dimana berbeda dengan negosiasi yang merupakan strategi penyelesaian sengketa yang mengarah pada perundingan diantara para pihak yang bersengketa tanpa intervensi pihak ketiga, hal ini sebagai salah satu teknik alternative dispute resolution (ADR) dan cara ini sering digunakan dalam sengketa-sengketa industri yang melibatkan ahli-ahli negosiasi yang mewakili para pihak, teknik negosiasi masing-masing pihak kadang-kadang merujuk pada “give and take” atau “give and get”[79]Jikalau dalam penyelesaian ganti kerugian dengan menempuh cara konsiliasi tidak tercapai kata kesepakatan, maka konsumen dapat menempuh cara mediasi, karena pada dasarnya mediasi adalah suatu proses dimana pihak ketiga suatu pihak luar yang netral terhadap sengketa, mengajak pihak yang bersengketa pada sesuatu penyelesaian sengketa yang disepakati. Sesuai dengan sifatnya mediasi tidak dapat diawajibkan, tetapi hanya dapat terjadi jika kedua belah pihak secara sukarela berpartisipasi. Peran utama mediator adalah menampakan garis-garis komunikasi dan dialog diantara kedua belah pihak yang mengantarkan pemahaman kebersamaan, dan pada akhirnya sesuatu kesepakatan akan tercipta tanpa cara-cara merugikan setidaknya suatu hubungan baik tercipta dan tanpa konflik[80].Jika dari cara kedua tersebut tidak dicapai, maka menggunakan cara yang ketiga, yaitu arbitrase dimana para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi, Ini merupakan suatu metode penyelesaian sengketa dalam masalah-masalah perdata yang dapat disetujui oleh para pihak, yang dapat mengikat dan dapat dilaksanakan dan ditegakan.[81]Dari ketiga cara penyelesaian sengketa konsumen genti kerugian tersebut dilakukan atas dasar pilihan dari para pihak dan bukan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan. B. Bentuk KesalahanAkan adanya ganti rugi tentu adanya kesalahan yang menyebabkan kerugian tersebut, tentulah tidak semua kerugian yang terjadi di jalan tol yang dikelola oleh pengelola jalan tol akan diganti oleh pengelola jalan tol atau posisi nya sebagai pelaku usaha di dalam permasalahan ganti rugi ini. Karena di dalam Pasal Pasal 92 PP no 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol yaitu : Badan Usaha wajib mengganti kerugian yang diderita oleh pengguna jalan tol sebagai akibat kesalahan dari Badan Usaha dalam pengusahaan jalan tol.[82]Dari wawancara penulis dengan sumber akan memperjelas bentuk-bentuk kesalahan yang dapt diajukan klaim nya dan yang tidak dapat diajukan klaimnya kepada pelaku usaha. Karena seperti yang dikatakan sebelumnya tidak semua yang terjadi dan mengakibatkan kerugian dalam menggunakan jasa jalan tol atas kesalahan dari pengelola jalan tol yang mengoprasikannya.1. Kesalahan Pihak Badan Usaha Jalan Tol.Tanggung jawab pelaku usaha yang baik untuk pelayanan terhadap resiko badan usaha jalan tol yang mengakibatkan ketidakpuasan pemakai jalan tol atau konsumen atas situsai pada saat menggunakan jasa jalan tol atau produk dari pelaku usaha. Dari tanggung jawab tidak lepas dari ganti rugi yang dikarenakan pelaku usaha bersalah dalam pengoprasiannya.Namun sebagai pelaku usaha yang patuh akan Undang-Undang dan dalam pelaksanaan nya pelaku usaha tidak akan menutuo-nutupi apa yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha, bila dalam pembuktiannya merupakan pihak pelaku usaha atau badan usaha jalan tol. Karenanya akan memberikan ganti rugi kepada konsumen, merupakan sebuah biaya untuk mengembalikan seperti keadaan semula, dan mengganti kerugian konsumen, merupakan sebuah kewajiban pelaku usaha yang bertanggung jawab.Kesalahan yang mengakibatkan kerugian terhadap konsumen tentunya akan diganti oleh pelaku usaha tersebut, bila menurut bukti-bukti yang ada serta keterangan pihak yang berwajib menguatkan adanya pelaku usaha merugikan konsumen. Ada beberapa contoh kesalahan pihak badan usaha jalan tol yang dapat dimintakan ganti rugi yang pada dasarnya semua barang milik pihak badan usaha jalan tol dan dalam pengawasan pihak badan usaha jalan tol misalkan[83]:a. Atap dari gerbang jalan tol terbang karena cuaca atau dengan sendirinya jauth dan mengenai kendaraan konsumen.b. Bagian-bagian dari PJU ( Penerangan jalan umum) jalan tol (lampu,penutup,tiang) roboh atau jatuh dan mengenai kendaraan konsumen.c. Uang kembalian pada saat transaksi kurang.d. Akibat penderekan kendaraan menjadi rusak.e. Akibat jalan berlubang dan meneyebabkan kerususakan pada kendaraan pemakai jalan tol. 2. Kesalahan Dari Pihak LainBukan lari dari tuntutan atau tanggung jawab bila badan usaha jalan tol atau pelaku usaha tidak mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen pada saar mengunakan produk dari pelaku usaha atau jalan tol. Tapi bila bukti-bukti tidak ada, maka hal tersebut tidak dapat dimintakan ganti rugi terhadap pelaku usaha.Untuk membedakan memang sangatlah tipis sekali perbedaan nya antara yang dspat di klaim-kan dan yang tidak dapat di klaim-kan, meliha hal-hal diatas yang mendapat dimintakan penggantian atau ganti kerugian terhadap pelaku usaha. Tentunya ada yang tidak dapat di klaim-kan kepada badan usaha jalan tol, misalnya:a. Kecelakaan antara konsumen jalan tol akibat kelalaian diantaranya ( kecelakaan benturan akibat kurang jaga jarak).b. Terpental atau menabrak benda yang terjatuh dari kendaraan konsumen jalan tol yang pada saat itu bersamaan menggunakan jasa jalan tol.Menindaklanjuti dari keterangan 2 contoh tadi, lebih banyak di golongkan sebagai kecelakaan murni yang akan ditangani oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini tentunya Kepolisian, atau layanan-layanan badan usaha jalan tol yang telah disediakan dan akan membantu tindakan selanjutnya. C. Proses dan Tata Cara Pemberian Ganti Rugi Yang Mencakup Pembuktian dan Penanganan Terhadap Konsumen. Pembuktian dan Penanganan Terhadap KonsumenDalam hal akan melakukan tuntutan kepada Badan usaha jalan tol akibat kesalahan badan usaha jalan tol adalah pembuktian ( yang harus mengumpulkan pembuktian yang cukup) dan penaganan terhadap konsumen.1) PembuktianBukti merupakan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh seseorang bila seseorang itu mengendalikan adanya suatu kebenaran, dan bersifat harus. Begitu juga dengan adanya tuntutan dari konsumen jalan tol yang menuntut adanya ganti rugi atas kerugian yang menimpa konsumen tersebut.Diperlukannya hal pembuktian ini sangatlah penting sekali dalam menilai suatu permasalahan yang dihadapi di lapangan dan sangat menentukan bisa diajukan kepada badan usaha jalan tol dan mendapat penggantin yang sama atau tidak dapat di klaimkan. Adanya perbedaan di dalam pembuktian antara Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang menyatakan pembuktian terhadap ada tidaknya Unsur kesalahan dalam tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19,Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis, kenyataan yang ada di lapangan cenderung menggunakan KUHPerdata Pasal 1865, dan didalam hal perdata tentunya menganut pada prinsip hukum pembuktian yang terdapat pada KUHPerdata Pasal 1865 dan Pasal 1866yaitu :“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan hak nya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan adanya hak atau peristiwa tersebut”[84] Jadi pihak badan usaha jalan tol sebagai pelaku usaha akan menitik beratkan kepada konsumen untuk membuktikan dalil-dalil dari konsumen bahwa pihak badan usaha jalan tol telah merugikan konsumen secara perdata, seminimalnya dengan barang bukti yang ada atau dengan logika-logika yang ada.Dan untuk menilai dapat diajukan klaim atau tidak kepada badan usaha jalan tol dalam hal ini pihak Kepolisian (PJR) setempat dan pejabat dari pihak badan usaha jalan tol yang berwenang yang menilai apakah yang termasuk bisa diganti kerugian nya atau tidak, namun bila termasuk yang dapat diganti kerugian atau dapat di klaim-kan kepada pelaku usaha maka akan melalui tata cara dan proses selanjutnya. 2) Penanganan Pemberian penanganan terhadap yang menimpa konsumen jalan tol dan masih merupakan tanggung jawab badan usaha jalan tol secara prinsip tidak ada perbedaan yang mencolok dengan perlakuan pelayanan terhadap konsumen lainnya yang mengalami gangguan pada kendaraannya, hanya tindak lanjut seterusnyalah yang akan membedakan bagi konsumen yang dirugikan oleh badan usaha jalan tol. Dimana konsumen yang mengajukan klaim dan telah diproses oleh Kepolisian serta pejabat dari pihak badan usaha jalan tol yang telah mengungkapkan kesediaannya untuk mengganti dari kerugian yang timbul atas kesalahan pelaku usaha, maka pihak pengelola jalan tol bersama konsumen menunjuk salah satu bengkel yang telah disepakati bersama untuk melakukan perbaikan kendaraan konsumen. Pihak badan usaha jalan tol akan menanggung segala suatu biaya perbaikan kendaraan 100% yang timbul akibat kesalahan badan usaha jalan tol.Bila kendaraan tidak dapat melaju atau harus diderek, maka pihak badan usaha jalan tol akan memberikan pelayanan secara gratis hingga bengkel yang disepakati oleh konsumen dan pihak badan usaha jalan tol. Karena seringnya pihak pengelola jalan tol mendapat pengaduan dari konsumen pengguna jalan tol bahwa pernah kendaraan nya diderek pada saat gangguan mesin atau lainnya serta pada saat kecelakaan, lalu dari truk derek meminta sejumlah imbalan yang tidak sedikit, Hal tersebut dikarenakan konsumen tidak melihat apakah derek tersebut derek yang telah disediakan oleh pihak badan usaha jalan tol atau tidak, atau biasa disebut derek liar (bukan derek resmi yang disediakan oleh badan usaha jalan tol, bila membantu dengan berbagai alasan menderek suka meminta ongkos derek yang sangat mahal,dan berprilaku tidak sopan). Cara menilai derek tersebut merupakan derek resmi jalan tol ialah :[85]1) Kendaraan derek berwarna biru 2) Pada bagian kaca depan bertuliskan “DEREK GRATIS JALAN TOL” dan terdapat logo badan usaha jalan tol PT. Citra Marga Nusaphala Perseda Tbk. Pada kedua sisi pintu kendaraan derek.3) Pada setiap kendaraan derek terdiri dari 2 personil, berseragam rapi warna biru dan terdapat papan nama, serta berprilaku sopan.Jadi dipastikan bila tidak terdapat ciri-ciri tersebut pada derek-derek yang membantu konsumen, itu merupakan bukan derek atau jenis pelayanan yang disediakan oleh pihak badan usaha jalan tol.Karena sistem dari pengoprasian dari tol dalam kota menganut sistem terbuka, yaitu membayar uang tol terlebih dahulu lalu memakai jasa jalan tol hingga semaunya, maka siapa saja yang membayar tentu akan bisa menikmati jasa jalan tol tersebut.Secara umum pengendalian keluhan dan pengaduan atau klaim konsumen atau pengguna jalan secara responsif dan akomoditif yang diterima media informasi ataupun langsung didapati pada saat patroli atau bagian-bagian lain yang melakukan observasi dengan standar penanganan 1 keluhan dan pengaduan atau klaim 15 hari, dan secara mekanisme pelayanan nya ialah :1) Petugas pada unit kerja penanganan keluhan dan pengaduan atau klaim menerima dan mendata informasi keluhan dan pengaduan atau klaim melalui sentral komunikasi atau secara langsung ditemukan ditempat kejadian perkara (tkp) oleh petugas lapangan.2) Petugas mengidentifikasikan informasi yang diterima untuk didistribusikan kepada unit kerja terkait untuk segera ditindak lanjuti.3) Unit kerja yang terkait dengan keluhan dan pengaduan atau klaim segera menindak lanjuti penyelesaian yang dimaksud.4) Apabila proses penyelesaian selesai, unit kerja terkait dengan keluhan dan pengaduan atau klaim yang dimaksud melaporkan kepada unit kerja yang menangani keluhan dan pengaduan atau klaim untuk kemudian di inventalisir sebagai data. D. Pemberian Ganti RugiPemberian ganti rugi terhadap konsumen yang dirugikan oleh pihak badan usaha jalan tol atau pelaku usaha ini harus melalui proses dan tata cara yang ada dan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.Merupakan momok bagi para konsumen yang akan menuntut tanggung jawab dari badan usaha jalan tol secara perdata, karena akan ada rasa kekhawatiran betapa sulitnya birokrasi yang akan dilalui serta dalam pembuktian kesalahan pihak badan usaha jalan tol. Yang di maksud dengan proses ialah penilaian dari pihak yang berwajib (POLISI) dan pejabat dari pihak badan usaha jalan tol yang menangani klaim. Pihak kepolisian dimintakan oleh badan usaha jalan tol untuk menilai benar atau tidak nya peristiwa yang terjadi sehingga mengakibatkan kerugian pada konsumen, sedangkan pihak pengelola jalan tol yang menangani klaim untuk menilai kerugian yang diderita oleh konsumen.Proses dan tata cara yang harus ditempuh oleh konsumen harus memenuhi syarat-syarat untuk membuktikan adanya kerugian yang dialami oleh konsumen ialah a. Pada saat kejadian, konsumen pada saat itu pula mengamankan barang bukti yang ada serta melaporkan kejadian tersebut kepada petugas yang berada di jalan tol (Polisi jalan Raya (PJR) yang bertugas di tol, patroli jalan tol, petugas gerbang-gerbang tol terdekat dari kejadian terjadi) barang bukti yang dimaksud ialah struk pembayaran jalan tol.b. Memberikan keterangan dan membuat berita acara kejadian yang sebenarnya dan diketahui petugas yang menerima laporan, serta dilakukan pengambilan gambar (di Foto) pada kerugian yang diderita oleh konsumen yang dilakukan petugas bersama konsumen.c. Laporan kejadian tersebut harus disertai bukti dari tanda masuk tol atau struk pembayaran konsumen mengawali perjalanannya, serta fotocopy Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan foto copy Surat Izin Mengemudi (SIM) pengemudi pada saat kejadian untuk dilampirkan dalam laporan. Jikalau tidak dapat menunjukan tanda masuk atau struk pembayaran dimana konsumen mengawali perjalanannya maka akan menjadi pertimbangan bagi pihak Kepolisian dan pejabat dari pihak badan usaha jalan tol untuk mengganti kerugian tersebut atau tidak. Dan bila tidak dapat menunjukan atau melampirkan serta tidak adanya salah satu atau dua duanya yaitu SIM pengemudi pada saat kejadian atau STNK maka pihak kepolisian yang akan mengambil tindakan sesuai hukum dan peraturan yang berlaku dan tindakan dari pihak badan usaha jalan tol sendiri akan menagguhkan dahulu proses ganti rugi ini.d. Diharapkan konsumen yang mengalami kejadian tersebut agar melaporkan sesegera mungkin, kalau pun terjadi hari itu maka diharapkan dilaporkan hari itu juga atau menunggu disekitar tempat kejadian yang dianggap aman, karena dikhwatirkan kejadian tersebut merupakan kejaidan fiktif belaka (tidak terjadi di jalan tol) dan akhirnya pihak pengelola jalan tol meragukan laporan tersebut e. Penilaian benar tidak nya peristiwa tersebut terjadi oleh pihak Kepolisian dan pejbat dari badan usaha jalan tol.f. Penunujukan bengkel yang telah disetujui oleh konsumen dan pihak badan usaha jalan tol.Proses dan tata cara tersebutlah yang harus dilewati untuk mendaptakan ganti rugi secara perdata dari pihak badan usaha jalan tol selaku pelaku usaha.Kasus Posisi1) Kasus 1 Sesuai data yang didiapat oleh penulis, pelaksanaan penggantian kerugian yang diderita oleh konsumen benar terjadi, seperti yang dialami oleh Ibu Angelica Slamet, 48 tahun, Alamat : Jln. Utan Kayu Tengah Raya D / 43 RT.008 / 007 Pulo Gadung Jakarta Timur.Pada hari Jum’at tanggal 3 Januari 2003, pukul 13.00 WIB, lokasi gerbang tol Pluitt, cuaca : cerah berawan, melintas mobil sedan Honda Ferio tahun 1997 No Pol B 22 AL, yang dikemudikan oleh Ibu Angelica Slamet, sesampai di gerbang tol Pluit untuk melakukan pembayaran tol atau transaksi tol, secara tiba – tiba seng dari atap gerbang terjatuh mengenai kendaraan tersebut. Hingga mengakibatkan kaca bagian depan mobil pecah, serta kerusakan terjadi pula pada kap mobil bagian depan. Sedangkan pengemudi dari kenderaan tersebut tidak mengalami luka sedikit pun.[86]Saat kejdian disaksikan oleh petugas gerbang yang bertugas, yaitu Robert (sebagai Ka. Bang. Tol) dan Ibu Anggelica Slamet bermaksud untuk menuntut tanggung jawab badan usaha jalan tol sebagai pelaku usaha yang karena pada saat memakai produk dari pelaku usaha tersebut mendapatkan kerugian bagi konsumennya.Pihak badan usaha jalan tol menanggapi nya, dalam penanganan pertama oleh petugas atau pejabat yang berwenang melalui patroli-patroli jalan tol yang akan meneruskan laporan adanya konsumen yang mengalami kerugian akibat kesalahan dari pihak badan usaha jalan tol, dan pada saat itu ditangani oleh petugas jalan tol bernama Muis Muas yang segera membantu membuat laporan kegiatan harian lapangan yang ditanda tangani oleh petugas, konsumen, Ka Shift Patroli. Lalu ibu Angelica Slamet diwajibkan membuat kronologis kejadian yang berisikan kejadian yang sebenarnya terjadi dan disaksikan oleh petugas patroli, Ka. Shift patroli serta ditanda tangani oleh ibu Anggelica Slamet di atas kertas bermaterai. Lain dari itu dimintakan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan struk masuk tol (tanda dimulai perjalanan konsumen) untuk dilampirkan pada laporan klaim. Setelah itu petugas sesuai prosedur yang berlaku melakukan pengambilan gambar dengan memotret bagian mobil yang terkena kerusakan.Namun pada saat ibu Anggelica Slamet menuntut untuk segera menyelesasikan proses ganti rugi kepada pihak badan usaha jalan tol selaku pelaku usaha, pihak badan usaha jalan tol tidak dapat memberikan kapan tepat waktu nya penyelesaian ganti rugi tersebut. Pihak dari badan usaha jalan tol hanya memberikan keterangan bahwa proses ganti rugi akan diusahakan ditangani secepatnya tanpa bisa memberikan batas waktu dan pihak badan usaha jalan tol berjanji akan segera menguhubungi ibu Anggelica Slamet apabila proses ganti rugi tersebut telah terlaksana. Karena Ibu Anggelica Slamet tidak juga di hubungi oleh pihak badan usaha jalan tol akhirnya konsumen itu sendiri yang pro-aktif menghubungi pihak badan usaha jalan tol dan menanyakan proses ganti rugi kendaraan nya, Pihak badan usaha jalan tol memberitahukan untuk segera menghubungi petugas / pejabat yang berwenang menangani nya, Walaupun pihak konsumen sudah menghubungi pihak yang berwenang untuk menanganinya namun pihak badan usaha jalan tol seperti memeberikan tanggung jawab nya kepada pihak lain sehingga ini sangat membuat konsumen merasa di bohongi, setelah terus didesak oleh pihak konsumen pihak badan usaha jalan tol segera memberitahu Ibu Anggelica untuk segera membawa mobil nya ke kantor badan usaha jalan tol lalu mobil tersebut segera di bawa kebengkel yang di tunjuk oleh pihak badan usaha jalan tol untuk segera menyelasaikan proses ganti ruginya.Sebagai inti penggantian yaitu bernilai sama atau kembali seperti semula, kalau memang orisinil maka akan diganti yang orisinil pula, akan tetapi kalau yang bukan orisinil akan diganti bukan yang orisnil pula. Begitu juga yang terjadi pada kendaraan Honda Ferio milik Anggelica Slamet, dan untuk masalah penggantian biaya perbaikan akan di tanggung 100% oleh pihak badan usaha jalan tol selaku pelaku usaha.Berdasarkan data yang ada, perbaikan yang dilakukan untuk mobil sedan Honda Ferio No.Pol B 22 AL milik ibu Anggelica Slamet kembali seperti semula yaitu membutuhkan biaya sebesar Rp. 4.191.300,- (empat juta seratus sembilan puluh satu ribu tiga ratus rupiah) dan terselesaikan 1 bulan kemudian. 2) Kasus Posisi II Pada Kasus yang kedua yang ini terjadi pada konsumen dengan atas nama Ir. Ninik Kusumorwardani[87], alamat Jl. Dewi Sartika No. 370 B RT 002 RW 04 Cawang Jakarta Timur, yamg terjadi pada hari Sabtu tanggal 25 Desember 2004, pada pukul 10 : 30 WIB,dengan cuaca cerah, dari arah Cawang menuju Tanjung Priok dengan situasi arus lalu lintas lancar.Dengan mengendarai kendaraan sedan Honda Civic tahun 1991 No. Pol 1283 JG, pada saat arah Cawang menuju Tanjung Priok kendaraan yang dikemudikan Ninik Kusumowardani tidak dapat menghindari apa yang ada didepannya, yaitu sebuah jalan yang berlubang tepat di tengah lajur, sehingga ban pada roda kiri depan mengalami robek dan tidak dapat dipakai kembali, dengan merk ban luar yang di pakai kendaraan Ninik Kusumowardani ialah Gajah Tunggal 195 – 50 – 60 Champiro 50.Lalu setelah keluar dari jalan tol Ninik mengganti ban mobil yang robek tersebut dengan ban serep (ban cadangan) di tempat tambal ban terdekat, setelah ban diganti Ninik melanjutkan perjalanan nya. Lalu ketika perjalanan pulang Ninik Kusumowardani membeli ban baru dengan biaya sendiri. Pada keesokan hari nya Ninik mengadukan permasalahannya kepada pihak badan usaha jalan tol atas kejadian nya kemarin, Ninik Kusumowardani sebagai konsumen pengguna jalan tol akan mengajukan klaim kepada pihak badan usaha jalan tol sebagai pelaku usaha. Ninik melapor pada petugas di gerbang jalan tol Pulo Mas lalu petugas yang berada di gerbang jalan tol menghubungi petugas. Pejabat yang berwenang untuk menanganinya, Pada saat itu di tangani oleh petugas Ka Shift patroli sendiri yaitu Purwito dan langsung ditindak lanjuti oleh Ka. Shift dengan meminta Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) dan struk masuk tol (tanda di mulai konsumen mengawali perjalanannya)dan menyerahkan kwitansi (bukti pembayaran) pembelian ban baru yang di beli oleh Ninik Kusumowardani Lain dari pada itu konsumen di wajibkan membuat kronologis kejadian yang dimaksudkan untuk mencritakan sebab – sebab kejadian yang mengakibatkan kerugian pada konsumen dengan sebenar-benarnya dan di tanda tangani oleh konsumen serta disaksikan oleh petugas yang mendapati kejadian tersebut pertama kali, tidak lupa kertas tersebut beramaterai. Untuk laporan lainnya diwajibkan kepada konsumen untuk mengisi sebagian laporan kegiatan harian lapangan tentang identitas konsumen itu sendiri serta membenarkan kejaidian tersebut terjadi. Untuk menvisualisasikan akan kerugian yang diderita oleh konsumen tidak lupa petugas melakukan pemotretan pada titik-titik kerugian yang dialami oleh konsumen atau yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu sebuah ban luar sobek.Namun petugas sebelumnya tidak mempercayai apa yang dialami oleh konsumennya karena baru dilaporkan kejadian tersebut pada keseesokan harinya seharus nya apabila konsumen mengalami kerugian akibat kesalahan dari pihak badan usaha jalan tol di laporkan pada saat itu juga, tetapi pihak konsumen membantah hal tersebut karena Ninik Kusumowardani mengalami kejadian tersebut pada saat jalan akses menuju keluar dari jalan tol tersebut dan melaporkan pada keesokan hari nya karena pada saat konsumen mengalami kerugian pada saat itu hari libur Natal sehingga konsumen melakukan pada hari esok nya pada saat hari kerja, sebelum konsumen menuntut ganti rugi kepada pihak badan usaha jalan tol Ninik Kusumowardani terlebih dahulu menanyakan kepada teman nya apakah bisa dimintakan ganti rugi, setelah mendapatkan kepastian dari temanya baru kemudian Ninik Kusumowardani meminta ganti rugi kepada pihak badan usaha jalan tol.Setelah petugas melakukan penelitian di lapangan dan membenarkan adanya lubang dan menyebabkan kerugian terhadap Ninik Kusumowardani (konsumen pengguna jalan tol). Pihak badan usaha jalan tol meberikan batas waktu 1 bulan akan mengganti kerugian yang dialami oleh konsumen.Setelah syarat-syarat terpenuhi selanjutnya pihak badan usaha jalan tol menunjuk toko ban dan melakukan penggantian ban dengan jenis yang sama dan biayanya di tanggung 100% oleh pihak badan usaha jalan tol Dan berdasarkan data yang ada untuk mengganti kerugian ban luar yang robek karena kesalahan pihak badan usaha jalan tol sebesar Rp. 440.000,- dan terselasaikan 1 bulan kemudian.b. Analisis KasusKasus Posisi 1Kosumen yang dirugikan oleh badan usaha jalan tol selaku pelaku usaha dapat mengajukan hak untuk menuntut ganti rugi apabila kesalahan tersebut akibat dari pelaku usaha sesuai pada kasus diatas seorang konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha yang mengakibatkan kaca mobil depan pecah dan beberapa bagian kap mobil penyok akibat tertimpa seng yang ada di atas gerbang tol Pluit berdasarkan pasal 40 PP No 15 / 2005 tentang jalan tol mengatur tentang penggunaan jalan tol “ Penggunaan jalan tol meliputi penggunaan, jalan lalu lintas, penggunaan bahu jalan, jalan median, dan gerbang tol “ Lalu yang menyebabkan jatuh nys seng dan mengenai kendaraan Ibu Anggelica Slamet merupakan faktor dari pemeliharaan jalan tol itu sendiri. Sesuai dengan pasal 53 PP 15 / 2005 tentang Jalan tol yang berisikan : “(1) Pemeliharaan jalan tol meliputi, pemelihraan rutin, pemelihraan berkala dan penigkatan, (2) Badan usaha wajib memelihara jalan tol dan jalan penghubung Jatuhnya seng menimpa mobil konsumen yang menyebabkan kerusakan merupakan tanggung jawab badan usaha jalan tol, karena kurangnya pemeliharaan yang di lakukan di gerbang tol sehingga hal tersebut dapat merugikan konsumen.Adanya kesalahan dari pihak badan usaha jalan tol, konsumen mendapatkan hak untuk menuntut ganti rugi sesuai dengan pasal 87 PP 15 / 2005 tentang Jalan Tol “ Pengguna jalan tol berhak menuntut ganti kerugian kepada badan usaha atas kerugian yang merupakan akibat kesalahan dari pihak badan usaha dalam pengusahaan jalan tol.Serta konsumen juga mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila dirugiakan oleh pelaku usaha sesuai dengan UU No 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 4 : Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan / atau jasa yang diterima tidak susuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya” Hal tersebut juga merupakan tanggung jawab badan usaha jalan tol sebagai pelaku usaha sesuai dengan UU No 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 19 (1): “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,dan/atau kerugian konsumen akibat emngkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau pengembalian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perwatan kesehatan dan/atau pemebrian santunan yang sesaui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Setelah proses ganti rugi ditindaklanjuti oleh badan usaha jalan tol maka proses selanjutnya adalah pengumpulan bukti, perlunya struk, diamana merupakan bukti dimana konsumen mengawali perjalanannya, dan karena struk juga merupakan sebuah bukti adanya transaksi (bukti hukum) seperti apa yang dimaksud pada penjelasan pasal 46 ayat (1) huruf b. Undang – Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Proses ganti rugi yang dialami oleh Ibu Anggelica Slamet mendapatkan kesulitan karena tidak ada kepastian dari badan usaha jalan tol dan pihak jalan tol hanya berjanji akan menguhubungi pihak konsumen yang dirugikan, Namun setelah di tunggu-tunggu pihak badan usaha jalan tol tidak menghubungi pihak konsumen, akhirnya konsumen tersebut yang menghubungi pihak badan usaha jalan tol, tetapi yang didapat hanyalah nomor telepon seseorang petugas yang berwenag setelah di hubungi oleh pihak konsumen masih dengan jawaban yang sama bahwa nanti apabila proses nya selsesau akan dihubungi oleh pihak badan usaha jalan tol. Hal ini bertentangan dengan pasal 4 huruf c. Undang – Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.:“Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Serta pasal dengan pasal 4 huruf . Undang – Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.:“ hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang dipergunakanJika dibandingkan dengan kasus yang dialami oleh ibu Ninik Kusumowardani yang mengalami kerugian karena adanya jalan yang rusak yang menyebabkan ban mobil robek sesuai dengan pasal-pasal tersebut diatas jelas hal tersebut merupakan kesalahan dari pihak badan usaha jalan tol dalam hal pemeliharaan dan tidak adanya tanda – tanda atau rambu –rambu yang meberitahukan adanya lubang di jalan tol tersebut mengenai kenetuan tersebut tidak sesuai dengan PP No 15 / 2005 pasal 5 ayat 6 “ setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintsa, marka jalan, dan/atau alat pemberi isyarat lalu lintas. Seharusnya.pihak badan usaha jalan tol memeberikan isyarat lalu lintas yang memberitahukan adanya jalan yang berlubang hal ini membahayakan konsumen mengingat jalan tersebut adalah jalan tol yang berdasarakan kecepatan rencana jalan tol di wilayah perkotaan paling rendah 60 (enam puluh ) kilo meter per jam, sesuia dengan pasal 5 ayat (2) PP no 15 / 2005 tentang jalan tol, Mengenai proses ganti rugi pihak konsumen menuntut ganti rugi pada keesokan harimya karena pada saat konsumen mengalami kerugian pada hari dimana konsumen mendapatkan gangguan pada hari tersebut libur natal, sehingga konsumen melakukan pada hari kerja yaitu pada keeskokan harinya. Pihak badan usaha jalan tol sempat menolak ganti rugi tersebut karena konsumen menutut ganti rugi pada keesokan harinya, karena menurut pihak badan usaha jalan tol, diharapkan konsumen yang mengalami kejadian tersebut agar melaporkan sesegera mungkin, kalau pun terjadi hari itu maka diharapkan dilaporkan hari itu juga atau menunggu disekitar tempat kejadian yang dianggap aman, karena dikhwatirkan kejadian tersebut merupakan kejaidan fiktif belaka (tidak terjadi di jalan tol) dan akhirnya pihak pengelola jalan tol meragukan laporan tersebut. Mengenai hal tersebut bertentangn dengan UUPK pasal 19 ayat (3) “ Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Adanay penggantian kerugian terhadap konsumen yang dirugikan oleh pihak badan usaha dengan pembuktian terbalik maka tidak ada salahnya konsumen atau pelaku usaha, karena tidak menutup kemungkinan suatu keejadian yang merugikanyang di dalam pembuktian siapa yang menyebabkan suatu peristiwa yang merugikan tersebut prelu adanya saksi ahli. Hal tersebut sehubungan dengan adanya harapan dari pihak badan usaha jalan tol untuk melaporkan kejadian yang merugikan konsumen pada saat itu juga atau hari itu juga, karena dalam pembuktiannya sengatlah sulit, karena bisa terjadi kemungkinan adanya peristiwa tersebut tidak terjadi pada saat konsumen berada di jalan tol.pemberian ganti rugi yang diberikan oleh Ninik digani 1 bulan kemudian, Dalam bentuk penyelesaian yang ada pada kedua kasus tersebut diatas, maka badan usaha jalan tol sebagai pelaku usaha melaksanakan Undang – Undang No 8 tahun 1999 yang berbunyi : “Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.” Khusunya pada penyelesaian sengketa atau ganti rugi terhadap konsumen, yang hanya melibatkan diri kedua belah pihak dan dapat menemukan kata sepakat, baik dari proses pembuktian mauapun besaran ganti rugi atau penunujukan bengkel dalam pebaikan kerusakan yang terjadi pada kendaraan konsumen. Namun untuk menjamin tidak terulang lagi, tentunya pihak badan usaha jalan tol tidak akan bisa berjanji, karena dalam bidang jasa, khusunya jalan tol ada rambu-rambu lalu lintas yang perlu ditaati dan informasi jalan tol yang penting serta yang diabaikan oleh setiap konsumennya. Bila terjadi peristiwa yang merugikan akibat konsumen tidak mentaati peratuturan atau rambu rambu lalu lintas, tentunya risiko konsumen itu sendiri.[75] Jalan Tol dan Ketergantungan Pada Penggunaan Kendaraan Pribadi. http://www.pelangi. or.id/news.php?hid=41 28-Aug-2003; Hal 2 [76]Peneliti, Wawancara dengan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (Jakarta : YLKI 25 – 04 – 2007)[77]Peneliti, Wawancara, dengan Ka. Humas bagian pelayanan Lalu lintas PT. Citra Marga Nushapala Persada (Jakarta PT. Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk, 16 July 2007)[78] Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut Undang – Undang Perlindanugan Kosnuemn (UUPK) Teori & Praktek Penegekan Hukum Op Cit, hal 21-22 [79] Ibid, hal 22[80] Ibid, hal 23[81] Ibid, hal 24-25[82] Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2005 Tentang Jalan tol[83]Peneliti, Wawancara, dengan Ka. Humas Bagian Pelayanan Lalu Lintas PT. Citra Marga Nushapala Persada (Jakarta : PT. Citra Marga Nusaphala Persada, Tbk, 16 July 2007) [84] R. Subekti dan R tjitrosudibio. Op Cit, hal 397[85]Peneliti, Wawancara, dengan Ka. Humas bagian pelayanan Lalu lintas PT. Citra Marga Nushapala Persada,Tbk ( Jakarta : PT. Citra Marga Nusapahala Persada, Tbk 16 july 2007) [86] Peneliti, Wawancara dengan Konsumen Pengguna Jalan Tol Yang Dirugikan (Bekasi : PT Bekasi Metal Inti Megah, 23 July 2007). [87] Peneliti, Wawancara, dengan Konsumen Pengguna Jalan Tol Yang Dirugikan (Jakarta : Dewi Sartika 16 juni 2007)

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN A. KesimpulanBerdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis mendapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Hak yang diberikan oleh badan usaha jalan tol apabila konsumen mengalami kecalakaan - Disediakannya hak konsumen untuk mendapatkan pertolongan pertama pada keselamatan jiwanya yaitu ambulan yang beroperasi 1 Unit per 25 km atau minimum 1 unit (dilengkapi standar P3K dan Paramedis) untuk memberi pertolongan pertama pada konsumen yang mengalami kecelakaan lalu lintas- Hak konsumen untuk menyelamatkan kendaraannya saat mengalami kecelakaaan tersedianya kendaaraan derek resmi dari pihak badan usaha jalan tol 1 Unit per 5 km atau minimum 1 unit sesuai dengan Ruas Jalan Tol :LHR > 100.000 kend/hari dan 1 Unit per 10 km atau minimum 1 unit ≤ 100.000 kend/hari.tanpa mengeluarkan biaya- Disediakan nya bantuan dari Kepolisian Republik Indonesia agar tidak terjadinya kecelakaan selanjutnya, - Konsumen juga mendapatkan hak untuk memperoleh ganti rugi dari pihak badan usaha jalan tol sesuai dengan pasal 87 PP No 15 tahun 2005. Kemudian hak konsumen yang mengalami gangguan keamanan pada saat menggunakan jalan tol- Adanya Polisi Patroli Jalan Raya (PJR) 1 Unit per 15 km atau minimum 1 unit untuk segera mengamankan ruas jalan tol - Hak konsumen lainnya ialah disediakan nya kendaraan rescue untuk mengamankan konsumen dari gangguan keamanan tersebut dan- Diesediakannya Sistem Informasi yang menginformasikan dan Komunikasi Kondisi Lalu Lintas yang berada di Setiap Gerbang masuk pintu tol.2. Dalam menuntut ganti kerugian konsumen kepada pelaku usaha terdapat hambatan – hambatan yang berkaitan dengan pemeberian ganti rugi kepada pelaku usahaPembuktianHambatan yang berkaitan dengan adanya pembuktian ganti rugi kepada konsumen biasanya mengenai pihak-pihak yang bertanggung jawab yang menangani proses ganti rugi. Hal ini disebabkan banyaknya pihak – pihak yang berwenang dalam menangani ganti rugi, dimulai dari proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia untuk menyelidiki ada atau tidak nya unsur kesalahan yang dialamu oleh pelaku usaha dan apabila menurut bukti-bukti yang ada serta keterangan pihak yang berwajib menguatkan adanya pelaku usaha merugikan konsumen. dan pejabat dari pihak badan usaha jalan tol yang berwenang yang menilai apakah yang termasuk bisa diganti kerugian nya atau tidak PenangananDalam hal penunjukan bengkel konsumen tidak selalu dilibatkan, karena pihak badan usaha jalan tol tersebut sudah mempunyai bengkel sendiri yang ditunjuk oleh pihak badan usaha tol, Konsumen sendiri hanya menerima kendaraan tersbut seperti semula, tanpa mengetahui berapa jumlah kerugian yang dialami konsumen 3. Informasi Kurangnya informasi yang diberikan kepada konsumen oleh badan usaha jalan tol mengakibatkan ganti rugi tersebut menjadi lama proses nya hal ini dibuktikan dengan susahnya konsumen yang meminta keterangan mengenai penggatian kerugian. Konsumen tidak dapat langsung bertemu dengan petugas / pejabat yang berwenang menangani proses ganti rugi dan pihak badan usaha jalan tol menutup informasi tersebut kepada konsumen karena adanya proses yang tidak bisa diberitahukan kepada konsumen. Solusi untuk mengatasi hal tersebut yaitu konsumen harus memberikan batas waktu yang disepakati oleh pihak badan usaha jalan tol agar konsumen tidak perlu terlalu lama untuk menunggu proses pemeberian ganti rugi. Kesepakatan tersebut harus dibuat di dalam surat peryataan dan ditanda-tangai oleh pejabat yang berweanang pihak badan usaha jalan tol. Apabila pihak jalan tol tidak menyanggupi sesuai dengan kesepakatan maka pihak jalan tol dapat digugat melalui litigasi atau non-litigasi dikarenakan pihak pelaku usaha tidak melaksanakan tanggung jawab sebagaiamana mestinya. B. SaranKonsumen dalam menuntut ganti rugi kepada pihak badan usaha jalan tol harus melalui proses seperti pembuktian, penaganan dan pemberian ganti rugi. Jalan tol yang pengguna jalan nya harus menbayar sejumlah uang tol maka seharusnya diberikan pelayanan kepada konsumen sebagai berikut : 1. Dalam proses pembuktian seharusnya pihak dari kepolisian tidak menangani proses tersebut karena belum tentu adanya unsur - unsur pidana pada saat konsumen menuntut ganti rugi, seharusnya petugas / pejabat pihak badan usaha jalan tol yang berwenang saja yang menangani proses pembuktian sehingga memudahkan dan lebih cepat dalam menangani proses ganti rugi.2. Badan usaha jalan tol harus secara jujur, benar dan jelas kepada konsumen mengenai biaya yang dikeluarkan pihak badan usaha jalan tol untuk ganti rugi yang dialami konsumen 3. Perlunya sarana pengamanan dini yaitu disediakan nya camera cicuit closed television (CCTV) yang ditempatkan di setiap 10 KM sekali agar memudahkan pemamtauan yang dilakukan pihak badan usaha jalan tol. 4. Agar konsumen dalam melakukan ganti rugi tidak mengalami kesulitan maka sudah seharusnya pihak badan usaha jalan tol memberikan asuaransi bagi pengguna jalan tol nya setiap mereka mulai masuk kegerbang pintu masuk jalan tol hal ini perlu karena pengguna jalan tol harus diberikan jaminan ketika konsumen tersebut mulai memasuki jalan tol.

Tidak ada komentar: